Ramadan tiba. Seperti lirik lagu Opik, semua orang bersuka cita. Tua dan muda menyambut Ramadan dengan penuh kehangatan, laksana menyambut tamu yang sudah lama dirindukan. Untuk menyambutnya, semua disiapkan, ditata, dan dirapikan. Segala sesuatunya dibuat berbeda dan istimewa. Pasar penuh sesak, jalan menuai kemacetan. Semua berlomba untuk memberikan yang terbaik pada momen awal Ramadan. Tak terkecuali Bu Aisyah. Perempuan lima puluh tahun itu begitu antusias menyiapkan makanan yang istimewa untuk empat anak laki-lakinya.

“Kalian makan duluan ya, biar sebelum magrib kalian sudah bisa ke masjid dan pulang setelah tarawih. Ibu nanti saja makannya setelah salat magrib,” kata Bu Aisyah kepada anak-anaknya. Di meja makan tampak lauk-pauk yang tidak biasa dimasak Bu Aisyah. Rendang daging, sop ayam yang masih hangat, dan tempe mendoan yang masih panas.  minuman es sirop yang segar. Anak-anaknya mengiyakan dengan wajah sumringah. Bu Aisyah tersenyum melihat anak-anaknya yang bisa menikmati munggah ini dengan bahagia seperti teman-temannya.

Seusai salat magrib, hati Bu Aisyah dipenuhi rasa syukur. Betapa bahagianya ia membayangkan empat anaknya yang yatim sejak dua tahun lalu itu akan menikmati makan sahur pertama mereka dengan lauk-pauk istimewa. Hati Bu Aisyah berbunga-bunga. Namun, tiba-tiba sebuah pesan masuk ke handphone Bu Aisyah. “Utang tadi pagi batasnya seminggu, Bu. Jangan lupa!” Lemas Bu Aisyah membaca pesan itu. Rasa lapar yang ia rasakan sejak sebelum magrib seketika hilang.

Lebak, 12042021