Setiawan Hidayat

Guru Produktif Teknik Kendaraan Ringan (TKR) SMK Negeri 1 Gunungguruh Kabupaten Sukabumi Jawa Barat. Sehari-hari saya aktif mengajar dan berkebun di halaman rum...

Selengkapnya
Navigasi Web

BMW, Boomerang Bagi Pemerintah

Tantangan bagi lulusan SMK semakin hari semakin besar. Tantangannya adalah BMW. Waktu itu bapak kepala sekolah mengatakan seperti itu. Saya yang kali pertama mendengar kata ini, sedikit terkejut dan bertanya-tanya apa arti dan maksud kalimat tersebut. Tidak lama kemudian bapak kepala sekolah melanjutkan pembicaraannya "BMW, Bekerja, Melanjutkan atau Wirausaha". Dalam hati saya berkata "Oh... Itu rupanya".

Sebagai lembaga pendidikan menengah ternyata peran SMK sungguh sangat berat. SMK harus bisa menyiapkan lulusan yang sanggup untuk melakukan BMW. Sementara untuk meraih B saja SMK harus "mati-matian" berupaya kesana-kemari mencari perusahaan yang mau bekerja sama terutama dalam hal rekrutmen dan praktik kerja industri. B saja sudah sedemikian sulit apalagi ditambah dengan M dan W, maka jauh lebih sulit lagi.

Dalam penyiapan lulusan yang siap kerja, saya sendiri merasakan betapa susahnya mencari perusahaan yang siap "menampung" lulusan. Kini, lulusan SMK juga ternyata harus mampu untuk M. Artinya, lulusan harus mampu menjawab tantangan kampus dalam seleksi akademik. Tentu ini tidak mudah, mengingat paradigma yang saat ini tertanam dalam benak peserta didik adalah B. Terlebih lagi lulusan juga dituntut harus mampu untuk W. Jelas ini jauh lebih sulit lagi dan sangat membebani.

Bayangkan saja, dalam satu tempat institusi pendidikan harus mampu melahirkan lulusan yang siap untuk BMW, betapa kompleksnya tanggung jawab SMK. Seorang lulusan SMK harus memiliki skill pekerja dan otak mahasiswa secara bersamaan bahkan gabungan antara otak dan skill yakni wirausaha. Memang tidak ada yg tidak mungkin, semuanya bisa saja, tapi mustahil ada siswa yang siap ketiga-tiganya. Dalam istilah Sunda hal seperti ini disebut sebagai "ngarawu ku siku". Digarap/diambil semuanya sehingga orang lain tidak kebagian. Padahal dirinya tidak mampu melakukannya.

Dari hal ini, sekarang saya paham bahwa ternyata SMK itu bukan hanya dipersiapkan untuk B, melainkan untuk M dan W. Lalu dimanakah peran pemerintah jika semua dibebankan kepada SMK? Mulai dari mencari perusahaan, bahkan juga kampus, dan peluang-peluang usaha. Lalu dengan seenaknya pemerintah menyampaikan bahwa SMK penyumbang pengangguran terbanyak. Lantas siapakah yang mencetuskan program SMK 70%. Ibarat boomerang, kini kebijakan itu kembali kepada pembuatnya.

Semestinya pemerintah tidak begitu saja menyalahkan SMK. Pemerintah seharusnya mengevaluasi sejauh mana kebijakan SMK 70% ini terlaksana. Bukan sekedar memperbanyak calon tenaga kerja sementara lapangan kerja semakin sempit. Jangan sekedar memperbayak calon mahasiswa sementara biaya kuliah semakin melambung tinggi. Dan jangan sekedar memperbanyak calon wirausahawan sementara peluang-peluang usaha yang ada diambil alih oleh asing dan aseng.

Saatnya pemerintah muahasabah, tidak boleh menyalahkan dan "cuci tangan" terhadap semua masalah yang justru diakibatkan oleh kebijakan yang salah. Lembaga pendidikan sekelas SMK tidak pernah membuat kebijakan yang kaitannya dengan BMW. Adanya SMK justru karena kebijakan pemerintah terhadap BMW.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post