Sardono Syarief

Sardono Syarief, guru SDN 01 Domiyang, Paninggaran, Pekalongan, Jawa Tengah. Penulis lepas untuk media cetak dan sosmed....

Selengkapnya
Navigasi Web

Percik Api di Dalam Kedai

Novel Remaja: Percik Api di Dalam Kedai Oleh Sardono Syarief Bagan 1 Gebyar Pakulsemego

“Yon, tunggu, Yon!”

Mendengar namanya dipanggil seseorang, Yondi segera berpaling ke arah sumber suara. Agak jauh di belakangnya, terlihat Erwin lari-lari kecil mengejarnya.

“Ada apa, Win?”tanya Yondi begitu Erwin tiba di depannya. Keduanya lalu menepi jalan. Berteduh di bawah pohon manggis yang dirasa rindang.

“Nanti sore kamu, aku, Mila, Yeni, dan Ana diminta datang ke rumah Bu Guru Lia,”ujar Erwin di sela napasnya yang terengah-engah.

“Memangnya ada apa?”

“Kata Bu Lia,”Erwin menjawab. “Untuk mengisi kegiatan jeda tengah semester pertama besok,” sambungnya. ”Sebagai wartawan sekolah kita diminta meliput berita, Yon. Terutama tentang peristiwa menarik. Peristiwa langka yang bakal kita temukan di acara Gebyar Pakulsemego.”

“Apa itu Gebyar Pakulsemego,Win?”seketika kening Yondi berkerut dalam.

“Oh, tidak tahukah engkau, Sahabat?”canda Erwin menggoda temannya.

Yondi menggeleng-gelengkan kepala.

“Jangan bercanda, ah! Apa itu Gebyar Pakulsemego?”

“He, he, he…!”tawa Erwin seraya menepuk-nepuk pundak Yondi. “Gebyar Pakulsemego adalah Gebyar Pameran Kuliner Sejuta Sego Megono,Yon. Paham?”

“Oh!”mulut Yondi seketika monyong membentuk huruf O besar. “Ada-ada saja kamu ini bicara, Win. Suka bercanda, lagi!” Yondi membalas tepukan ke pundak temannya berulang kali. “Di mana acara itu bakal diadakan, Win?”sambung Yondi penuh rasa penasaran.

“Kata Bu Lia, acara langka tersebut akan diadakan di Alun-alun Kajen, ibukota Kabupaten Pekalongan,Yon.”

“Kapankah itu?” Yondi kian penasaran.

“Besok. Maka, untuk lebih jelasnya, nanti sore kita diminta datang ke rumah Bu Guru.”

“Benarkah katamu?”

“Benar. Ini pesan baru dari Bu Lia. Pesan ini aku terima tadi ketika berpapasan di depan kantor guru.”

“Oke,”sahut Yondi mantap. “Nanti sore aku akan berusaha untuk bisa datang, Win. Kita bertemu di sana,ya?"

“Beres!”dengan mantap pula Erwin menanggapi harapan Yondi.

“Terima kasih,”sahut Yondi seraya tersenyum puas. “Kalau begitu,”lanjut anak berperawakan tinggi itu. “Mari, kita pulang bersama!”ajak Yondi seraya menggandeng lengan Erwin penuh persahabatan.

***

Siang itu, Yondi dan Erwin tengah pulang dari sekolah. Seperti hari-hari biasa, keduanya menyusuri jalan pintas. Jalan desa yang menghubungkan sekolah dengan rumah keduanya.

Yondi maupun Erwin memilih jalan pintas karena di sepanjang jalan itu dirasa tidak begitu panas. Di kanan kiri jalan tersebut masih banyak ditumbuhi pohon manggis, nangka, mangga, dan rambutan yang cukup rindang. Sehingga di samping bisa sering berteduh, keduanya pun akan cepat sampai di rumah masing-masing.

Yondi dan Erwin adalah murid kelas IX B SMP 2 Paninggaran. Keduanya merupakan wartawan sekolah. Dalam mencari berita, mereka sering dibantu oleh Yeni, Mila, dan Ana. Kelima anak ini dikenal Bu Guru Lia sebagai pengisi tulisan yang cukup rajin. Terutama dalam mengisi berita pada majalah dinding sekolahnya.

Tidak cuma itu. Tulisan mereka bahkan sering dimuat oleh koran daerah. Khususnya pada kolom remaja. Sering mereka menerima honor atau upah dari koran yang memuat tulisan mereka.

Kini sore telah tiba. Yondi, Erwin,Yeni, Ana, dan Mila pun telah berada di rumah Bu Lia. Kelima anak tersebut telah dipersilakan duduk berjajar di atas karpet. Karpet warna cokelat yang digelar lebar di ruang tengah. Tampak di hadapan Yondi dan kawan-kawan, lima gelas teh manis. Sederet makanan kecil juga tampak berjajar di dalam stoples plastik.

“Silakan diminum, Anak-anak!” Bu Lia mempersilakan kepada kelima anak didiknya.

“Iya, Bu. Terima kasih, Bu,”sembari tersenyum kecil, Yondi menjawab mewakili teman-temannya.

“Anak-anak,”demikian Bu Lia mengawali percakapan.

Yondi dan keempat temannya yang disebut anak-anak oleh Bu Lia tadi, diam. Mereka memusatkan perhatian. Tentunya untuk mendengarkan apa yang akan dikatakan Bu Lia selanjutnya.

“Sesuai dengan rencana yang telah ditentukan pihak sekolah,”demikian Bu Lia meneruskan kalimatnya. “Besok kalian berlima akan Ibu ajak jalan-jalan ke Alun-alun Kajen. Kiranya bersediakah?”sambil tersenyum ramah, Bu Lia mengedarkan pandang kepada Yondi dan kawan-kawan.

Kelima anak yang ditanya tidak lekas menjawab. Mereka tampak ragu-ragu. Mereka saling menyikut satu dengan yang lain.

“Maaf, Bu!”akhirnya Yondi memberanikan diri menanggapi pertanyaan ibu guru bahasa Indonesianya.

“Iya, Yondi?”lurus-lurus pandangan Bu Lia tertuju ke arah Yondi.

“Ibu mengajak kami jalan-jalan ke Kajen, kiranya dalam rangka apa, Bu?”

“Oh, itu?”Bu Lia mengangguk berulang-ulang

“Benar, Bu. Kiranya untuk keperluan apa, Bu?”dengan gerak lincahnya Mila ikut menguatkan pertanyaan Yondi.

“Kalian wartawan sekolah, bukan?”

“Benar, Bu,”Erwin membenarkan.

“Nah, karena kalian wartawan sekolah,”sahut Bu Lia selanjutnya. “Kalian diberi tugas oleh pihak sekolah. Tugas untuk meliput berita yang sangat unik. Unik karena belum pernah terjadi di daerah lain di Indonesia, Anak-anak.”

“Ah! Kiranya berita tentang apakah itu, Bu?”Yeni penasaran. Anak yang berkulit kuning langsat itu mengerutkan keningnya dalam-dalam.

“Ingin tahukah kamu, Yen?”

“Tentu saja, Bu!”Yeni menyahuti pertanyaan Bu Lia dengan suara agak serak melengking. Dari lengkingan Yeni tadi, sempat membuat tertawa keempat kawannya yang lain.

“Begini, Anak-anak,”ujar Bu Guru kemudian setelah tawa Yondi dan kawan-kawannya reda.“Mulai besok,”sambungnya. “Di Alun-alun Kajen bakal digelar acara Gebyar Pameran Kuliner Sejuta Sega Megana atau sering disebut orang ‘Gebyar Pakulsemego’.

Acara ini diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Pekalongan. Acara ini dibuka untuk masyarakat umum. Pengunjung dipersilakan makan nasi atau sega megana sepuas-puasnya secara gratis.

Pengunjung dipersilakan makan dari satu kedai ke kedai lain. Tentu saja kedai yang menyediakan sego megono, Anak-anak.”

“Apakah di kedai-kedai itu menyediakan sego megono dalam jumlah yang banyak, Bu? Sehingga tidak bakal kehabisan, jika kebetulan pengunjung Gebyar Pakulsemego meledak?”Mila bertanya.

Seraya menarik napas, Bu Lia tersenyum.

“Lewat ratusan kedai, Pemda menyediakan banyak sego megono untuk masyarakat Kabupaten Pekalongan, Anak-anak. Sehingga dijamin tak akan kehabisan.”

Yondi dan keempat kawannya terlihat mengangguk-angguk, paham.

“Maaf, Bu,”sela Ana ingin tahu lebih jauh.

“Ya?”sahut Bu Guru muda yang berparas jelita itu dengan tulus.

“Bagaimana jika ada pengunjung yang makan selain sego megono? Apakah yang bersangkutan diwajibkan membayar, Bu?”lanjut Ana sambil membetulkan helai rambut yang menutup mata dengan jemari tangan kanannya.

“Betul apa yang kaukatakan, Ana!”sahut Bu Lia cepat. “Yang gratis itu kan cuma sego megono. Untuk penikmat sego yang lain, pengunjung harus membayar sendiri.”

Ana, Mila, Yeni, Erwin, maupun Yondi mengangguk-angguk lagi.

“Dari itulah jika kalian bersedia,”ujar Bu Lia. “Besok kalian akan Bu Guru ajak berkunjung ke sana. Tentu saja untuk meliput berita yang amat menarik tersebut. Bagaimana?”

“Oke, Bu. Saya siap,”sahut Yondi mantap.

“Saya juga siap, Bu,”Erwin ikut menimpali.

“Bagaimana dengan yang lain? Khususnya Yeni, Mila, dan Ana?”

“Kami siap juga, Bu,”sahut mereka bertiga bersamaan.

“Terima kasih,”sahut Bu Lia senang. “Sebelum Ibu akhiri pertemuan ini,”lanjutnya. “Adakah yang akan kalian tanyakan lagi Yondi, Erwin, dan yang lain?”

“Ada, Bu,”timpal Yondi dengan sopan.

“Iya, silakan, Yondi.”

“Acara yang bakal digelar tentang kuliner bukan, Bu?”

“Iya, benar, Yon. Kenapa?”

“Selain sego megono,”ucap Yondi seterusnya. “Di sana apakah dipamerkan juga macam kuliner yang lainnya, Bu?”

“Betul,”sahut Bu Lia. “Pada acara yang bakal digelar mulai besok itu,”lanjut Bu Guru. “Kecuali sego megono, Pemda Pekalongan juga memamerkan macam-macam kuliner yang berasal dari daerah lain di seluruh Indonesia, Yon.”

“Wah, wah, wah! Meriah sekali kesannya ya, Bu?”seru Mila berseri-seri.

“Iya,”Bu Lia mengiyakan.

“Bakal seru amat, Bu!”sambung Erwin dengan wajah ceria.

“Bisa jadi,”Bu Lia tersenyum. Lesung kedua pipinya menambah manis pada rupanya yang memang amat cantik itu.

“Maaf, Bu,”Yeni menyela. “Boleh saya tanya sedikit lagi, Bu?”sambung anak itu meminta izin ibu gurunya.

“Oh, ya. Silakan, Yen!”

“Selain berita umum,”lanjut Yeni dengan kenesnya, “Bolehkah kami menulis tentang cara membuat sego megono, misalnya, Bu?”

“Oh, boleh-boleh. Boleh saja, Yen. Silakan kalian tulis. Bahkan kalau perlu, jangan hanya sego megono saja. Untuk kuliner yang lain pun silakan!”

“Benar begitu, Bu?”senyum gembira Yeni makin melebar.

Bu Lia mengangguk. “Sepanjang tulisanmu bermanfaat bagi orang banyak, mengapa Ibu Guru harus melarang?”

Yeni, Yondi, Erwin, Mila, dan Ana mengangguk-angguk senang.

“Masih adakah yang akan kalian tanyakan lagi, Anak-anak?”

“Masih, Bu,”Yondi mengacungkan jari telunjuk kanannya.

“Silakan!”Bu Lia memandangi Yondi lurus-lurus.

“Besok jam berapa kami harus kumpul? Di mana tempatnya, Bu?”

“Oh, iya! Bu Guru malah lupa itu, Yon,”sahut Bu Lia. “Agar tidak saling menunggu,”ujar bu guru cantik itu lebih lanjut. “Sebaiknya kalian menunggu Bu Guru di sekolah saja. Kita berangkat sekitar pukul 08.00 pagi. Setiba di tempat pameran, bersama-sama kita sarapan sego megono. Oke?”

“Oke, Bu..!”sahut kelima anak didik Bu Lia serempak.

Merasa sudah tidak ada yang perlu ditanyakan lagi. Tambahan pula jam di dinding ruang tengah Bu Lia telah menunjuk pukul 17.15. Maka, berkatalah Yondi.

“Maaf, Bu,”ujar anak itu. “Berhubung hari sudah sore,”sambungnya. “Kami minta pamit. Terima kasih atas segala masukan, saran, serta nyamikan yang Ibu suguhkan.”

“Begitu?”Bu Lia ingin yakin.

“Iya, Bu,”sahut kelima anak itu secara bersamaan.

“Kalau begitu, Ibu terima kasih juga. Kalian sudah mau meluangkan waktu datang ke rumah Ibu. Mudah-mudahan semua rencana kita lancar. Tak ada rintangan apa pun.”

“Amin, Bu,”sahut Yondi dan keempat kawannya serempak.

Selang tak lama, pulanglah kelima anak tadi. Tentunya setelah sesaat sebelumnya mereka saling mencium tangan Bu Lia.***

(Bersambung)

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post