Sang_Bima

Manusia Tanpa Bakat Istimewa...

Selengkapnya
Navigasi Web

Pendidikan Berkualitas Adalah Tanggung Jawab Bersama

Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Muhajir Effendy menyampaikan pidato pada Hari Pendidikan Nasional 2017 yang lalu dengan tema: “Percepat Pendidikan yang Merata dan Berkualitas”. Tema tersebut menurut beliau erat kaitannya dengan fenomena dunia yang berubah sangat cepat dan menuntut kualitas semakin tinggi. Dengan pendidikan berkualitas yang merata, dalam makna dapat dikenyam oleh seluruh warga bangsa, maka ikhtiar dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945, dapat terwujud.

Melihat eskalasi elektabilatas dalam dunia pendidikan tersebut, merupakan sebuah harapan baru yang harus diapresiasi, diresapi dan dihayati dengan serius sehingga kemudian pendidikan yang berkualitas bisa diwujudkan secara bersama-sama. Namun persoalan sebenarnya bukan pada bagaimana pendidikan berkualitas itu terwujud, akan tetapi cara apa yang harus dilakukan untuk menciptakan pendidikan yang berkualitas tersebut.

Secara yuridis, upaya pemerintah dalam mewujudkan pendidikan yang berkualitas telah tertuang dalam berbagai macam regulasi, salah satu diantaranya adalah UU no. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Melalui UU tersebut pemerintah berharap agar seluruh elemen masyarakat dapat terlibat secara langsung dalam pelayanan dan penyelenggaraan pendidikan yang ada di Indonesia.

Meskipun demikian, sistem pendidikan mendapat sorotan yang sangat tajam dalam upayanya menciptakan pendidikan yang berkualitas, terlebih mengenai sistem evaluasi pendidikan nasional. Itu artinya terjadi tumpang tindih antara kebijakan yang satu dengan kebijakan yang lainnya.

Secara jujur, jika dikaji dalam proses pelaksanaan pembelajaran diberbagai tingkat pendidikan, maka ada kekhawatiran yang terjadi dengan mekanisme evaluasi pendidikan saat ini. Sejauh yang dilihat saat ini, lembaga pendidikan baru bisa memberikan parameter pelaksanaan pembelajaran dalam aspek kognitif. Walaupun itu masih berupa parameter statistik penilaian yang sukar diketahui keobjektifannya. Sementara aspek afeksi dan psikomotorik belum mampu diakomodir dengan benar oleh satuan pendidikan saat ini.

Selain itu, persolan pendidikan bukan hanya sekadar persolan evaluasi pembelajaran tapi juga berkenaan dengan sistem pendidikan nasional secara menyeluruh. Kalau kita lihat secara cermat, persolan pendidikan yang menjadi polemik sekarang merupakan suatu imbas berkepanjangan dari penataan sistem pendidikan yang tidak berdasarkan pada ideologi yang benar. Ideologi kapitalisme yang menjadi dasar pijakan sistem pendidikan nasional inilah yang menjadi akar permasalahan pendidikan saat ini, sehingga kemudian melahirkan mekanisme-mekanisme yang sering disebut dengan kapitalisasi pendidikan.

Adapun imbas dari sistem pendidikan yang berdasarkan ideologi kapitalisme diantaranya:

Ø Marjinalisasi pendidikan

Peningkatan kualitas pendidikan didaerah dengan kemampuan ekonomi kelas menengah keatas seperti di kota sangat ironis jika dibandingkan dengan peningkatan kualitas pendidikan di daerah yang kemampuan ekonominya rendah seperti di desa dan daerah terpencil. Sehingga pemerataan pendidikan kita sangat jauh dari harapan. Maka bukanlah sesuatu yang tabu jika kita saksikan bagaimana kondisi infrastruktur pendidikan di berbagai daerah sangat memprihatinkan. Berbeda dengan di daerah yang gerak ekonominya tinggi, fasilitas pendidikan sangat maju bahkan jauh dari mimpi masyarakat daerah pinggiran dan terbelakang. Hal ini disebabkan karena mekanisme kapitalisasi pendidikan akan menimbulkan situasi yang dimana kemampuan ekonomi konsumen akan berbanding lurus dengan kualitas pelayanan pendidikannya.

Ø Mahalnya biaya pendidikan

Kenyataan saat ini, dimana pendidikan dijadikan sebagai sektor bisnis jasa berimbas pada makin melonjaknya biaya pendidikan. Pendidikan tidak lagi menjadi tanggung jawab negara, namun diletakkan dalam mekanisme bisnis sehingga setiap institusi pendidikan yang bersaing dalam memberikan pelayanan yang berkualitas berbanding lurus dengan meningkatnya biaya pembayaran pendidikan tersebut. Hal ini menyebabkan peserta didik yang kemampuan ekonomi menengah kebawah tidak dapat mengakses pendidikan seperti yang lainnya. Padahal mayoritas masyarakat negeri ini adalah masyarakat dengan ekonomi menengah kebawah. Artinya sebagian besar masyarakat Indonesia telah dirampas haknya untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas.

Pendidikan berkualitas memang tidak mungkin murah, atau tepatnya, tidak harus murah atau gratis. Tetapi persoalannya siapa yang seharusnya membayarnya? Pemerintahlah sebenarnya yang berkewajiban untuk menjamin setiap warganya memperoleh pendidikan dan menjamin akses masyarakat bawah untuk mendapatkan pendidikan bermutu. Akan tetapi, kenyataannya Pemerintah justru ingin berkilah dari tanggung jawab. Padahal seharusnya keterbatasan dana tidak menjadi alasan bagi pemerintah untuk cuci tangan.

Melihat persoalan nya begitu kompleks yang terjadi pada dunia pendidikan saat ini, maka perlu merefleksikan kembali bagaimana jatuh bangunnya sejarah pendidikan Indonesia. Dalam hal ini pemerintah dan masyarakat benar-benar harus mampu merubah secara sistematik setiap sistem tatanan sosial-ekonomi yang berhubungan langsung dengan sistem pendidikan, sebab sistem pendidikan sangat berkaitan erat dengan sistem sosial-ekonomi yang diterapkan, dimana sistem sosial-ekonomi yang terbentuk sekarang adalah sistem kapitalisme (mazhab neoliberalisme), maka solusi yang paling tepat adalah mengembalikan fungsi dan peran negara dalam urusan publik, termaksud tangggung jawab terhadap pendanaan dan pembiayaan pendidikan.

Selain itu, secara tekhnis pemerintah dan masyarakat harus benar-benar sadar dalam mengatur dan megelola setiap kebijakan yang berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan. Seperti pembangunan infrastruktur, peningkatan kualitas dan kesejahteraan guru, serta memberikan peringatan yang tegas atau bahkan hukuman kepada setiap aparatur negara maupun lembaga pendidikan yang melanggar setiap kebijakan yang telah dikeluarkan oleh negara.

Mungkin itu menjadi suatu solusi yang benar-benar dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan yang ada di Indonesia. Dan adalah suatu keniscayaan dan tanggung jawab sosial yang etis bagi seluruh warga masyarakat, baik itu kaum akademis maupun non-akademis untuk bersatu padu dalam memperjuangankan kualitas pendidikan yang lebih baik, sebab dengan kualitas pendidikanlah maka negara ini akan dikatakan sebagai negara yang maju.

Inilah sejarah kita, sejarah revolusi pendidikan!

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Setuju banget pak Mas Bima.

10 Jul
Balas

Penddkn berkualitas memng tdk mngkin gratis, kl murah memungkinkan krn dpt subsidi pemerintah he.he. Sangat setuju, pendidikan berkualitas tanggung jwb bersama dan tentunya merata agar bisa dinikmati dari kalangan manapun Terimakasih Sang Bima

09 Jul
Balas

hehehe terimakasih sama2 bu,. mungkin dana subsidi untuk pendidikan sebesar 20% dalam APBN itu bisa di kaji kembali bu tentang tata kelola dan mekanisme penyalurannya agar pendidikan berkualitas itu juga dapat diwujudkan di daerah2 terpencil dan langsung menyentuh kalangan bawah.,

11 Jul

Namun sampai saat ini Bagaimana soal persoalan dan tanggung jawab bersama itu kakanda sang Bima? Apakah sebenarnya sudah tercapai apa belum Terimakasih

09 Jul
Balas



search

New Post