secha maktah

aku seorang kapiten mempunyai pedang panjang kalau berjlan prok prok prok...

Selengkapnya
Navigasi Web
Perkosaan 1

Perkosaan 1

Tindak Pidana Perkosaan (Incest) Perkosaan merupakan suatu tindak pidana yang sangat meresahkan masyarakat, begitu orang membaca atau mendengar berita-berita pemerkosaan timbul kecemasan, ketakutan dan kekhawatiran terutama bagi mereka yang mempunyai anak perempuan, sehingga orang berupaya menghindari tindak pidana ini. Walaupun sudah ada upaya untuk menghindari tindak pidana ini, namun tindak pidana pemerkosaan masih terjadi dalam kehidupan masyarakat Mulyana W. Kusuma sebagaimana dikutip Topo Santoso, dipaparkan berbagai mitos dan fakta sekitar perkosaan sebagai berikut: Dalam perspektif mitos: Perkosaan merupakan tindakan implusif dan didorong oleh nafsu birahi yang tidak terkontrol; Korban diperkosa oleh orang asing (tidak dikenal korban), orang sakit jiwa, yang mengintai dari kegelapan; Perkosaan hanya terjadi diantara orang-orang miskin dan tak terpelajar; Perempuan diperkosa karena berpenampilan yang mengundang perkosaan (berpakain minim, berdandan menor, berpenampilan penggoda dan sebagainya); Perkosaan terjadi ditempat yang beresiko tinggi; di luar rumah, sepi, gelap dan di malam hari; Perempuan secara tersamar memang ingin diperkosa. Sementara faktanya: Perkosaaan bukanlah nafsu birahi, tidak terjadi seketika. Ia merupakan kekerasan seksual dan manifestasi kekuasaan yang ditujukan pelaku atas korbannya. Sebagian perkosaan merupakan tindakan yang direncanakan; Banyak pelaku perkosaan adalah orang yang dikenal baik oleh korban. Pada kenyataannya, banyak perkosaan bisa menimpa siapa saja, tidak peduli cantik atau tidak; semua umur, semua kelas sosial;[41] Perkosaan tidak ada hubungannya dengan penampilan seseorang. Perkosaan dapat terjadi pada anak-anak dibawah umur dan juga pada orang lanjut usia; Hampir setengah dari jumlah perkosaan terjadi dirumah korban, disiang hari; Korban perkosaan tidak pernah merasa senang dan tidak mengharapakan perkosaaan. Trauma perkosaan sulit hilang seumur hidup.[42] Mencermati apa yang dipaparkan di atas maka dapat diketahui perkosaan kadang-kadang terjadi semata-mata bersumber dari pelaku sendiri, yaitu karena didorong oleh nafsu birahi yang tidak terkontrol, namun terkadang juga dipengaruhi oleh penampilan korban yang menimbulkan nafsu pelaku. Dari sudut korban, perkosaan tidak hanya terjadi pada orang dewasa, anak-anakpun menjadi korban tindak pidana perkosan; dari sisi pelaku perkosaan dilakukan oleh pejabat maupun penganggur, orang yang belum dikenal atau terkadang orang yang sangat dekat hubungannya dengan korban, bahkan hubungan sedarah sekalipun (Incest). Perkosaan sudah mendapat legitimasi agar pelakunya diproses menurut hukum; Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), tindak pidana perkosaan dimuat dalam Bab XIV buku II di bawah judul: Kejahatan terhadap Kesusilaan. Kejahatan kesusilaan ini terdiri dari berbagai jenis tindak pidana; Pengaturannya mulai dari Pasal 281-303 dan Bab VI buku II Pasal 532- 544. Tindak pidana ini dapat dikelompokkan sebagai berikut: Perbuatan yang berhubungan dengan pelanggaran kesusilaan di muka umum, yang berhubungan dengan benda-benda yang melanggar kesusilaan (bersifat porno: Pasal 281-283); Perzinahan, perkosaaan, yang berhubungan dengan perbuatan cabul dan hubungan seksual (Pasal 284-296); Perdagangan wanita dan anak laki-laki di bawah umur (Pasal 297); Berkaitan dengan pengobatan untuk menggugurkan kehamilan (Pasal 299); Yang berhubungan dengan minuman yang memabukkan (Pasal 300); Menyerahkan anak untuk mengemis dan lain-lain (Pasal 301); Penganiayaan terhadap hewan (Pasal 302); Perjudian (Pasal 303 dan 303 bis); Pasal-pasal yang berkaitan dengan pelanggaran yaitu: Mengungkapkan atau mempertunjukkan sesuatu yang bersifat porno (Pasal 532-535); Berkaitan dengan mabuk dan minuman keras (Pasal 536-539); Yang berkaitan dengan tindak pidana susila terhadap hewan (Pasal 540, 541, 544); Khusus mengenai tindak pidana perkosaan diatur dalam Pasal 285 KUHP sebagai berikut: “Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidan penjara paling lama 12 tahun” (penjara). Definisi tentang perkosaan dalam KUHP tidak ditemukan, oleh karena itu untuk memahami apa yang dimaksud dengan perkosaan dapat dikemukakan pengertian dari kamus dan pendapat sarjana. Kamus besar Bahasa Indonesia menegaskan bahwa “perkosa berarti paksa, kekerasan, gagah, kuat, perkasa”; Memperkosa berarti menundukkan dengan kekerasan, memaksa dengan kekerasan, menggagahi[43] Dalam kamus hukum edisi ke-lima ditegaskan bahwa, perkosaan artinya dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan di luar perkawinan untuk bersetubuh dengan dia Wirjono Prodjodikoro memberikan komentar berkaitan dengan perkosaan menyatakan bahwa istilah verkrachting diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia sebagai perkosaan, namun ia katakan bahwa terjemahan ini kurang tepat karena verkrachting artinya perkosaan untuk bersetubuh, sedangkan dalam bahasa Indonesia perkosaan memiliki makna yang luas belum menuju pada perkosaan untuk bersetubuh. Oleh karena itu maka kualifikasi tindak pidana dalam Pasal 285 KUHP harus perkosaan untuk bersetubuh R. Soesilo mengomentari Pasal 285 KUHP dengan menyatakan suatu perbuatan dapat digolongkan sebagai perkosaan, apabila perbuatan itu dilakukan terhadap perempuan atas paksaan sedemikian rupa, sehingga pada akhirnya perempuan yang dipaksa tidak dapat melawan lagi dan terpaksa mau melakukan persetubuhan. Persetubuhan menurut Soesilo yaitu “peraduan antara anggota kemaluan laki-laki dan perempuan yang biasa dijalankan untuk mendapatkan anak, jadi anggota laki-laki harus masuk kedalam anggota perempuan sehingga mengeluarkan air manie”[44] Mencermati komentar Soesilo ini dapat dikatakan bahwa ia hanya melihat adanya suatu tindak pidana perkosaan dari sisi yuridis semata, yaitu jika perbuatan itu mencocoki rumusan Pasal 285 KUHP, yang antara lain adanya penggunaan kekerasan dalam melakukan persetubuhan dan air mani harus tumpah dalam vagina wanita. Sahetapy sebagaimana dikutip Made Darma Weda mengomentari perkosaan dari sisi yang lain, yaitu bahwa consent atau persetujuan sangat menentukan untuk mengkualifikasi suatu perbuatan sebagai perkosaan atau tidak. Untuk lebih jelasnya dapat dikutip pendapat Sahetapy sebagai berikut: “pengertian perkosaan secara kriminologis didasarkan atas tidak adanya consent dari pihak wanita. Penetrasi tidak harus selalu melalui vagina tetapi dapat pula melalui mulut dan anus”[45] Pendapat ini mirip dengan pengertian perkosaan yang dirumuskan dalam The Ensiklopedia American Internasional Edition, volume 23 yaitu: perkosaan (rape) dalam hukum adalah suatu perbuatan seksual yang bertentangan dengan hukum, yakni terjadi persetubuhan tanpa adanya persetujuan dari korban.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post