Pintu rumah itu dibantingnya dengan keras. Tak ayal suara yang ditimbulkannya mampu menarik perhatian para tetangga yang dari tadi adem-ayem dengan kesibukannya masing-masing. Ada yang sedang menonton sinetron di televisi, ada yang sedang memasak, ada yang sedang rebahan di kamar sambil menghidupkan kipas angin dengan kecepatan tinggi, ada yang sedang menyuapi anaknya, ada yang hanya mengupil sambil menikmati lagu-lagu lawas tahun sembilan puluhan melalui hape android jadulnya, ada pula yang sibuk menghitung sisa utang ke warung tetangga. Tanpa komando, mereka serentak menghentikan aktivitas masing-masing dan mengintip lewat pintu atau jendela yang dibuka ke arah suara yang telah memecahkan suasana damai siang hari ini.

Masih tampak oleh mereka, Sukirman, preman pasar bertubuh tinggi kekar itu keluar dari rumahnya. Wajahnya yang selalu sangar terlihat semakin merah padam memendam berjuta amarah yang entah karena apa. Melihatnya, tidak ada satu pun yang berani bertanya. Mata-mata yang melihatnya hanya mampu mengikuti arah langkahnya yang terus menjauh dari rumahnya dengan mulut ternganga dan dada yang dipenuhi tanya.

Dari pintu rumah yang dibanting itu, tergopoh-gopoh Asih keluar. Betapa terkejutnya ia melihat para tetangganya yang secara serentak langsung beralih pandang kepadanya. Pastilah ulah Mas Kirman membanting pintu dengan keras sudah membuat mereka kepo tingkat dewa, pikirnya. “Mohon maaf semuanya. Tadi itu Mas Kirman marah-marah karena ia mendapat undangan untuk divaksin besok. Mas Kirman takut dengan jarum suntik,” jelas Asih.

#Pentigraf

#Pertemuanke-1

#Harike-4

#TemaBenda

#MenduniaBersamaSLI

#SLISiapMeliterasikanDunia