Saripuddin Lubis

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Menakar Arah Program Bahasa (Sastra) dan Budaya SMA

Menakar Arah Program Bahasa (Sastra) dan Budaya SMA

Setiap kali siswa dihadapkan dengan pilihan program studi di SMA/MA, maka tatapan mata selalu saja tertuju kepada program ilmu alam atau sering kita sebut dengan eksakta. Program ini dipilih karena asumsinya setelah tamat SMA mereka akan dapat melanjutkan pendidikan yang mengarah kepada ilmu-ilmu eksakta pula. Jika ingin memilih ilmu kedokteran, mesin, biologi, dan ilmu eksakta lainnya disarankan memilih program studi ini.

Alternatif berikutnya adalah Program Ilmu Sosial. Idealnya program ini ditawarkan kepada siswa yang memiliki minat mengenai ilmu-ilmu sosial. Tamat dari SMA diharapkan mereka akan melanjut ke perguruan tinggi yang juga berkaitan dengan ilmu-ilmu sosial.

Tanpa banyak yang mengetahui bahwa tersedia juga Program Ilmu Bahasa yang menawarkan materi yang memprioritaskan berbagai ilmu kebahasan (baik Indonesia dan Asing) termasuk ilmu-ilmu sastra. Kajian dalam program studi ini begitu kaya dengan ilmu bahsa dan sastra. Mereka ini pun idealnya setelah tamat akan bisa melanjutkan ke perguruan tinggi yang berkaitan dengan bahasa dan sastra pula.

Dari ketiga program yang ditawarkan tersebut selama ini yang selalu menjadi primadona adalah program studi ilmu alam atau kita sebut eksakta tadi. Memang harus diakui bahwa minat anak bangsa kita masih menginginkan bidang pekerjaan yang berkaitan dengan ilmu-ilmu eksakta tersebut. Satu hal lagi karena program studi ini memiliki ‘keistimewaan’ karena selain memilih program eksakta, wilayah ilmu sosial pun dapat dipilih. Artinya, ketika ketika ilmu eksakta tidak bisa mereka raih, wilayah ilmu sosial dan bahasa masih bisa direbut yang notabene menjadi ‘milik’ anak-anak sosial dan bahasa. Sebaliknya, bagi-anak sosial dan bahasa, wilayah eksata itu tidak bisa mereka rebut karena keterbatasan ilmu daan prasyarat yang diberlakukan oleh perguruan tinggi.

Jadi wajarlah kemudian minat siswa kepada program bahasa menjadi begitu rendah, bahkan sulit ditemukan. Hal yang muncul kemudian adanya ‘pendeskriditan’ terhadap program tersebut. Anggapan miring ini justru datang dari oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab di pihak sekolah bahkan beberapa di antaranya oleh oknum guru-guru.

Akibatnya bisa dibayangkan kalau yang memilih program studi yang berkaitan dengan bahasa dan sastra di perguruan tinggi adalah mereka-mereka yang sebenarnya kurang berminat memilih program tersebut. Sementara yang sebenarnya memiliki minat dalam ilmu bahasa dan sastra harus ‘dikalahkan’ oleh peminat ilmu eksakta. Ilmu eksakta sendiri dijadikan sebagai salah satu syarat masuk ke semua program studi di perguruan tinggi.

Kurikulum 2013, Peminatan Bahasa dan Budaya Jadi Istimewa

Pilih kasih terhadap pemilihan program studi pada Kurikuum2013 agaknya tidak ada lagi. Semua program studi atau peminatan yang ditawarkan memiliki karakteristik yang sama derajatnya, termasuk ketika para siswa ingin melanjutkan ke perguruan tinggi. Tidak ada lagi sekat-sekat yang membedakan antara ilmu alam, ilmu sosial, dan ilmu bahasa. Semua siswa berhak memilih semua program studi di perguruan tinggi.

Pada Kurikulum 2013, istilah jurusan telah diganti dengan peminatan. Peminatan ini langsung dikondisikan pada tahun pertama siswa masuk ke sebuah sekolah. Idealnya sesuai namanya, pilihan program studi disesuaikan dengan minat siswa. Namun untuk efisiensi dan penyesuaian dengan kondisi sekolah, seleksi peminatan ini dapat juga dilakukan dengan input siswa. Nilai rapor siswa di sekolah asal dapat dijadikan pedoman pengelompokan siswa sesuai minatnya.

Untuk mambantu siswa dalam ilmu-ilmu eksakta, kepada siswa yang menginginkan Peminatan Bahasa dan Budaya disiapkan pula sebuah program yang disebut dengan Program Lintas Minat. Pada program ini, anak-anak yang memilih Peminatan Bahasa dan Budaya diberikan ruang untuk belajar ilmu-ilmu eksakta yang juga mereka minati. Hal ini diberikan untuk kebutuhan siswa yang mungkin menginginkan memilih ilmu eksakta di perguruan tinggi. Demikian pula sebaliknya, siswa yang berada di kelas Peminatan Matematika Ilmu Alam dan Ilmu Sosial dapat memilih Lintas Minat Ilmu Sosial atau Ilmu Bahasa Budaya. Begitulah lingkarannya Cukup adil memang.

Lalu sudah selesaikah persoalan ini? Setelah Kurikulum 2013 diberlakukan pemerintah pada sebagian sekolah tahun 2013 lalu, ternyata sekolah yang membuka Peminatan Bahasa dan Budaya masih dapat dihitung dengan jari. Dalam sebuah kabupaten kota, kalaupun ada hanya satu dua sekolah yang sudah membukanya, Atau bahkan belum ada sama sekali.

Ternyata masih ada kendala mengapa Peminatan Bahasa dan Budaya tersebut tidak dibuka. Asumsi yang berkembang adalah masyarakat masih memiliki pola pikir bahwa program tersebut sama dengan kurikulum sebelumnya. Asumsi bahwa yang dapat memilih program eksakta di perguruan tinggi hanyalah mereka yang mengambil peminatan ilmu eksakta sewaktu SMA.

Meyakinkan anak dan orang tua mengenai hal ini sungguh sulit. Dibutuhkan kerja keras agar pola pikir terhadap kehadiran Peminatan Bahasa dan Budaya di tingkat SMA dapat diluruskan. Kuncinya tentu adanya sosialisasi jangka panjang kepada pihak orang tua siswa. Ya, sebab di tangan orang tua inilah kunci keberterimaan Peminatan Bahasa dan Budaya tersebut.

Pengambil kebijakan (dalam hal ini pemerintah) pun harus membuat kebijakan yang tegas mengenai pembukaan Peminatan Bahasa dan Budaya ini. Selain Peminatan Matematika Ilmu Alam dan Ilmu-Ilmu Sosial, Peminatan Ilmu Bahasa dan Budaya harus ada instruksi khusus dari pemerintah agar setiap sekolah membuka secara terencana. Paling tidak satu kelas Peminatan Bahasa dan Budaya dapat dibuka oleh masing-masing sekolah yang sudah memberlakukan Kurikulum 2013. Selama ini mungkin pemerintah sudah menginstruksikan agar membuka ini, namun mungkin tidak ditindaklanjuti dengan pengawasan di sekolah. Pemerintah dalam hal ini setingkat bupati dan walikota atau para kepala dinas pendidikan setiap kabupaten dan kota.

Pemerintah tentu tidak bisa berdiri sendiri. Kepala Sekolah, guru, komite, dan stekholder sekolah lainnya harus dilibatkan jauh hari sebelum Peminatan Bahasa dan Budaya itu dibuka. Semuanya harus duduk bersama untuk menyamakan persepsi mengenai karakteristik program peminatan di sekolah-sekolah. Diskusi itu dapat dimulai dari sekarang tentunya, jangan nanti setelah memasuki tahun ajaran baru dimulai.

Jika semua pembicaraan ini sudah sampai kepada kata sepakat, maka langkah berikutnya adalah bagaimana agar program tersebut berjalan dan diawasi dengan tegas dan berkelanjutan. Hal ini termasuk memberi kualitas pelaksanaannya di sekolah-sekolah.

Jika kembali diruntut ke belakang, agaknya kehadiran Peminatan Bahasa dan Budaya di SMA sungguh sangat diperlukan. Melalui program ini para siswa diajak untuk bagaimana mencintai bahasa, sastra, dan budaya. Penguasaan bahasa Indonesia dan Asing adalah salah satu indikator keberhasilan program ini. Keberhasilan lain yaitu para siswa dapat diajak untuk dapat mencintai sastra dan budaya pula serta mengimplentasikan kecintaan itu melalui karakter dan perilaku positif dalam kehidupan sehari-hari.

Kita meyakini bahwa Program Peminatan Bahasa dan Budaya tidak akan sepi peminat jika semua pihak dapat memberi perannya dengan baik. Peran utama harus dibebankan kepada kepala sekolah dan guru sebagai induk institusi langsung yang memayungi semua program peminatan di sekolah. Kita tentu berharap agar Program Peminatan Bahasa dan Budaya tidak hanya punya nama tetapi tidak pernah jelas keberadaanya di sekolah.

(Penulis adalah Guru SMA Negeri 1 Binjai dan Pengasuh Sanggar Menulis ‘Rumah Cerita’)

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Saya setuju adanya kelas peminatan. Seperti jurusan bahasa.

05 Jun
Balas

Ya..miris melihat persepsi teman2 terhadap peminatan bahasa Pak Yudha.

07 Jun



search

New Post