Setiawan Hidayat

Guru Produktif Teknik Kendaraan Ringan (TKR) SMK Negeri 1 Gunungguruh Kabupaten Sukabumi Jawa Barat. Sehari-hari saya aktif mengajar dan berkebun di halaman rum...

Selengkapnya
Navigasi Web
22 Mei Membara, Jakarta “Terbakar”, Ramadhan Berdarah
gambar diambil dari bukalapak.com

22 Mei Membara, Jakarta “Terbakar”, Ramadhan Berdarah

Ratusan orang terluka, karena gas air mata dan pukulan benda tumpul aparat. Bahkan, beberapa orang meninggal dunia, tertembak timah panas pak polisi. Jakarta memanas, entah berapa ribu atau mungkin juta orang disana melakukan aksi, unjuk rasa terhadap ketidakpuasan atas keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang telah menetapkan hasil Pemilu dan mengumumkannya secara sembunyi sembunyi pada dini hari. Sebagaimana diberitakan Tribunnews.com bahwa:

Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah resmi menetapkan perolehan suara sah pasangan nomor urut 01, Jokowi-Ma'ruf unggul atas Pasangan Prabowo-Sandi. Hal itu berdasarkan atas Rapat Pleno Terbuka Rekapitulasi Perhitungan Secara Nasional. Dalam rapat tersebut telah selesai pada Selasa (21/5/2019) pukul 01.46 WIB (http://www.tribunnews.com/pilpres-2019/2019/05/21/hasil-pilpres-2019-kpu-resmi-menetapkan-jokowi-maruf-pemenang-pilpres-2019).

Pengumuman KPU yang cenderung “ngumpet” membuat jengah dan kesal rakyat negeri ini. Bayangkan, pemilu yang Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia serta Jujur dan Adil (LUBER JURDIL) tapi begitu proses penghitungan suara sangat tertutup dan tidak transparan, sekalipun selalu ditayangkan di media televisi hasil Quick Countnya tapi itu tidak real dan telrihat dibuat buat oleh lembaga lembaga survey. Begitu pula pengumuman hasil pemilunya, disampaikan secara sembunyi sembunyi dan tidak secara lantang diumukan dihadapan publik. Pengumumannya pada saat rakyat tidur, baru kali ini ada pengumuman pemilu seperti ini. Jelas ini menyalahi asas keetisan dan kepatutan bangsa ini. Maka sangat wajar jika rakyat kesel dan menuntut kejujuran serta keadilan kepada KPU dan Bawaslu atas kinerja mereka yang tidak transparan.

Demokrasi memberikan hak kebebasan untuk menyampaikan pendapat. Ketika rakyat menyuarakan opininya tentang hasil pemilu dan menuntut kejujuran, seharusnya pemerintah merespon dengan baik dan menjelaskannya bukan membantainya. Mendapat kritikan itu seharusnya membalas dengan ramah dan santun serta memberi penjelasan bukan membungkam dengan menurunkan aparat keamanan. Jelas tindakan pemerintah ini merupakan inkonstitusional. Menyalahi Undang Undang dan aturan negeri ini. Maka pertanyaannya adalah layakkah pemerintah semacam ini dipertahankan? Rakyat juga pasti mikir berkali kali.

17 Ramadhan, 22 Mei 2019, menjadi saksi atas kekejaman penguasa, rezim tiran demokrasi atas ratusan orang korban tak berdosa dan beberapa jiwa melayang. Ini fix tanggung jawab dan dosa penguasa. Ingat, rakyat hanya menuntut keadilan dan kejujuran, bukan soal dukung mendukung. Saya sangat yakin seandainya proses penghitungan suara dilakukan secara transparan dan terbuka, apapun hasilnya rakyat pasti dapat menerima. Begitupun dengan pengumuman hasil pemilu jika disampaikan secara terbuka pada jam yang etis dan patut saya yakin apapun keputusannya rakyat pasti bisa menerima dengan legowo. Nah ini kan tidak seperti itu, jadi secara logika sangat wajar jika rakyat menuntutnya.

Perlu kita ketahui bahwa aksi yang dilakukan rakyat adalah aksi damai di depan kantor bawaslu. Massa hanya akan menyampaikan orasi tanpa ada unsur anarkis apapun. Massa yang lurus dan niat yang ikhlas untuk menuntut keadilan tidak akan merusak apapun. Adapun yang menyebabkan kerusuhan terjadi hingga menghilangkan nyawa adalah massa bayaran dan aparat yang mencoba untuk memprovokasi. Massa bayaran telah disiapkan untuk mengacaukan aksi damai ini. Jadi, yang membuat kerusakan itu adalah massa diluar massa aksi yang telah disiapkan oleh oknum tertentu untuk merusak acara unjuk rasa yang damai yang dilakukan oleh rakyat. Seperti diberitakan oleh Merdeka.com:

"Dugaan sementara, massa yang datang dari luar Jakarta. Kami juga menemukan beberapa amplop berisi uang," kata Kadiv Humas Polri Irjen Pol Mohammad Iqbal di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Rabu (22/5) (https://www.merdeka.com/peristiwa/polri-sebut-perusuh-aksi-22-mei-massa-bayaran.html).

Massa bayaran inilah yang sebetulnya merusak dan mengacau acara bukan massa aksi damai yang menuntut keadilan. Ketika aparat keamanan diturunkan, mereka tidak bisa membedakan mana massa bayaran dan mana massa yang lurus, sehingga semua massa mendapatkan perlakuan yang sama dari aparat, karena massa bercampur baur. Dalam hal ini saya mengutuk keras tindakan massa bayaran yang merusak bangunan maupun fasilitas lainnya. Mereka harus ditangkap dan dihukum. Tapi khusus massa yang lurus bergerak secara damai kenapa diperlakukan secara bengis dan kejam oleh aparat. Mereka tidak berdosa tapi ditembak mati. Aparatnya juga kurang akal, kok bisa bisanya menembakkan peluru ke arah massa aksi damai. Jelas ini tindakan yang menyalahi prosedural, ngawur ini. Semestinya polisi itu mengawal aksi bukan malah membantai massa.

Massa yang damai tidak mungkin menyulut emosi aparat karena mereka tau tujuan ke bawaslu untuk apa. Aparat yang baik juga tindak mungkin main hajar karena dia tau siapa yang sedang dia hadapi. Hanya aparat bayaran oknum dan yang benci pada umat islamlah yang melakukan tindakan keji dan biadab terhadap massa aksi damai.

Jadi, aksi ini sudah di setting sedemikian rupa oleh pemegang kendali negeri supaya berakhir dengan rusuh dan kacau. Semuanya agar ada yang disalahkan dan dijadikan kambing hitam sebagai pembuat makar. Penguasa berusaha mengamankan kepentingannya dengan segala cara sekalipun harus menumbalkan dan mengorbankan rakyatnya sendiri. Inilah penguasa hasil dari demokerasi, pengecut, penipu, munafik, licik, zhalim, dan biadab.

Memang demokerasi bukan jalan perubahan. Demokerasi selalu menimbulkan pertentangan. Ilusi Negara demokerasi. Kebebasan berpendapat adalah hal yang bulshit dalam demokerasi. Semuanya yang disebut kebebasan adalah fatamorgana. Demokerasi selalu berakhir dengan kediktatoran dan keotoriteran. Lihatlah sejarah panjang perjalanan negeri ini, semua sistemnya demokerasi, adakah yang membawa perubahan? Tidak ada. Semuanya selalu berakhir rusuh dan rusak. Artinya, demokerasi sudah tidak bisa dipertahankan karena menyebabkan berbagai kerusakan. Terlebih lagi, sistem demokerasi adalah sistem buatan manusia yang lemah dan terbatas yang selalu mengedepankan hawa nafsunya. Inilah kritik bagi demokerasi. Saatnya akhiri demokerasi.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Suguhan nyata. Media Belajar bersama. OK Pak

23 May
Balas

Mdh2n jd pljrn utk kita smua

23 May

Mantaps...

25 May
Balas



search

New Post