Sudah seminggu Aida mengikuti kelas menulis. Bukannya tambah mudah menangkap ide untuk bahan tulisan, malah pikirannya tambah buntu. Satu persatu peserta kelas menulis dengan pasti mengirim tulisan. Berbagai cara dilakukan Aida, misalnya membaca karya-karya penulis yang sudah berhasil di grup menulis, mendalami langkah mendapatkan ide yang jitu, berdiskusi dengan rekan penulis, merenung, membaca buku-buku penulis best seller, dan pada akhirnya Aida tetap mengalami kebuntuan.

Dalam kebuntuannya sejak tadi pagi duduk menghadap laptop dan sesekali memainkan gadgetnya. Aida mendengar azan Ashar, waduh ini tak bisa dibiarkan pikirkan..segera Aida menunaikan shalat Ashar. Alhamdulillah Shalat zuhur tak terlewatkan. Mulailah lagi Aida merenung sedikit pengalaman masa lampau kembali menyapanya.

Senyum tipis di bibirnya tercipta. Bagaimana Aida bisa lupa perkenalannya dengan Bang Ilham yang sudah sepuluh tahun menemaninya mengarungibahtera rumah tangga. Jemarinya mulai menekan huruf demi huruf di keybord lsptopnya. Sejurus Aida berhenti, Aida ragu akankah dia akan menuliskan seluruh kisahnya secara jujur. "Aduh, nanti dibaca Bang Ilham akuj adi malu, batinnya. Kebuntuan mulai datang lagi. Aida berdiri di balkon rumahnya dan berteriak,"Kemana ilham, kembalilah!". Dalam hitungan jari sang suami muncul di belakangnya dengan wajah heran. " Ada apa sayang?". " Maaf Bang, bukan abang yang adik maksud tapi ilham atau ide tulisan", elak Aida tersipu malu.