Hitam yang menggantung sejak tadi siang benar-benar ditumpahkan langit dengan sempurna malam ini. Tak ada lagi awan yang menggumpal. Semua tumpah-ruah. Air selokan mengalir deras, menenggelamkan dan menghanyutkan timbunan sampah yang mengering karena terpaksa tersangkut di sisi-sisi selokan yang semakin dangkal. Bunga-bunga bersuka cita, tak sedikit pun keberatan dibombardir berjuta tetesan air yang membasahi tubuh mereka. Orang-orang terlelap dalam mimpi berbalut selimut di atas tempat tidur mereka, saling bertumpuk kaki bersama anak-anak mereka yang masih kecil. Nyaris tak ada yang mampu untuk terjaga. Rinai hujan yang terus bergemiricik melenakan semua.

Di teras rumah Bu Indah, bunga-bunga dalam pot saling bercengkerama. Mereka yang saat senja sudah mulai bersiap beristirahat bersama nyanyian malam yang sunyi, tiba-tiba terbangun oleh suara hujan yang terdengar sangat merdu. Bagi mereka, hujan selalu saja menjelmakan kerinduan yang dalam, apalagi ketika kemarau mulai terasa menyengat sukma mereka.

“Tolong, tolong!” teriak Si Jabol mengejutkan pesta pora para bunga. Tak ada yang bisa mereka lakukan saat Si Jabol yang tengah jadi primadona itu digondol oleh seorang pemuda tanggung yang badannya basah kuyup. Dengan sigap, ia melompati pagar. Secepat kilat yang berhamburan di langit malam, ia membawa Si Jabol yang masih terus berteriak. Suaranya menembus langit yang masih menderas. Sementara dari dalam rumah, suara dengkuran yang saling bersahutan terdengar semakin keras.

Lebak, 04042021