Di depan kelas sepulang sekolah yang mulai sepi. Kami duduk diam sambil sesekali memandang adik kelas atau kakak kelas yang lewat. Lelaki yang sejak tadi diam mulai memandangku ragu. Aku lihat setiap gerakannya melalui ekor mataku.

Pandanganku jauh kedepan. Menunggu apa yang ingin diucapkannya. Sesekali kulihat tangannya memainkan tali tas hitamnya yang menjuntai. Sebelum dia sempat berkata lagi aku bilang hanya ingin bersahabat dengannya, tidak lebih. Dia tertunduk dalam dan semakin dalam.

Lulus SMA datang lelaki yang sama. Dia sengaja datang untuk menceritakan dukanya selama 4 tahun saat aku tak ada. Lalu dia selesaikan kalimat yang dulu ingin dan tak sempat diucapkan. Kali ini aku yang tertunduk dalam. Jawabanku tetap tidak karena aku menyayanginya sebagai sahabat.

2 tahun berlalu. Lelaki itu menempuh 850km untuk menemuiku. Kali ini dia tidak berkata apa-apa. Dia hanya bercerita tentang kuliahnya, tentang perjalanannya dan entah kenapa benih harapan justru mulai muncul di hatiku. Aku menunggu. Tapi lelaki itu hanya diam Tak meminta apa-apa.

Baru minggu lalu aku ucapkan sumpahku sebagai sarjana. Aku undang dia datang untuk berbagi cerita. Dia memenuhi undanganku. Lelaki yang 9 tahun lalu tertunduk di depan kelas, menatap kecewa dan tak meminta apa-apa. Lelaki yang kini berdiri di hadapanku untuk menyerahkan separuh hatinya buatku. Kala, sekarang aku harus jawab apa?