Santi Nurmalahayati

Guru Bimbingan Konseling di SMAN 15 Surabaya. Penulis buku berjudul Guru (Harus) Ke Luar Negeri! dan Jejak Emas di Olimpiade Guru Nasional. Pernah terpilih seba...

Selengkapnya
Navigasi Web
NAK, INI BUKAN LIBURAN. INI UJIAN.

NAK, INI BUKAN LIBURAN. INI UJIAN.

"Bu, kapan kita akan libur minggu tenang?"

"Bu, nanti ada libur kan sebelum UN?"

"Bu, kenapa sih harus masuk sekolah terus? Kenapa tidak belajar di rumah saja?"

"Bu, boleh nggak kalau gak masuk sekolah untuk isitirahat dan belajar di rumah aja?"

Begitulah pertanyaan-pertanyaan yang sering kalian ajukan akhir-akhir ini.

Masih ingatkah jawaban gurumu atas pertanyaan-pertanyaan diatas? "Nikmati saja Nak. Lelahnya belajar dan berangkat ke sekolah. Momennya tinggal sebentar lagi. Masa SMA itu paling menyenangkan." 

Suasana kelas yang berantakan, teman-teman yang menyebalkan, pelajaran yang membosankan, bahkan omelan guru ketika kamu bertingkah semaunya, kelak akan menjadi kenangan yang dirindukan.

Saat kamu kuliah nanti, suasananya takkan sama. Takkan ada lagi yang menegurmu karena bersandal. Takkan ada yang mengingatkanmu bahwa rambutmu terlihat panjang. Takkan ada lagi yang memaksamu bertahan di sekolah mulai pagi hingga sore hari. Takkan ada lagi aturan yang membuatmu merasa terbelenggu. Tak ada lagi panggilan untuk segera mengumpulkan ini itu.

Kembali ke pertanyaan-pertanyaanmu diatas. Akhirnya benar-benar kejadian kan. Mungkin keinginan untuk libur begitu kuat dan masif, hingga akhirnya semesta mendukung. Tanpa diduga sebelumnya, Presiden RI, Gubernur Jawa Timur, Walikota Surabaya, hingga Kepala Sekolah akhirnya bersepakat meluluskan harapanmu. Kamu gak perlu ke sekolah Nak. Tak hanya sehari dua hari. Tapi 2 minggu. Bukan gak perlu. Tapi gak boleh ke sekolah.

Apakah kamu senang, Nak? Apakah ini yang benar-benar kamu inginkan? Keleluasaan untuk melakukan apapun. Pada waktu yang sangat panjang.

Tapi jangan keburu senang dulu, Nak. Ini bukan liburan. Ini ujian. Bukan sekedar ujian nasional. Juga bukan ujian masuk perguruan tinggi. Kamu tidak akan menghadapi soal sulit. Tapi kamu harus menghadapi lawan tersulit. Bukan sesuatu yang menakutkan kok. Karena yang harus kamu hadapi adalah dirimu sendiri.

Ya. Situasi ini adalah ujian kehidupan. Ujian kemanusiaan. Masa-masa ini akan menentukan. Sejauh mana kualitas dirimu. Sejauh mana kualitas kemanusiaanmu. Sejauh mana kemampuanmu berempati.

Ketika kamu hanya diminta untuk tidak keluar rumah. Ketika kamu tahu bahwa setelah 2 minggu, kamu akan menghadapi ujian nasional. Ketika kamu harus mempersiapkan diri menghadapi seleksi masuk perguruan tinggi. Ketika kamu harus mengurus berbagai proses pendaftaran studi lanjutan.

Kamu diminta untuk tidak keluar rumah agar penyebaran virus dapat dihentikan. Virus yang tidak kelihatan. Yang tidak seorangpun tahu siapa pembawanya. Tapi upayamu menahan diri untuk tidak keluar rumah adalah sebuah kontribusi.  Bertahan dan menjaga diri untuk tetap sehat adalah kontribusi. Sebuah kontribusi untuk kemanusiaan.

Kalaupun kamu tidak bisa terjun langsung mengatasi pandemi Covid-19, bertahan di rumah dapat menjadikanmu lebih aman dari pandemi. Dengan demikian, kamu tidak akan tertular. Tidak akan menularkan. Tidak akan menjadi beban.

Kamu mungkin merasa sehat. Kamu punya kekebalan tubuh yang kuat. Kamu mungkin merasa akan tetap baik-baik saja meskipun terpapar coronavirus.Tapi sayangnya, ini bukan cuma tentang kamu.

Ketika kamu membawa virus ini dalam tubuhmu, ada orang-orang rentan yang akan terancam hidupnya. Bersinmu, sentuhan tanganmu, jejak-jejak yang ditinggalkan di setiap benda yang tersentuh. Siapa yang tahu? Bisa jadi membahayakan orang lain. Mereka yang punya riwayat asthma, diabetes, hipertensi, kanker, kakek nenek kamu, atau mereka yang memiliki resiko tinggi karena imunitas tubuh yang rendah. Mereka bisa terancam nyawanya akibat pneumonia akut yang disebabkan coronavirus.

Kamu hanya diminta melakukan social distancing. Menjaga jarak sosial. Menghindari kerumunan. Agar tidak tertular. Karena kita gak pernah tahu, siapa diantara orang-orang yang ditemui yang membawa virus ini. Hanya 14 hari, nak. Kalau semua orang di negeri ini mau berkontribusi, kita berharap dalam 14 hari penyebaran virus akan terhenti. Mungkinkah? Tergantung kepedulian orang-orang tentunya. Apakah kamu termasuk yang peduli?

Peduli atau tidak peduli dengan seruan untuk bertahan di rumah adalah ujian. Ujian kemanusiaan. Apakah kamu menganggap bahwa setiap nyawa berharga? Apakah kamu turut berperan mencegah pandemi ini meluas? Kalau kamu peduli, bertahanlah di rumah Nak. Karena ini bukan liburan. Ini ujian.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Luar biasa mba Santi...

19 Mar
Balas

Terimakasih Mbak Atik.. apa kabar..? Senang bisa bersapa lagi..

19 Mar

Selamat buk, tulisannya masuk artikel populer hari ini

19 Mar
Balas

Terimakasih Pak..

20 Mar

Semangat untuk teman-teman yang belajar dirumah, libur bukan berarti kita tidak belajar ya.. Tugas dari guru juga harus dikerjakan :))

19 Mar
Balas



search

New Post