“Bu, terpaksa kita tidak mudik lagi ya,” kata Ayu memulai percakapan dengan ibunya. Bu Retno mengangguk. Dalam benaknya berkecamuk rindu kepada saudara-saudaranya di kampung halaman. Walaupun bisa bertatap maya lewat gawai, akan tetapi ia tetap tak bisa menuntaskan rasa itu. Kampung halaman baginya selalu mampu mengobati segenap penat setelah setahun penuh berjibaku mencari nafkah di ibu kota.

“Berarti tabungan kita untuk mudik masih utuh ya, Bu?” tanya Ayu membuyarkan lamunan ibunya. Bu Retno lagi-lagi hanya mengangguk. Kemudian Ayu mendekatinya dan mengutarakan maksud yang beberapa hari ini ia pikirkan. Bu Retno tersenyum menyambut rencana Ayu yang akan berjualan bunga di tempat pemakaman umum yang tidak jauh dari tempat tinggal mereka. Dan sebagian tabungan untuk mudik akan dipakai sebagai modalnya. Ayu berharap akan ada hikmah di balik larangan mudik ini.

Pada H-3 lebaran, Bu Retno mengemas bunga-bunga yang sudah dibeli Ayu. Ada yang dibungkus dalam plastik, diikat, ada juga yang hanya disimpan di nampan. Merekah senyum Bu Retno membayangkan bunga-bunganya akan laris manis. Pastilah para peziarah akan sangat ramai, batinnya. Namun, tiba-tiba terdengar suara panik Ayu memanggilnya dari luar. Wajah Ayu tampak pucat. Ia segera menyodorkan handphone-nya kepada ibunya. Sebuah judul berita online terbaca oleh Bu Retno. Dadanya sesak. Ia bertanya dalam hati, ya Tuhan, benarkah berziarah pun dilarang?

Lebak, 11052021