Setiawan Hidayat

Guru Produktif Teknik Kendaraan Ringan (TKR) SMK Negeri 1 Gunungguruh Kabupaten Sukabumi Jawa Barat. Sehari-hari saya aktif mengajar dan berkebun di halaman rum...

Selengkapnya
Navigasi Web

Menyoal Kasus Jilbab di SMK Negeri 2 Padang

Video yang memperlihatkan adu argumen orang tua siswi dengan Wakil Kepala SMK Negeri 2 Padang menjadi viral pada hari Jumat (23/1/2021). Orang tua siswi tersebut dipanggil pihak sekolah, karena anaknya tidak mengenakan jilbab sebagaimana siswi lainnya.

Banyak pihak mengecam tindakan sekolah tersebut karena dianggap memaksa siswi non-Islam untuk mengenakan jilbab. Bahkan video tersebut telah sampai kepada Nadiem Makarim selaku Mendikbud. Beliau juga turut mengkritik kebijakan tersebut.

Seperti dilansir oleh Merdeka.com (24/1/2021) Nadiem Makarim mengatakan:

"Sejak menerima laporan, Kemendikbud telah berkoordinasi dengan pemda untuk segera mengambil tindakan tegas. Saya mengapresiasi gerak cepat pemda terhadap pihak yang melakukan pelanggaran,"

"Selanjutnya saya meminta pemerintah daerah sesuai dengan mekanisme yang berlaku segera memberikan sanksi tegas atas pelanggaran disiplin bagi seluruh pihak yang terbukti terlibat. Termasuk kemungkinan menerapkan pembebasan jabatan, agar permasalahan ini jadi pembelajaran kita bersama ke depan,"

Sementara itu, menurut Retno Listyarti (KPAI Bidang Pendidikan) sebagaimana yang diberitakan oleh Kompas.com (24/1/2021) mengatakan bahwa:

"Aturan sekolah seharusnya berprinsip pada penghormatan terhadap HAM dan menjunjung nilai-nilai kebangsaan, apalagi di sekolah negeri. Melarang peserta didik berjilbab jelas melanggar HAM, namun memaksa peserta didik berjilbab juga melanggar HAM."

Sejalan dengan itu, anggota DPR RI Komisi VIII Bidang Sosial dan Agama Lisda Hendrajoni juga mengomentari hal ini sebagaimana dilansir Kompas.com (23/1/2021) "Kita minta aturan itu dicabut. Ini tidak sesuai dengan Bhinneka Tunggal Ika. Kita harus toleransi."

Begitu banyak pihak yang bersuara terhadap kejadian ini. Berbagai kritik dan kecaman datang dari berbagai arah, semuanya ikut bersuara.

Namun, jika merujuk pada aturan lama dan kondisi kearifan lokal di Padang maka hal ini sebetulnya bukan aturan baru, melainkan sudah sejak lama diberlakukan dan tidak ada masalah, semuanya menerima dengan legowo. Hal ini sebagaimana pernyataan Kepala Dinas Pendidikan Sumatera Barat Adib Al Fikri yang dilansir oleh Kompas.com (23/1/2021) bahwa: "Sangat kita sayangkan kejadian ini. Aturan ini sudah lama sebelum pelimpahan wewenang, sejak zaman Wali Kota Padang Fauzi Bahar tahun 2005. Selama ini masih jalan dan baru diprotes hari ini."

Berkaitan dengan hal diatas maka ada satu hal yang cukup aneh jika kasus diatas dikaitkan dengan peristiwa sebaliknya yaitu pelarangan jilbab bagi siswi di sekolah pada tahun 2014 di Bali dan di Manokwari pada tahun 2019. Tidak ada suara dari pihak manapun, semuanya diam tak berkomentar. Kalaupun ada komentar tidak mendapat respon dan cenderung diabaikan seperti angin. Aneh tapi nyata tapi inilah faktanya. Maka wajar jika umat Islam di negeri ini mempertanyakan keadilan dalam menjalankan aturan Islam khususnya di sekolah.

Mengenakan jilbab itu adalah kebaikan bagi semua orang khususnya perempuan. Jilbab melindungi perempuan dari berbagai keburukan. Jilbab menutup aurat sehingga tidak menimbulkan syahwat bagi yang melihatnya. Sebaliknya, berpakaian terbuka dan mengumbar aurat dapat menimbulkan syahwat yang berujung pada kejahatan seksual. Dengan jilbab mata laki-laki akan terjaga. Namun, tanpa jilbab perempuan tereksploitasi auratnya sehingga hancurlah kehormatannya. Penggunaan jilbab dilingkungan publik akan menjaga kehormatan perempuan dan mencegah laki-laki dari syahwat. Bukankah ini kebaikan untuk semuanya?

Lalu kenapa harus mempersoalkan penggunaan jilbab? Jika di sekolah ada aturan tentang ini, bukankah itu bagus? Justru sekolah yang melarang jilbab itulah sekolah yang merendahkan kehormatan perempuan.

Dengan demikian, kasus jilbab di SMK Negeri 2 Padang yang menuai banyak kontroversi sehingga terbitlah SKB 3 Menteri, adalah kasus sederhana yang terlalu dibesar-besarkan sehingga menimbulkan kegaduhan publik. Sementara kasus pelarangan jilbab tidak pernah menimbulkan kegaduhan seperti ini. Dari sini, dapat dilihat seperti apa peran pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada warganya. Maka, wajar kaum muslim mempertanyakan hal ini. Kenapa ya, kok sulit sekali menjalankan aturan Islam di negeri mayoritas Islam?

Pemerintah seharusnya mendukung dalam hal kebaikan dan mencegah segala bentuk keburukan sebagaimana pelarangan jilbab di sekolah. Pemerintah tidak boleh berat sebelah dalam memberikan setiap keputusan. Jangan sampai ada stigma “umat islam sebagai mayoritas tetapi diperlakukan bak minoritas”.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Semoga ada solusinya

14 Feb
Balas

Aamiin. Makasih pa

15 Feb



search

New Post