Tri Purnasari

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Mengepakkan Sayap

MENGEPAKKAN SAYAP, Part 1

Oleh: Tri Purnasari (Alumni Literasi GTK PAUD dan Dikmas Pontianak Tahun 2018)

Pertama kali aku mengajar di Taman Kanak-kanak adalah karena teman suami yang meminta bantuan untuk membantu beliau di sebuah lembaga PAUD. Kebetulan beliau adalah kepala di tk tersebut. Dengan alasan ingin mengisi waktu, kuterima tawaran beliau. Sebenarnya aku tidak ada basic sedikit pun untuk mendidik anak, apalagi anak usia dini. Aku lulusan diploma jurusan teknologi informasi di kota Banjarmasin. Lulus langsung pulang ke daerah. Menikah dengan seorang teman satu organisasi dan menjadi ibu rumah tangga.

Waktunya tiba bagi aku untuk mengajar, hadir ke sekolah dengan canggung. Terlihat anak-anak berlarian di halaman sekolah, gelak tawa mereka benar-benar menambah kegugupanku. Aku berdiri mematung dengan tatapan bingung, apa yang aku lakukan di sini? Untunglah kepala tk melihat kedatanganku dan segera menghampiri. Beliau mengajak untuk ke ruangan beliau. Dengan kehangatan dan humoris yang tinggi beliau mengajak ku berbicara tentang banyak hal, termasuk tentang anak-anak didik di sekolah.

Tidak lama kemudian bel berbunyi. Aku kembali di ajak beliau untuk melihat proses pembelajaran. Setelah kegiatan motorik di halaman- dan tentunya juga diisi dengan perkenalanku sebagai guru baru- anak-anak masuk ke kelas atau yang mereka sebut sebagai sentra. Melihat rekan guru yang tampak komunikatif dengan anak makin membuatku mual dan pusing. Aku benar-benar seperti terpojok dan rasanya ingin lari ke kantor untuk mengatakan tidak sanggup mengajar. Tiba-tiba ada seorang anak laki-laki yang menghampiriku. Dengan matanya yang bulat, langsung berkata “Bu, kemarin kucing aku mati”. Masih dalam kondisi terkejut, aku hanya bisa menyahuti “ Oooh”. Anak itu kembali melanjutkan cerita kucingnya walau tampaknya aku tidak terlalu memperhatikannya. Rekan guru, Bu Citra, datang menghampiri kami. “Wah, rame banget nih. Alif cerita apa sama Bu Sari?”. Rupanya anak tadi namanya Alif. Alif kembali mengulang ceritanya dengan antusias. Sesekali Bu Citra menyela ceritanya”Wih, kok bisa gitu?”, “Kasian banget yah!”, atau “Beneran Lif?”. Anak-anak yang lain mulai bergabung mengelilingi kami. Melihat itu, aku merasa benar-benar malu. Mulai berpikir bahwa pekerjaan ini tidak cocok untukku.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post