Sari Muzdalifah

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Lamaran Yang Mengejutkan

Lamaran Yang Mengejutkan

#TantanganGuruSiana ( Hari Ke 12 )

" Sisi, kamu tuh dari gadis nggak berubah. " Ungkap ibu dengan nada kesal padaku.

" Emang kenapa sih bu? Lagian hobiku ini nggak mengganggu pekerjaanku dan akupun bisa dapat banyak rezeki darinya. "

Ibu tetap aja dengan nada kesalnya mencecarku. " Apa kamu tuh nggak mikir untuk nikah lagi. Umurmu masih layak untuk menikah lagi. "

" Sudahlah bu, nggak usah mikiri aku untuk nikah lagi. Aku masih trauma dengan apa yang terjadi dalam pernikahanku. Biarlah kubesarkan anak-anakku sendiri. Ada Allah yang selalu menolongku. "

Mendengar jawabanku ibu terdiam dan berlalu meninggalkanku.

Manalah mungkin aku berpikir mau menikah lagi untuk saat ini. Anak pertama dan keduaku saja sudah SMA, yang sapihan SMP kelas dua, yang kecil tahun depan juga sudah SMP, manalah ada orang yang berbaik hati siap menjadi suami sekaligus anak dari empat orang anak yang lagi memerlukan biaya ekstra. Kadang-kadang obrolan ibu jadi membuyarkan konsentrasiku saja.

Aku sudah cukup bersyukur dengan kondisi ini. Apa yang terjadi kemaren cukup aku ambil pelajaran darinya. Semoga mantan suamiku bahagia dengan keluarga barunya.

Setiap hari yang kulalui pasti penuh kisah dan makna. Aku selalu yakin dengan rezeki dariNya. Alhamdulillah jualanku dari waktu ke waktu semakin laris. Anakku juga selalu mempromosikan jualanku sama temannya, bahkan di sosmednya. Semua kulakukan untuk anakku, yang penting halal dan baik mendapatkannya.

Mereka kutempa untuk mandiri dan lebih banyak memberi. Walau kadang nyesek juga, kalau ingat ayah mereka tak pernah lagi menafkahinya. Tapi biarlah, itu soal urusannya dengan Tuhannya. Itulah yang kadang sering dilupakan oleh seorang ayah terhadap anak kandungnya, hanya karena dia sudah berpisah dengan ibu anak-anaknya. Padahal memberi nafkah masih menjadi kewajiban sang ayah.

Alhamdulillah aku punya anak yang dapat menjadi penyejuk hatiku. Selalu ada senyum manis dibalik kepahitan yang dilalui. InsyaAllah minggu depan aku akan membawa group untuk jalan-jalan ke Turki. Entah berapa kali aku sudah berkunjung ke negeri ini. Tapi tan pernah bosan aku berada di negeri ini. Apalagi kalau ke sini, selalu masih ada hawa musim dinginnya, masih ada sisa salju yang bisa dibuat berselancar.

Kalau giliran tugas ke luar seperti ini, pastilah ibu dan bapakku tinggal bertiga dengan si bontot. Karena anakku yang tiga tinggal di pondok. Tidak seperti biasanya, ibu tampak sumringah dengan perjalananku kali ini. Semoga pulang bisa bawa rezeki banyak ya. Aamiin.

Group kali ini orangnya asik semua, groupnya terbagi dua, ada yang hanya jalan ke Turki saja, ada juga yang plus Umroh. Alhamdulillah aku berkesempatan untuk bersama yang lanjut Umroh. Inilah mungkin yang membuat ibuku bahagia, kalau bapak sih selalu datar aja padaku.

Perjalannan di Turki seminggu jangan ditanya gimana asiknya, kalau diceritakan semua bisa jadi cerbung. Apalagi keseruan naik balon udara yang membuat anganku terbang di awan. Tak ingin turun rasanya. Tapi manalah mungkin, iman sajapun ada saat up and down nya. Begitulah kehidupan.

Perjalanan lanjut ke dua Tanah Haram. MasyaAllah, siapapun orangnya, walau sudah berkali-kali ke sini tetap takjub dengan kuasaNya. Bukan soal ritual ibadahnya saja. Tapi mencari tahu apa sebenarnya makna yang Allah mau dari perjalanan ini? Tak lain dan tak bukan adalah bagaimana kita merawat hidayah dariNya, hingga ajal menjemput.

Tepat di hari ke tiga sebelum kami bertolak ke Indonesia, ada seorang teman menyampaikan suatu pesan padaku. Aku begitu terkejut mendapatkan pesan ini, bagai di sambar petir. Tapi tak membuatku pingsan. Aku masih santai menerimanya, karena aku berpikir ini hanya candaan saja. Tapi ternyata tidak sobat, ternyata ini beneran. Kutepuk-tepuk pipiku, ternyata aku masih sadar. Bukan mimpi.

Seorang ustadz yang sudah lama kukenal melamarku sebagai istri keduanya. Aku mengenalnya begitu baik, tapi aku tak ingin menjadi pengganggu rumah tangga orang. Dan tak berniat sama sekali. Pesan itu kuanggap angin lalu.

Sampailah akhir perjalanan pulang, temanku masih saja menanyakan jawabanku atas maksud ustadz tadi. Aku tak menghiraukannya, bagiku masih aneh saja.

Di Indonesiapun berulang kali pesan WA dengan pertanyaan yang sama. Dan itu membuatku jadi malas membuka pesan WA nya. Biarlah semua berjalan apa adanya, aku tak ingin lintasan ini mengganggu kerjaku.

Hingga akhirnya aku dikejutkan dengan kedatangan ustadz tersebut ke kotaku. Kota yang ramai hiruk pikuk para penuntut ilmu. Kota yang menjadi kenangan tersendiri bagiku. Yogyakarta.

Mulutku membisu, mukaku datar, tak ada senyum di wajahku. Senekat inikah sang ustadz untuk menjadikanku istri ke duanya? Walau kami sering berinteraksi dalam perjalanan wisata religi. Ternyata selama ini dia tak pernah tahu kalau aku telah lama menjadi single parent. Begitu dia tahu hal itu dari temanku, saat itu jugalah dia memutuskan ingin melamarku.

Tapi aku nggak mau menyakiti hati perempuan lain. Dia masih tetap ngotot, dia meyakinkan bahwa istri pertamanya yang menyuruhnya menikah lagi, karena istri pertamanya mengalami sakit dan menyebabkannya tak bisa memenuhi hubungan batin dengan sempurna. Dan itu membuatku semakin takut menyakiti hati istri pertamanya.

Masih tak putus asa, dikenalkannya aku dengan istri pertamanya. Aku merasa, apakah ini sebuah mimpi? Tidak, semua ini nyata. Orangtuaku menyerahkan semua keputusan padaku. Mereka hanya mendoakan kebaikan untukku.

Karena semua sudah terbuka dan dilanjutkan dengan istikhoroh panjang, kuputuskan untuk menerima lamarannya. Kamipun menikah, walau tetap harus LDR. Dua istri di kota yang berbeda dan suami di kota yang berbeda pula.

Hingga pada suatu masa, si mbak, istri pertama suamiku sakitnya semakin parah, dan akulah yang mengurusnya sampai berbulan-bulan. Tapi Alhamdulillah, seminggu menjelang kepergiannya, kami dapat berkumpul bersama semua. Hingga akhirnya Allah lebih sayang padaNya, Allah menjemputnya tepat di hari Jum'at dipangkuan suamiku dan aku berada disampingnya.

Apakah aku bahagia dengan kepergian si mbak? Nggak, aku begitu sedih, dia bukan kuanggap sainganku. Justru dialah yang banyak memberikan banyak masukan padaku, memberi nasehat dan layaknya seorang kakak dan adik, aku merindukan kehadiranmu mbak. InsyaAllah aku akan merawat anak-anak kita. Sekarang anakku menjadi delapan orang. Bahagianya punya banyak anak yang soleh solehah.

Doakan aku mampu melewati hari dengan ujian yang pasti berbeda dengan sebelumnya. Dan aku selalu yakin dengan pertolonganNya.

Cerita seorang sahabat

Batang Kuis, 13 Februari 2020

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Semoga strong

13 Feb
Balas



search

New Post