Sanria elmi

Nama yang diberikan oleh ortu Sanria Elmi Tempat tugas sebelumnya:SMP N 3 Lubuk Batu Jaya kab. Indragiri Hulu-Riau Tempat tugas saat ini: SMP Negeri 2 Lubuk B...

Selengkapnya
Navigasi Web
RAHASIA HATI Episode 44
postermywall

RAHASIA HATI Episode 44

19/12/2020

RAHASIA HATI

Episode 44

Oleh: Sanria Elmi

Rasa damai menjalar ke seluruh nadiku. Bahagia dan haru yang tak dapat kugambarkan dengan kata-kata. Keberadaanku sebagai tamu Allah di masjid Nabawi benar-benar kurasakan sebagai suatu kebahagiaan. Kulangkahkan kakiku memasuki Masjid nan megah tiada tara untuk pertama kalinya.

Bu Aina mengajakku untuk mengambil air zam zam yang sudah tersedia bergalon-galon dan juga dialirkan lewat kran yang berjejer di setiap penjuru. Tidak hanya itu, gelas plastik sebagai wadah juga sudah tersedia di sana.

“Nggak bawa botol Ra?” tanya Bu Aina.

“Bawa Bu, ini saya bawa buat persiapan di hotel nanti,” jawabku.

“Syukurlah, karena selama kita berada di sini sebaiknya kita mengonsumsi air zam zam untuk menjaga kesehatan seperti saran ustad.”

“Ya Bu,” sahutku.

“Hari ini kita katanya akan ke masjid quba,” ujar Bu Aina.

“Kita berangkat usai sarapan pagi kan Bu?”

“Katanya begitu.”

Aku membuka tas sandangku yang di dalamnya kusimpan buku panduan ibadah dan jadwal kegiatan yang diberikan kepadaku sebelum berangkat ke sini. Kubaca keutamaan shalat di masjid yang tertera dalam buku panduan.

Shalat di Masjid Quba memiliki keutamaan. Menurut hadis yang diriwayatkan Abu bin Sahl bin Hunaif RA, ia pernah mendengar Rasulullah bersabda, “Barangsiapa bersuci di rumahnya, kemudian mendatangi Masjid Quba, lalu ia shalat di dalamnya, maka baginya pahala seperti pahala umrah.”

“Bersuci? Maksudnya mungkin berwudhu dari hotel lalu menjaga wudhu dan shalat di sana,” batinku.

“Ada apa Ra?” tanya Mbak Misna sembari mendekatiku.

“Ini Mbak, nanti kan kita mau ke masjid quba, jadi aku baca ini Mbak. Katanya kita disunahkan untuk wudhu sebelum berangkat,” sahutku.

“Gimana nanti kalau ternyata di jalan wudhunya batal?” tanyanya.

“Makanya kita harus jaga biar jangan batal,” sahutku.

“Susah Ra, ini aja Mbak kalau nggak mikir repot untuk pergi wudhu dah dari tadi batal wudhu,” ujarnya.

“Bagaimana ya? Aku pernah baca artikel bahwa kiat menjaga wudhu dari buang angin atau kentut salah satunya dengan menghindari konsumsi makanan yang mengandung gas. Tapi itu hanya salah satu cara yang kutahu lho Mbak.”

“Terimakasih Ra, kamu sudah ngasih satu tips sama Mbak.”

“Sama-sama Mbak, semoga berhasil.”

Aku bersama teman-teman sekamarku segera menuju hotel setelah selesai beribadah. Hotel kami tidak begitu jauh dari Masjid Nabawi hanya dalam waktu lima menit perjalanan akhirnya kami sampai.

“Baru pulang?” tanya Arfan begitu kami sampai di loby hotel.

“Ya, Fan. Kok kamu cepat sampai?” tanyaku balik.

“Langkahku kan lebih panjang dari langkah kalian.”

“Kamu sudah sarapan?”

“Belum, aku nungguin kalian.”

“Tunggu apalagi, kami sudah di sini, yuk kita sarapan!”

Aku dan teman-teman sekamar bersama Arfan menuju ruang makan yang sudah tertata sedemikian rupa. Aku sudah berniat untuk sarapan yang tidak membuatku terlalu kenyang. Aku ingin setelah berwudhu nanti tidak batal hingga aku bisa shalat di masjid Quba dengan wudhu yang terjaga.

“Kok makannya sedikit sekali, ntar lapar lho,” ujar Arfan.

Aku hanya tersenyum mendengar teguran Arfan. Dia lelaki yang energik dan juga penuh perhatian. Tetapi perhatiannya hanya sebatas seorang teman yang baru saja mengenai tanah Saudi sementara dia sudah untuk yang kedua kalinya berkunjung ke sini.

Aku menyudahi sarapanku dan segera ke kamar untuk berbenah sesuai arahan dari pembimbing kami. Arfan juga yang lain melakukan hal yang sama. Bu Aina menggamit lenganku.

“Ra, kamu dekat sekali dengan Arfan, apa kalian sudah saling kenal sebelumnya?”

“Belum Bu, kan kami sebangku waktu di pesawat, jadi kenalnya baru saat itu kok Bu. Emangnya ada apa Bu?”

“O, Ibu pikir kalian itu sudah saling kenal, kalian itu kelihatannya cocok satu sama lainnya.”

“Ibu apaan sih, dia sudah punya tunangan kok.”

“Kamu sendiri gimana?”

Aku membalas tanya Bu Aina dengan senyum namun di hatiku kembali merasakan rasa sakit yang sudah kulupakan semenjak kakiku melangkah dari rumah menuju tanah suci ini.

“Ra, Ibu salah ngomong ya?”

“Ah, nggak kokm Bu, biasa aja.”

“Kamu belum bertunangan atau kekasih?”

Aku menggeleng.

“Mau nggak Ibu kenalkan sama keponakan Ibu?”

“Aku mau aja sih Bu tapi takutnya nanti keponakan Ibu takut melihatku.”

“Takut kenapa, kamu itu cantik, baik. Menurut Ibu kamu itu nggak ada kekurangannya, bahkan Ibu suka kalau sekiranya kamu mau sama keponakan Ibu. Atau kamu yang malah takut sama keponakan Ibu?”

“Emang keponakan ibu kenapa?”

“Dia sudah duda, tetapi belum punya anak. Sebenarnya panjang sih ceritanya.”

“Dia di mana?”

“Kamu benaran mau berkenalan dengannya?”

“Jika memang itu jalannya kenapa tidak.”

“Dia ada bersama kita, tapi travelnya nggak sama sama kita.”

“O gitu, gimana caranya aku mengenal dia?”

“Mudah saja jika Allah berkehendak. Nanti kalau kita bisa bertemu di tanah suci ini atau setidaknya sepulang dari sini Ibu akan mencoba bicara agar kalian saling berkenalan.”

“Bagaimana kalau dia tak mau mengenalku?”

“Ibu juga nggak bisa memastikan sih, dia sedikit tertutup apalagi setelah ia gagal mempertahankan rumah tangganya yang baru berjalan setahun.”

“Menyakitkan, aku yang gagal sebelum berumah tangga saja rasanya hancur begini apalagi kalau gagal dalam berumah tangga,” batinku.

“Tap kamu jangan kuatir Ra, yakinlah bahwa jodoh itu ada di tangannya maka perbanyaklah berdoa.”

“Boleh aku tahu namanya Bu?”

“Namanya…”

“Ra, cepatan ntar keburu tinggal Bus,” ujar Arfan begitu melihatku masih santai menuju kamarku bersama Bu Aina.

“Ya, sebentar kok, hanya ganti jilbab dan pakaian seragam lalu berwudhu.”

“Ya udah, buruan. Aku tunggu di sini!”

“Ya.”

Aku dan Bu Aina akhirnya melupakan rencana perkenalanku dengan keponakannya yang juga umroh saat ini namun di travel yang berbeda.

***

“Udah selesai? Yuk kita berangkat sekarang!”

“Ya, sabar. Nunggu Bu Aina dulu.”

Bu Aina dan kedua teman sekamarku datang menghampiri lalu kami pun berangkat. Begitu aku sampai di loby hotel aku tercekat ketika melihat sosok yang pernah kulihat di pesawat sebelumnya.

“Ada apa Ra?” tanya Arfan.

“Nggak, nggak ada apa-apa.”

Aku segera keluar dari hotel menuju bus yang akan membawa kami ke masjid quba. Aku buru-buru menaiki bus, aku kuatir tidak mampu menjaga hatiku yang penuh debaran.

“Ah, aku harus melupakannya, dia sudah milik orang lain,” batinku.

Bersambung.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

mantul bunda...salam sukses selalu.

19 Dec
Balas

terimakasih Bu Cantik

20 Dec

Keren menewen... Sukses selalu

20 Dec
Balas

terimakasih

20 Dec

Mantap ceritanya, Bund. Kutunggu lanjutannya.

19 Dec
Balas

Terimakasih Bu Teti.

19 Dec

Apakah dia yang akan dikenalkan okeh Ibu Aina. Sehat dan sukses selalu bucantik

20 Dec
Balas

terimakasih Bu.

20 Dec

Sukses selalu buat Ibu Sanria Elmi dengan karya-karyanya

20 Dec
Balas

terimakasih Pak

20 Dec

Keren banget Bun cerpennya. Sehat dan sukses selalu buat Bunda Aamiin

19 Dec
Balas

Terimakasih Bunda

19 Dec

Siapa itu ya bunda? Keren bingit ceritanya. Ijin follow ya bun, dg senang hati jika follow balik.

19 Dec
Balas

Terimakasih Cantik

19 Dec

Makin keren dan menarik... Membuat ketagihan dan selalu dinanti... Sukses buat sahabatku sayang... Yang luar biasa dan hebat.. Salam santun

19 Dec
Balas

Terimakasih sahabat Manisku atas suportnya.

19 Dec

Dinanti lanjutannya Bun

19 Dec
Balas

terimakasih

19 Dec

Makin siip kisahnya,Bu. Lanjuut... Salam sukses

19 Dec
Balas

terimakasih Bu Cicik

19 Dec

Keren Bunda cerpennya, sukses selalu.

19 Dec
Balas

terimakasih Bu Cantik

19 Dec

Cerpen yang keren Bu...

19 Dec
Balas

Terimakasih

19 Dec

Keren banget Bunda cantik cerpennya. Sehat dan sukses selalu buat Bunda Aamiin

19 Dec
Balas

Terimakasih Bu Titik yang cantik

19 Dec

Selalu saja ada sensasi hebat membaca masjid Nabawi dan masjidil harom, apalagi lewat tulisan yang indah menawan dengan dibumbui kisah2 keseharian. Keren banget bunda

20 Dec
Balas

Terimakasih Pak

20 Dec

Alur yang dipaparkan semakin menarik..salam sukses selalu. Bunda

20 Dec
Balas

Terimakasih Bu Cantik

20 Dec

Mantaap bunda salam literasi salam kunjung kembali

20 Dec
Balas

terimakasih Bu

20 Dec



search

New Post