Santi Nurmalahayati

Guru Bimbingan Konseling di SMAN 15 Surabaya. Penulis buku berjudul Guru (Harus) Ke Luar Negeri! dan Jejak Emas di Olimpiade Guru Nasional. Pernah terpilih seba...

Selengkapnya
Navigasi Web
SUDAH BERAPA TAHUN MENJADI GURU?
Bersama 429 siswa bimbingan tahun ajaran 2019-2020

SUDAH BERAPA TAHUN MENJADI GURU?

Mulai hari ini, saya bisa menjawab pertanyaan diatas dengan : 10 tahun. Tepat hari ini, 10 tahun lalu, saya menginjakkan kaki untuk pertama kalinya di SMAN 15 Surabaya. Sekolah pertama (dan semoga tidak yang terakhir) tempat saya mengabdikan diri sebagai guru.

Saya masih ingat, hari itu saya mendatangi ruang Tata Usaha. Berbekal Surat Keputusan Walikota Surabaya dan Surat Perintah Melaksanakan Tugas dari Dinas Pendidikan. Ibu Karti, seorang staf Tata Usaha, mengantarkan saya menemui Kepala Sekolah.

Setelah menunjukkan surat-surat, Pak Kasnoko, sang Kepala Sekolah, memberikan pernyataan yang membuat saya terhenyak sejenak: “Kami tidak membutuhkan guru Bimbingan Konseling. Jumlah guru BK disini sudah mencukupi. Baru saja beberapa bulan yang lalu menerima guru mutasi”. Saya speechless. Saya tak pernah meminta untuk ditempatkan disini. Saya juga tak paham, apa pertimbangan Walikota atau Badan Kepegawaian Daerah menempatkan saya di sekolah ini.

“Saya dijanjikan seorang lulusan psikologi, namun kenapa yang dikirimkan jurusan bimbingan konseling lagi?”, tambah Sang Kepsek. Pada tahun 2010, jumlah CPNS guru BK SMA di Kota Surabaya ada dua orang. Saya dan Mbak Eva. Formasi BK SMP juga 2 orang. Kami semua ditempatkan di SMPN & SMAN RSBI yang saat itu memang hanya 2 sekolah. Dari kami berempat, memang hanya saya yang lulusan bimbingan konseling. Lainnya psikologi. “Ya, bagaimana lagi. SK nya sudah disini. Setelah ini, silakan menemui Koordinator BK dulu ya”, akhirnya beliau memutuskan.

Saya tak langsung dibawa ke ruang BK. Koordinator BK bersama guru BK yang merangkap Wakasek Kesiswaan menemui saya. Saya diwawancara singkat, dan diberikan pengantar sebelum memasuki ruang BK. Saya harus siap untuk menyesuaikan diri, pesan mereka. Sebagian besar guru yang akan saya temui seusia orangtua saya.

“Sudah berapa tahun menjadi guru?” Pertanyaan ini acap kali ditanyakan oleh para senior. Sejak awal menjadi guru. Saat itu, hanya segelintir guru baru berusia dibawah 30 tahun. Saking seringnya ditanyakan, membuat saya menjadi cukup tahu diri. Bahwa saya memang belum mempunyai cukup pengalaman. Bahwa saya harus senantiasa belajar. Bahwa kesempatan saya untuk berkembang masih panjang.

Ini adalah pengalaman pertama saya bekerja bersama rekan-rekan yang jauh lebih senior. Saya seringkali dipandang sebagai “anak kecil” atau “anak kemarin sore”. Predikat ini membuat saya pantas diberikan pekerjaan, namun belum pantas diberikan penghargaan.

Kabar baiknya, tak semua orang memandang sebelah mata seorang guru muda (yang dianggap) tak berpengalaman ini. Pak Kasnoko, yang awalnya seolah menolak saya, justru menjadi orang pertama yang memberikan kesempatan. Setelah beberapa hari di sekolah, beliau memanggil saya ke ruangannya. “Saya telah mempelajari berkas-berkas anda”, ia membuka percakapan. Ah..akhirnya. Ada juga yang memperhatikan dan menanyakan pengalaman saya sebelumnya.

Dalam berkas yang saya kumpulkan, saya melampirkan berlembar-lembar sertifikat pelatihan berskala nasional dan internasional. Hasil mengasah diri selama bertahun-tahun selama menjadi relawan di sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat di Jakarta. Saya telah banyak mempelajari tentang isu-isu kesehatan reproduksi remaja, gender, HIV/AIDS, hak-hak anak, entrepreneurship, facilitating skills, trauma healing, hingga 3R (Right, Representatives, Responsibilities). Meski belum pernah menjadi guru, saya juga memiliki sedikit pengalaman kerja. Selama hampir dua tahun, saya memfasilitasi konseling kelompok bagi anak-anak di Lembaga Pemasyarakatan Pria dan Wanita Tangerang. Program yang saya kerjakan merupakan kerjasama PKBI DKI Jakarta dan International Labour Organization, untuk project Psychosocial Approach to Withdraw Children Who Involve in Drugs Trafficking. Saya cukup beruntung. Karena menghabiskan masa kuliah dalam lingkaran pergaulan yang membuat saya dapat mengakses pelatihan-pelatihan yang diadakan oleh lembaga-lembaga bergengsi seperti UNICEF, ILO, maupun UNFPA.

Bagi Kepala Sekolah, pengalaman saya merupakan hal yang sangat berarti. Apalagi di sekolah berlabel Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional. Guru-guru diharapkan menguasai komputer dan Bahasa Inggris dengan baik. Di pertemuan kedua ini, Kepala Sekolah memberikan tantangan kepada saya. “Ibu, saya beri waktu satu minggu. Silakan Ibu mempelajari sekolah ini. Dari pengetahuan dan pengalaman yang Ibu miliki, program apa yang bisa Ibu usulkan untuk dilakukan di sekolah ini.”

Saya tak menyia-nyiakan kesempatan ini. Dalam waktu satu minggu, saya membuat analisis SWOT (Strength,Weakness, Opportunity, & Threat) . Hasil observasi saya tentang layanan Bimbingan Konseling dan program sekolah lainnya. Bahwa sekolah ini memiliki potensi yang luar biasa. Namun masih banyak celah yang dapat ditingkatkan kualitasnya. Saya mengusulkan beberapa hal, diantaranya pengorganisasian data siswa dan kegiatan Keputrian.

Kegiatan Keputrian merupakan kegiatan untuk para siswi di sekolah, di saat para siswa melaksanakan sholat Jumat. Pada kegiatan ini, saya mengusulkan aktivititas berisi informasi dan diskusi tentang kesehatan reproduksi remaja. Alhamdulillah, dengan dukungan dari berbagai pihak, program ini berjalan lancar. Kegiatan ini baru dihentikan ketika pergantian Kepala Sekolah dengan alasan tidak ada dana. Hehe, padahal kegiatan ini tidak membutuhkan banyak dana. Bahkan tetap bisa dilaksanakan tanpa dana sepeserpun.

Untuk pengorganisasian data, Kepala Sekolah kemudian menempatkan saya untuk turut membantu guru-guru IT. Setelah itu, saya diberikan kesempatan untuk mengikuti pelatihan PAS di ibukota. Di tahun ajaran baru, masih di tahun pertama menjadi guru, saya ditempatkan sebagai anggota tim untuk membantu tugas-tugas Wakasek Kurikulum.

Tahun-tahun awal menjadi guru memang tidak mudah. Meskipun Kepala Sekolah memberikan banyak kepercayaan, namun tantangan hadir dari berbagai sisi. Saya berusaha menempatkan diri sebagai new comer, sambil berusaha menjadi fast learner.

Flashback ke masa-masa ini menjadi bahan pengingat diri. Bahwa semua proses yang telah dilalui, bahkan di tahun pertama, adalah momen penting yang membentuk diri. Tak melulu hal menyenangkan yang membuat kita menjadi lebih baik. Seringkali, hal-hal yang tidak mengenakkan justru menjadi amunisi. Untuk meningkatkan kompetensi dan kualitas diri.

#sedasajadiguru

#myfirstyear

#11Februari

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Mantap

11 Feb
Balas

Terimakasih Bu Isti..

11 Feb

Mantap..inspiratif..trims telah berbagi

11 Feb
Balas

terimakasih juga telah membaca & mengapresiasi tulisan ini..

12 Feb

Mantap Bu... tetap bekerja dan berkarya,walau orang memang sebelah mata, seiring waktu akan tau kualitas kita, semangat ibu...

11 Feb
Balas

Guru hebat penuh dedikasi

15 Feb
Balas

Lanjutkan perjuanganmu bu santi

11 Feb
Balas

terimakasih Pak Mangatur

11 Feb

Mantap Bu Nur. Selamat & Sukses. BAAROKALLAAH. Aamiin

11 Feb
Balas

Mantap bu

11 Feb
Balas

Muantapppp

11 Feb
Balas



search

New Post