Sardono Syarief

Sardono Syarief, guru SDN 01 Domiyang, Paninggaran, Pekalongan, Jawa Tengah. Penulis lepas untuk media cetak dan sosmed....

Selengkapnya
Navigasi Web

Percik Api di Dalam Kedai (Bagian 6)

6. Lidah Api di Tengah Hari

Baru sesaat Yondi dan kawan-kawan meningalkan kedai dawet ayu. Tiba-tiba mereka dikejutkan oleh sebuah teriakan keras-keras dari seberang jalan. Dari sudut alun-alun sebelah timur.

“Tolong, kebakaran! Tolong...! Kedaiku kebakaran! Tolong! Tolong, kedaiku kebakaran! Tolong….!”seorang bapak berkaos oblong pendek putih, berteriak-teriak. Histeris!

Lelaki 50 tahunan itu lari ke sana kemari, keluar-masuk kedai tak jelas arah. Bolak-balik dipenuhi rasa panik pada pikirannya. Harapannya, satu! Datang para penolong dengan cepat. Memadamkan lidah api yang menjulur-julur hendak melahap semua yang ada di dalam kedainya.

“Tolong, Pak, Mas. Kedai saya terbakar! Tolong…! ”teriaknya berulang-ulang sampai serak.

Mendengar suara di siang bolong yang amat mengagetkan banyak pengujung pameran tadi, segera berdatangan orang ke arah kedai. Bersama-sama mereka berusaha memadamkan api yang lidahnya menjulur-julur ke atap kedai. Lebih-lebih siang itu angin laut berhembus kencang. Menyebabkan lidah api itu makin tinggi dan berlenggak-lenggok di udara. Seakan tak mau dijinakkan dengan pentungan kayu, siraman air, timbunan tanah maupun pasir dari para penolong.

“Tolong, Pak. Hwa, hwa, hwa….!”tangis bapak pemilik kedai memilukan. “Habislah sudah semua daganganku. Hwa, hwa, hwa….!”bapak tadi menangis berguling-guling di tanah. Sejadi-jadinya. Tak peduli ke arah aman atau bahaya. Bapak tadi seperti lepas dari akal sehatnya.

Menyaksikan itu, Yondi dan Erwin segera beranjak lari ke tempat kejadian.

“Ayo, kita bantu, Win!”ajak Yondi. “Kau, Mila, dan Ana menunggu kami di sini, Yen!”

“Apakah tak boleh ikut?”sahut Yeni gugup.

“Tak usah! Biar aku dan Erwin saja,”cegah Yondi seraya berlari ke arah kejadian.

Yeni, Ana, dan Mila menurut.

”Ayo lari, Win!”ajak Yondi seraya menarik lengan Erwin.

“Ayo,”Erwin mengikuti ajakan Yondi.

Setiba di tempat kejadian, para penolong sudah terlihat ramai. Mereka ribut, saling berusaha memadamkan api yang berkobar-kobar. Suara mereka gaduh, tak jelas ngomong apa. Yondi maupun Erwin tak menghiraukan suara mereka. Kedua anak itu lebih mementingkan pada pertolongan nyata. Dengan sekuat tenaga keduanya berusaha ikut memadamkan kobaran api.

Namun selagi mau mengambil air di selokan tak jauh dari tempat kejadian, tiba-tiba Yondi kaget. Sepasang matanya kuat-kuat menangkap seonggok benda berwarna hitam di kolong meja kedai yang belum habis dilalap api.

“Win. Coba, kauperhatikan benda di bawah meja kedai itu!” Yondi berbisik ke telinga kanan Erwin. “Apa kiranya benda itu, Win?”

Erwin secepat kilat melepaskan pandangannya lurus-lurus ke arah yang dimaksud Yondi.

“Apa ya, Yon?”kerut dahi Erwin tampak bergaris-garis. “Apa tidak sebaiknya kita dekati benda itu, Yon?”

“Di tengah lalu lalang para penolong yang sedang ribut memadamkan api itu, Win?”

“Iya.”

“Kalau mereka marah-marah kepada kita, bagaimana?”

“Lo, kita kan penolong juga, Yon? Mengapa harus khawatir?”

“Ya, sudah. Ayo!”nyali kecil Yondi bangkit. Timbul rasa beraninya untuk menembus keriuhan para penolong kebakaran.

Dengan hati-hati kedua anak itu melangkah. Mereka jalan berjingkat, menerobos puluhan orang yang sedang sibuk berusaha memadamkan api. Kedua anak lelaki tadi nekad memasuki kedai yang masih dijilad-jilad oleh panas dan ganasnya lidah api.

“Hai, mau ke mana kalian? Berhentilah! Jangan masuk ke kedai!”teriak-teriak salah seorang penolong kebakaran. “Kalau tidak ingin mati, jangan nekad masuk ke situ! Cepat kalian minggir!”cegah lelaki berewok dan berbadan kekar itu keras-keras.

Yondi maupun Erwin tidak menghiraukan larangan bapak berewok tadi. Di hatinya penasaran. Ingin tahu persis, benda apakah yang menggunung di bawah meja kedai tadi.

“Innalillahi wainnailaihi rajiun…!”seru Yondi melengking tinggi, begitu tahu bahwa onggokan itu adalah Pak No, si pemilik kedai. Lelaki yang belum lama tadi berteriak-teriak meminta tolong.

“Ada apa, Yon?”Erwin menyambutnya dengan penasaran.

“Bapak pemilik kedai yang berteriak meminta tolong tadi, Win,”jawab Yondi. “Dia, dia, telah hangus terbujur, Win. Dia telah meninggal terbakar, Win,”Yondi memberitahukan kepada teman dekatnya.

“Tolong,Pak. Tolong…! Bapak pemilik kedai ini meninggal terbakar di sini, Pak. Tolong, Bapak ada yang masuk ke sini, Pak! Di kolong meja ini, Bapak pemilik kedai telah tak bernyawa,”teriak-teriak Yondi dan Erwin bergantian meminta tolong.

Namun, teriakan kedua anak itu sia-sia. Orang-oang tidak ada yang mendengar. Tidak ada yang memperhatikan permintaan tolong Yondi dan Erwin. Tak ada seorang pun yang mau datang menyusup celah api di dalam kedai. Tak ada!

Karena itu, timbullah tekad Yondi maupun Erwin untuk bersama-sama mengangkat tubuh hangus bapak pemilik kedai. Tekad untuk menerobos lidah api mengangkat tubuh Pak No keluar dari dalam kedai yang terkepung api.

“Ayo, kita angkat sekarang, Win!”

“Ayo,”Erwin setuju.

Dengan sigap kedua anak itu mengerahkan seluruh tenaganya. Diangkatlah bapak pemilik kedai dari kepungan api yang kian melingkar-lingkar di dalam. Dibopongnya tubuh hitam legam itu oleh keduanya. Lalu dengan sekuat tenaga, melompatlah kedua anak itu dari dalam.

“Tolong…! Tolong…! Tolongi kami, Pak!”teriak-teriak Yondi dan Erwin begitu tiba di luar kedai.

Melihat keduanya payah membopong sebujur mayat, segera berdatanganlah orang-oang menolongnya.

“Wah, sungguh luar biasa kedua anak ini!”puji salah seorang berkumis tebal, berbadan tegap, lagi tinggi besar ala Gatotkaca dalam dunia pewayangan sembari mendekat.

“Kalian patut mendapat hadiah, Anak-anak. Kalian sangat berani mengambil resiko yang tidak tentu mampu ditempuh oleh orang dewasa,”katanya sambil mengambil gambar Yondi dan Erwin dengan telepon genggamnya.

Yondi maupun Erwin tidak menanggapi pujian orang tadi. Sebaliknya mereka merasa heran. Siapakah orang ini sebenarnya?

“Siapa nama kalian, Nak?”tanya bapak berkumis tebal tadi sambil mendekatkan hp-nya untuk merekam jawaban Yondi maupun Erwin.

“Saya Yondi, Pak.”

“Dan saya, Erwin, Pak.”

“Masih sekolah di mana?”

“Di SMP 02 Paninggaran, Pak,”sahut Yeni yang tiba-tiba telah merapat di sisi Yondi dan Erwin.

“Oh, kalian juga teman Yondi dan Erwin, Dik?”tanya bapak berkumis tebal tadi sekaligus memandang Yeni, Ana, maupun Mila.

“Betul, Pak,”sahut Yondi. “Mereka teman kami, Pak.”

“Apa yang kalian cari di dalam pameran ini, sehingga meninggalkan sekolah, Dik?”masih tanya lelaki tadi ingin tahu.

“Kami wartawan sekolah, Pak,”jawab Yondi menerangkan. “Kedatangan kami ke sini adalah cari berita untuk majalah sekolah kami,“sambung Yondi lagi. “Terutama berita yang berkaitan dengan tema pameran kali ini, Pak.”

“Tentang kuliner maksud, kalian?”

“Betul, Pak,”sahut Mila mantap.

“Kalian wartawan sekolah?”kejar bapak tadi.

“Benar, Pak,”Erwin ikut menjawab.

“Ingin menjadi wartawan media sungguhan?”

“Ingin, Pak,”Yeni, Mila, maupun Ana menjawab serempak.

“Kalau ingin menjadi wartawan media,”bapak yang berdiri di depan kelima anak tadi buru-buru merogoh saku celana jeans coklatnya. Dari dalam dompetnya, diambilnya selembar kartu nama yang kemudian diberikan kepada Yondi.

“Ini nama dan alamat kantor Bapak. Barangkali kalian memerlukan Bapak, terutama di dunia kewartawanan, silakan kalian menghubungi nomor atau alamat ini.”

“Oh, rupanya Bapak seorang wartawan media cetak, ya?”dengan senang hati Yondi menerima kartu nama bapak tersebut.

“Iya, tak salah kalian,”dengan tersenyum penuh kebapakan, bapak tadi menjawab. “Jika kalian ingin jadi wartawan sungguhan. Kalian bisa menimba pengalaman dari Bapak. Oke?”

“Oke. Terima kasih, Pak. Pada kesempatan lain, kami akan menghubungi Bapak,”jawab Yondi mewakili teman-temannya.

“Baiklah. Bapak tunggu kabar dari kalian,”sambut Bapak Wartawan tadi dengan senyum. “Sekarang, untuk Bapak muat di media cetak,”lanjutnya. “Silakan kalian jongkok berjajar di belakang mayat ini! Gambar kalian akan Bapak ambil sebagai judul berita tentang remaja pemberani. Remaja yang tak takut bergelut melawan ganasnya api pada ujung kematian Pak No.”

Yondi, Erwin, Mila, Ana, dan Yeni menurut.

Pak Wartawan segera jeprat-jepret memotret kelima anak tadi dengan telepon genggamnya. Usai itu, beliau sibuk meliput berita tentang kebakaran kedai dan kematian pemiliknya.

Pada saat yang sama, datanglah ke tempat kejadian sebuah ambulans dari rumah sakit. Guna autopsi oleh pihak rumah sakit, diangkutlah mayat si pemilik kedai itu dengan mobil bercat putih tadi.

“Adik-adik!”Pak Wartawan kembali menghampiri Yondi dan kawan-kawan yang sedang berdiri tercengang.

“Iya, Pak,”sahut Yondi kaget.

“Ini ada hadiah buat kalian,”ujar Pak Wartawan selanjutnya.

“Hadiah apa, Pak?”dengan rasa penasaran Yeni bertanya.

“Hadiah buku,”jawab Pak Wartawan. “Terimalah buku bagus ini untuk kalian pelajari isinya! Buku ini Bapak temukan di dalam laci meja dari kedai yang terbakar tadi, Dik.”

Pak Wartawan menyerahkan satu eksemplar buku baru. Buku yang berisi tentang sekumpulan resep kuliner khas Indonesia yang berkelas dunia, kepada Yeni.

“Terima kasih, Pak,”ucap Yeni.

Pak Wartawan tersenyum.

“Sama-sama, Dik. Jangan lupa, kalian baca buku itu! Di dalamnya banyak tersimpan ilmu bagi kalian. Siapa tahu, kalian sangat membutuhkannya sebagai pelengkap isi berita yang kalian tulis?”

“Baik, Pak,”sahut Yondi dan Erwin bersamaan.

Setelah itu, kembali Pak Wartawan bergegas memburu berita.

Sedangkan Yondi, Erwin, Yeni, Ana, dan Mila melangkah menuju masjid. Menghampiri Bu Lia, ibu guru yang telah tiga jam lebih lamanya menunggu mereka di sana.***

(Selesai)

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post