Sanria elmi

Nama yang diberikan oleh ortu Sanria Elmi Tempat tugas sebelumnya:SMP N 3 Lubuk Batu Jaya kab. Indragiri Hulu-Riau Tempat tugas saat ini: SMP Negeri 2 Lubuk B...

Selengkapnya
Navigasi Web
RAHASIA HATI Episode 55
postermywall

RAHASIA HATI Episode 55

31/12/2020

RAHASIA HATI

Episode 55

Oleh: Sanria Elmi

Kedamaian yang kurasakan di tanah suci ini tak dapat kugambarkan dengan deretan aksara menyulam diksi dalam untaian kalimat. Hatiku terasa tenang hanya kalimat itu yang dapat kuungkapkan. Andai saja aku disuruh memilih menetap atau kembali ke bumi pertiwi yang selama ini begitu kucintai, aku jelas akan memilih menetap di sini. Namun itu tidak mungkin karena semua orang juga berkeinginan dengan hal yang sama.

Waktu magrib telah berlalu, aku sengaja menanti waktu shalat isya di masjidil haram bersama Mbak Aini dan jamaah lainnya sementara Buk Aina dan Mbak Misna kembali ke hotel.

“Kenapa harus kembali ke hotel Buk, sebentar lagi sudah waktu isya, paling Ibuk bisa istirahat sepuluh menit lalu kembali lagi ke sini,” ujarku saat Buk Aina pamit pulang ke hotel.

“Ibuk juga sebentar kok perlunya, ntar lagi juga balik ke sini,” sahutnya.

“Aku tetap di sini nggak apa-apa kan?” tanyaku.

“Nggak apa-apa kok, biar Ibuk sama Misna saja yang ke hotel,” jawab beliau lalu pergi meninggalkan kami.

Aku dan Mbak Aini menghabiskan waktu menjelang shalat Isya dengan membaca quran. Semua membuatku semakin merasakan ketentraman dalam jiwaku yang terasa gersang selama ini. Rasa syukur yang amat dalam tak henti-hentinya kugemakan di hatiku yang sunyi. Hanya ridho dan keampunan-Nya yang kuharapkan. Aku yang naïf penuh dengan debu-debu dosa merasa sangat kecil dan tak berdaya atas segala kebesaran-Nya.

Tanpa sadar, azan berkumandang, kami pun segera melaksanakan shalat Isya berjamaah. Suara Imam yang begitu khusuk melantunkan ayat-ayat-Nya membuat seluruh bulu romaku merinding mendengarnya. Meskipun ayat-ayat yang dilantunkan adalah ayat-ayat panjang namun tidak mengurangi kekhusukan.

Malam yang indah membawaku larut dan hanyut dalam rahmat yang begitu besar. Cinta-Nya yang teramat indah, cinta yang abadi tanpa batas. Kasih yang Maha luas tanpa cacat, kasih yang pantas untuk diraih melebihi kasih makhluknya yang tak sempurna.

“Ra, kamu lupa kalau ada janji hari malam ini?” tanya Mbak Aini membuyarkanku.

“Janji?” tanyaku.

“Kamu benaran lupa?” tanya Mbak Aini.

“Astagfirullah! Ya aku lupa Mbak.”

“Tadi Buk Aina minta aku ngingatkan kamu.”

“Mbak tahu masalah apa ya?” tanyaku.

“Baiknya kita langsung turun mungkin mereka udah nunggu.”

Dadaku berdebar-debar, aku tidak tahu perasaanku terasa ganjil begini.

“Mas, kamu ngapa sih selalu bikin aku seperti ini,” bisisk hatiku.

“Udah, nggak usah dipikirin, yakinlah nggak ada apa-apa kok,” ujar Mbak Aini seolah tahu gelisah hatiku.

“Apa?” batinku bertanya-tanya.

Aku tidak mau menebak-nebak, kucoba meyakini bahwa apapun yang akan kusaksikan adalah hal yang baik. Aku siap untuk apapun karena ini adalah rumah-Nya. Nggak mungkin Mas Warso akan berbuat hal yang akan melukai hatiku. Itu bukan typenya, aku yakin akan hal itu.

“Udah yok, baca bismillah, insyaallah yang terbaik,” ujar Mbak Aini sembari meraih tanganku.

“Ya Mbak.”

Aku melangkah dengan perasaan yang masih berdebar-debar menuju halaman baitullah. Kerumunan jamaah yang tak terhitung jumlahnya membuat langkahku semakin lamban. Mbak Aini menggenggam erat tanganku agar tidak terpisah oleh arus lautan manusia yang sedang tawaf.

Belum sampai kami di depan hijr Ismail, gawaiku berdering. Arfan memanggilku.

“Ya Fan, ada apa?” tanyaku dengan suara yang agak kukeraskan.

“Kamu di mana Ra?”

“Aku di depan Ka’bah, kenapa?”

“Sama siapa?”

“Mbak Aini.”

“Kalian balik ke atas, soalnya di bawah nggak bisa, ramai.”

“O, ya lah.”

“Mbak, kita disuruh ke atas, mereka nunggunya di atas.”

“Waduh! Muter lagi kita.”

“Lewat sini aja Mbak, ntar baru muter.”

Aku dan Mbak Aini dengan susah payah keluar dari kerumunan menuju lantai dua. Arfan menjemputku persis di tangga tempat yang akan kulalui.

“Kok nggak bilang dari tadi sih?” ujarku.

“Buk Aina lupa katanya, orang dah lama nungguin tuh.”

“Fan, ada apa sih? Mas Warso mana?” tanyaku penasaran.

“Nggak usah ditanya, ntar juga tahu.”

Aku, Arfan dan Mbak Aini akhirnya sampai di tempat yang dituju persis searah dengan Hijr Ismail.

“Fan, kita mau shalat ya?” tanyaku.

“Mungkin,” jawab Arfan.

Semua jamaah dari travelku dan beberapa jamaah dari travel Mas Warso sudah berkumpul. Mata mereka tertuju pada kami dengan tatapan yang tidak kumengerti.

“Assalamualaiku,” sapa seseorang di belakangku.

“Waalaikumsalam,” jawab kami bertiga.

Kami berhenti dan menoleh ke belakang.

“Kak Raja,” ujarku.

“Alhamdulillah, akhirnya ketemu juga sama kamu Dek,” ujarnya.

“Fan, aku bisa bicara sama Rani sebentar?”

“O ya, silakan. Tapi jangan lama-lama.”

“Ada apa Kak?” tanyaku.

“Kamu sama Kakak nanti ke sananya.”

“Ada apa sih, kok bikin aku bingung begini?”

“Nggak ada apa-apa, Kakak hanya ada perlu aja.”

Mbak Aini masih menemaniku sementara Arfan sudah bergabung dengan jamaah yang lain.

“Ra, Kakak bawa ini, semoga kamu nggak keberatan memakainya sekarang.”

“Apa ini?” tanyaku.

“Mukena sama sarung tangan.”

“Lho aku kan pakai mukena sekarang.”

“Ambil aja dan ganti sekarang.”

“Ya, udah. Makasih ya Kak.”

Aku melangkah menuju toilet. Kubasuh wajahku dan setelah kukeringkan baru kuganti mukenaku dengan mukena yang diberikan Kak Raja. Walaupun aku binggung dan tidak mengerti apa maksudnya tetap kulakukan karena aku tidak ingin Kak Raja kecewa jika kutolak pemberiannya.

Aku keluar dari toilet setelah berganti mukena yang terlalu mewah menurutku.

“Kak ngapain sih aku harus mukena? Bukannya mukena yang kupakai itu mukena dari travel,” ujarku setelah tiba di dekat Kak Raja.

“Kakak pingin kamu terlihat beda di antara yang lain,” jawabnya.

“Kak, siapa juga mau lihat aku, bukannya aku ke sini karena merasa tidak berbeda dan ingin sama dengan mereka.”

“Kakak hanya bisa berbuat ini, untuk menebus rasa bersalah Kakak selama ini.”

“Kak, ini tanah suci lho, aku nggak mau kita bicara soal yang sudah-sudah. Biarkanlah hanya Dia yang tahu tanpa harus diungkit kembali.”

“Ya, Kakak ngerti kok Ra. Makanya Kakak pingin kamu terlihat spesial hari ini, “ jawabnya.

“Segitunya Kak Raja menebus rasa bersalahnya padahal semuanya sudah kukunci rapi tanpa kubuka kembali kisah masa lalu yang telah usang,” batinku.

“Ra, kamu terlihat cantik banget pakai mukena itu,” bisik Mbak Aini.

“Makasih ya Mbak, tapi aku bingung dengan semua ini, mukena yang spesial, di hari spesial. Aku nggak ulang tahun Mbak,” ujarku.

“Ya sebentar lagi kamu akan tahu Ra.”

“Jadi Mbak juga merahasiakannya dariku?” tanyaku.

“Bukan Ra, tapi Mbak hanya memegang amanah,” sahutnya.

“Buk Aina juga bilang begitu,” ujarku.

Kami bertiga akhirnya mendekati jamaah yang sudah menggelar sajadah di hadapan mereka.

“Assalamualaikum,” sapaku

“Waalaikumsalam, mari silakan duduk,” ujar salah seorang jamaah menuntunku untuk duduk di bagian depan.

“Buk Aina mana?” tanyaku.

“Sebentar lagi sampai,” bisiknya.

“Aku kok seperti mau disidang sih Mbak?” bisikku pada Mbak Aini.

Kak Raja duduk dalam kelompok jamaah laki-laki rombongan kami. Aku menatapnya penuh tanya. Tapi tak satupun di antara mereka yang buka bicara.

“Maaf Ustad, kita mau ngapain ya?” tanyaku pada Ustad Ramadhan yang duduk bersebelahan denganku namun berbatas sajadah.

“Ada yang punya hajatan dan mengundang kita ke sini,” sahutnya.

“Siapa?” tanyaku.

“Pak Warsono, beliau meminta kita semua berkumpul di sini.”

“Aduh Mas, kamu bikin hajatan apa sih Mas?” batinku.

Bersambung dulu ya.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Menarik Bu, lanjut. Sehat selalu dan salam literasi

01 Jan
Balas

Terimakasih

01 Jan

Wah Ra bakalan bahagia nih. Sehat dan sukses selalu Bucantik

01 Jan
Balas

Terimakasih Bu Cantik

01 Jan

Semakin menarik, Bunda... Semakin penasaran dengan kelanjutannya... Salam sehat dan sukses selalu, Bunda

01 Jan
Balas

terimakasih Bu Cantik

01 Jan

Aduh, ada apaan sih? jadi ikut penasaran Bunda... Keren banget kisahnya.

01 Jan
Balas

wow, penasaran... berdebar hati tak henti menunggu esuk.. keren Bunda

31 Dec
Balas

Terimakasih Bu Cantik

01 Jan

Lagi enak dibaca bersambung.... Bunda selalu mengemas cerita menjadi asyik dan menarik..salam sukses selalu

01 Jan
Balas

ha..ha..ha... terimakasih sudah mampir Bu Cantik

01 Jan

Keren rahasia hati, sukses selalu bu

01 Jan
Balas

Buat penasaran bunda ceritanya , ..sukses bunda ,salam literasi

01 Jan
Balas

Terimakasih

01 Jan

Semoga bisa merasakan kebahagiaan. Sukses slalu bunda

01 Jan
Balas

Aamiin, terimakasih sudah hadir

01 Jan

Semoga bisa merasakan kebahagiaan. Sukses slalu bunda

01 Jan
Balas



search

New Post