Sanria elmi

Nama yang diberikan oleh ortu Sanria Elmi Tempat tugas sebelumnya:SMP N 3 Lubuk Batu Jaya kab. Indragiri Hulu-Riau Tempat tugas saat ini: SMP Negeri 2 Lubuk B...

Selengkapnya
Navigasi Web
RAHASIA HATI Episode 52
postermywall

RAHASIA HATI Episode 52

28/12/2020

RAHASIA HATI

Episode 52

Oleh: Sanria Elmi

Kehidupan laksana menikmati racikan kopi tanpa harus sibuk menimang-nimang wadah sehingga lupa akan nimatnya kopi yang telah diseduh. Aku kembali mengingat filosofi kopi kehidupan itu. Aku ingin melanjutkan langkahku tanpa memikirkan siapapun yang ingin bertemu dengan kepentingan yang tidak kumengerti.

“Oke, Fan, aku pergi dulu. Kamu nggak sekalian?” tanyaku.

“Ya Ra, aku juga mau makan, ntar nggak kebagian,” sahutnya.

Kami mendekati jamaah yang sudah berkumpul di tempat yang telah ditentukan.

“Ayo yang belum kebagian mengambil jatah masing-masing,” ujar pengurus konsumsi perjalanan kami.

Aku dan yang lainnya mengambil jatah makan siang kami dan mencari tempat yang kosong untuk menikmati makan siang kami.

“Buk, aku mau ambil air minum dulu ya,” ujarku pada Buk Aina.

“O, iya, kok kita lupa ngambil air minum ya,” jawab Buk Aina.

“Mbak ikut Ra, biar nggak berat bawanya,” sahut Mbak Misna.

“Ayok, Mbak.”

Aku dan Mbak Misna kembali ke meja pembagian jatah makan siang untuk mengambil air minum.

“Ra, udah selesai makan?” sapa seseorang mengagetkanku.

“Mas! Belum, ni baru mau makan. Mas sudah?” tanyaku.

“Belum, Mas nyari kamu sama Bu de makanya Mas ke sini,” sahutnya sembari menunjukkan nasi kotaknya.

“O, rombongan Mas di mana?” tanyaku.

“Di sebelah sana,” jawabnya sembari menunjuk tempat di seberang kami.

“Mas mau makan bareng kami?”

“Ya, ada yang mau Mas sampaikan sama Bu de, tadi lupa.”

“O, ya udah, Buk Aina di sebelah sana,” sahutku sembari menunjuk tempat makan kami.

“Mas ke sana duluan ya.”

“Ya Mas, aku mau ambil minuman, Mas sudah ada belum?”

“Aduh! Mas lupa bawanya.”

“Biar aku bawakan sekalian nanti, lagian jatah minumnya banyak kok.”

Mas Warso pergi menemui Buk Aina sementara aku dan Mbak Misna berjalan mendekati tempat pembagian jatah makan siang yang tidak begitu jauh dari tempat kami berdiri.

“Ra, kenapa kalian nggak cepat-cepat menikah saja? Mbak lihat War begitu serasi dan juga baik.”

“Nggak tahulah Mbak, kami juga baru ketemu di sini setelah setahun berpisah.”

“Dulu kenapa kok sampai nggak jadian?” tanya Mbak Misna ingin tahu.

“Panjang ceritanya Mbak.”

“Saat itu kalian saling suka kan?”

“Sepertinya begitu Mbak, tapi saat itu aku sudah bertunangan dan bersiap mau menikah, udah deh Mbak, aku malas mengingat hal itu lagi.”

“Maafin Mbak ya, Mbak nggak berniat membuatmu sedih.”

“Nggak apa-apa Mbak.”

“Mbak yakin kalian bakal berjodoh, apa War nggak menyampaikan keinginannya untuk membuka lagi kisah untuk lebih serius, bukannya kalian sama-sama single?”

“Ada sih Mbak, hanya nggak jelas gitu. Lagi pula kan ini di negeri orang dan kita juga lagi ibadah bukan hanya sekeda wisata.”

“Tapi nggak ada salahnya kan, justru di sini lebih sacral bila kalian ijabnya di sini, trus sampai di Indonesia tinggal ngurus surat-surat resminya. Kan lebih aman.”

“Nggak tahu deh Mbak, kalau jodoh nggak ke mana.”

“Mbak setuju, Mbak terus terang salut sama kamu.”

“Salut apanya Mbak?”

“Semuanya, kamu itu gadis yang mandiri dan tidak manja juga kuat.”

“Mbak bisa aja.”

“Eh! Ya, kita udah ditunggu tuh.”

“Mbak sih ngajakku ngobrol,” sahutku.

Kami segera mengambil air minum dan segera kembali ke tempat makan.

“Maaf Buk, kok belum makan?” tanyaku begitu sampai di dekat Buk Aina dan yang lainnya.

“Ibuk nungguin kamu, Warso juga ada tuh.”

“Ya Buk, kita makan aja yuk! Setelah itu kita shalat Zuhur.”

“War, ayo kita makan dulu.”

“Ya Bu de.”

Kami menikmati makan siang bersama di alam terbuka.

“Mas, ini minumnya,” ujarku menyerahkan sebotol air mineral.

“Makasih ya Ra.”

“Sama-sama Mas.”

“Kok masih basa-basi sih? Kayak baru kenal aja,” ujar Mbak Misna.

Aku hanya tersenyum menanggapi ucapan Mbak Misna sembari melihat sekilas pada Mas Warso yang terlihat lucu dengan pakaiannya.

“Mas nggak panas kemulan gitu?” tanyaku mencairkan suasana.

“Panas juga sih, tapi gimana lagi,” sahutnya.

Kukeluarkan tisu dari dalam tas tentengku kuserahkan padanya karena kulihat keringat mengucur di dahinya.

“Mas, tisyunya.”

“Ya Ra, makasih.”

“Ndang nikah, biar dilapkan sekalian,” ujar Mbak Misna menggoda.

“Doakan aja Mbak, semoga terkabul.”

“Aamiin, nikahnya ntar setelah selesai umrohnya biar lebih sacral.”

Mas Warso menatapku lalu tersenyum seolah ada sesautu yang disembunyikannya di balik senyumnya.

“Udah Mbak, jangan digodain terus,” ujarku.

“Mbak penasaran, seperti apa sih hubungan kalian itu? Dekat, saling perhatian tapi tertutup.”

“Ah, ternyata tidak hanya aku yang merasakannya, Mbak Misna juga melihatnya sama sepertiku. Ada yang ditutupi, tapi apa?” batinku.

“Udah, jangan mikir yang lain-lain,” Buk Aina menimpali.

“Nah, ada ibuk juga, kan lebih afdol tuh untuk menyatukan mereka,” sahut Mbak Misna nggak sabaran.

“Biarlah semuanya itu Allah yang ngatur, Ibuk yakin kok, kalau jodoh takkan ke mana.”

Aku hanya diam saja mendengar pembicaraan Buk Aina dan Mbak Misna tentang kami. Mas Warso juga begitu. Aku tidak ingin menduga-duga apalagi berprasangka buruk padanya.

***

Menjelang waktu Isya tiba, kami memasuki tanah suci Makkah Al Mukaromah. Kami tiba di hotel dengan kondisi masih dalam segala pantang larang umroh yang masih diingatkan oleh pemimpin rombongan.

“Jamaah semua, kita makan dulu, setelah itu ke kamar masing-masing, bagi yang mau mandi agar tidak membuka kain ihramnya di sembarang tempat karena kita belum menyelesaikan tertib umronya.”

bersambung

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Cerita yang keren, ingin tau kelanjutannya. Salam kenal bun.. Saya follow ya

28 Dec
Balas

Kisah perjalanan suci sekaligus perjalanan merajut impian. Akankah Warso berjodoh dengan Ra?Lanjutkan dengan karya berikutnya agar terwujud buku tunggal. Terimakasih telah setia mengunjungi sriyonospd.gurusiana.id untuk saling SKSS

29 Dec
Balas

War dan Ra sudah mulai agak terbuka, sehat dan sukses selalu Bucantik

29 Dec
Balas

Makin asyik. Lanjut Bu

29 Dec
Balas

Keren, Bu. Ditunggu kelanjutannya... Sukses selalu...

29 Dec
Balas

apakah Warso akan berjodoh dengan Ra? semakin asyik dan menarik, Bucan.. Sukses selalu, Bucan

29 Dec
Balas

Makin keren sahabatku sayang.. Makin dinanti.. Sukses selalu buat sahabatku yang cantik dan luar biasa.. Salam santun

28 Dec
Balas

Luarbiasa sekali. selalu enak untuk di ikuti. Sukses selalu buat ibu dan salam literasi

29 Dec
Balas

Perjalanan relegius yang sungguh nikmat ya bun

28 Dec
Balas

Terimakasih sudah mampir Bu Cantik

28 Dec

Kisahnya keren penuh liku, lanjut Bun, sukses selalu

29 Dec
Balas

Ceritanya keren bunda. Jadi penasaran kelanjutannya. Sukses slalu

29 Dec
Balas



search

New Post