Kesibukan pagi di kantor pemerintah ini cukup padat. Setelah bertanya kepada seorang satpam, aku diberi petunjuk menuju ruangan yang kumaksud. Pendingin udara seketika membuat badan tuaku terasa menciut. Aku menurunkan lengan bajuku. Senyum para pegawai yang berpapasan denganku semakin menghangatkan. Aku pun tersenyum penuh harap.

Tepat di depan ruang yang kutuju, aku berhenti. Seorang pegawai perempuan muda menyapaku dan bertanya maksud kedatanganku. Aku diminta untuk menunggunya dan duduk di sebuah kursi di depan ruangan itu. Selang lima menit, aku melihatnya tiba. Pakaiannya yang khas pejabat membuatku kagum. Betapa gagahnya ia, batinku. Aku segera berdiri saat ia hampir dekat denganku. Tapi saat aku akan memanggilnya, ia sudah memanggil pegawai perempuan muda tadi. Sejenak kulihat mereka berbincang. Tak lama, ia pun pergi.

Pegawai perempuan muda menemuiku dan menjelaskan bahwa ia tidak bisa menerima tamu hari ini karena ada hal penting yang harus dikerjakannya. Aku dimintanya datang lagi besok atau lusa. Aku hanya mengangguk-angguk, berusaha memahaminya. Tapi tiba-tiba terbersit dalam benak tentang ia yang dulu sebatang kara datang ke rumahku meminta perlindungan. Sekuat tenaga aku dan istriku membantunya, meskipun ia hanya orang lain. Dan sekarang saat istriku sekarat di rumah sakit, tak bisakah ia membantuku untuk sekadar menjenguk ibu angkatnya yang sangat merindukannya? Karena aku yakin kami tidak pernah mendidiknya agar menjadi serupa kacang yang lupa kulitnya.

Lebak, 30032021