Setyo Nugroho

Tinggal di Wonosobo, Jawa Tengah. Pernah menempuh S2 di PPs Unesa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia lulus tahun 2016. Saat ini bertugas di SMP Negeri 3 Kal...

Selengkapnya
Navigasi Web
Ada Apa dengan Diklat Penulisan?

Ada Apa dengan Diklat Penulisan?

Bak cendawan di musim hujan, seperti itulah yang bisa disematkan pada fenomena dunia penulisan saat ini, khususnya di kalangan guru. Pelatihan menulis bagi guru menjamur di mana-mana dari satu kota ke kota lain. Kegiatan ini dilaksanakan secara masif melibatkan instansi terkait dengan program yang cukup terarah. Ada apa ini? Pertanyaan menarik yang bisa dijawab dari segi dan cara pandang yang beragam.

Pergeseran cara baca dari media cetak menuju media online jelas menjadi penyebab utama penurunan omzet media cetak. Satu per satu media cetak berguguran tidak kuasa melawan proses alami globalisasi informasi. Jangankan media lokal, media nasional dengan kejayaannya pun tumbang. Mau tidak mau mencari solusi untuk tetap bisa bertahan.

Salah satu cara tetap bertahan adalah penyelenggaraan diklat penulisan bagi guru. Dengan diklat ini, guru diajarkan dan dilatih menulis artikel, cerita, atau bahkan membuat buku. Tujuannya diharapkan mendongkrak eksistensi media cetak yang tengah dalam kelesuan. Dengan menampung tulisan guru, lalu diterbitkan akan menjadi napas keberlangsungan penerbitan yang kembang-kempis saat ini. Penerbit diuntungkan dengan adanya kegiatan, dewan redaksi menjadi pemateri, guru menulis, tulisan guru dimuat, media pun kembali dilirik, lalu terbeli walaupun mungkin hanya saat tulisan itu terbit.

Sebenarnya lebih dari itu, tidak hanya sekadar menghidupkan kembali atau bertahan dari keterpurukan kondisi saat ini. Media cetak justru cerdas memanfaatkan peluang melalui guru. Kenaikkan pangkat dan golongan bagi guru yang mengharuskan guru menulis untuk publikasi ilmiah atau karya inovatif menjadi alasan. Selain itu, kalau pun akhirnya guru tidak mampu menghasilkan tulisan, mereka setidaknya mendapat sertifikat diklat penulisan sebagai bukti pengembangan diri. Lalu siapa yang diuntungkan? Sepertinya simbiosis mutualisme, sama-sama diuntungkan baik media cetak sebagai penyelenggara maupun guru sebagai peserta kegiatan.

Namun demikian, perlu diingat bahwa media cetak tidak lagi segarang dulu. Saat masih dalam kejayaan, media cetak akan menyeleksi secara ketat tulisan yang akan diterbitkan. Penulis pun berproses, membutuhkan waktu berulang-ulang untuk bisa tulisannya diterbitkan. Saat ini tidak demikian, tulisan yang kurang bermutu bahkan di bawah standard pun bisa ditebitkan asalkan karya guru yang mengikuti diklat penulisan. Mengapa demikian? Kelihatannya sebagai bentuk tanggung jawab moral media sebagai penyelenggara kegiatan. Bisa jadi begitu.

Dari sisi yang lain, kegiatan literasi bisa menjadi alasan. Tidak dipungkiri bahwa program literasi terus dikembangkan dengan berbagai upaya. Kalangan akademisi, dosen, mahasiswa, guru, dan siswa dipacu untuk berliterasi baik literasi baca dan literasi tulis. Adanya kegiatan diklat penulisan tentunya akan mendapatkan izin yang seluas-luasnya dari dinas pendidikan sebagai ajang kegiatan literasi tersebut. Guru sebagai ujung tombak pembelajaran diharapkan menjadi guru penulis untuk pengembangan profesi yang kemanfaatannya akan dirasakan secara langsung oleh siswa-siswanya.

Saat ini, saya sedang mengikuti diklat penulisan cerita dan buku yang digawangi oleh Suara Merdeka Institute bekerja sama dengan MKKS SMP Kabupaten Wonosobo. Kegiatan ini dilaksanakan selama dua hari, tanggal 19 dan 20 Oktober 2018 bertempat di RM Sari Rasa Wonosobo. Dalam benak pikiran terus berupaya untuk berpikir positif saja. Kesampingkan segala pemikiran negatif seperti yang terungkap dalam komentar-komentar miring yang saya baca dan dengar selama ini. Saya berpikir lebih baik ikuti diklat, dapat materi, dapat pencerahan ahli, dapat ilmu baru, dan syukur-syukur tulisannya dapat diterbitkan Suara Merdeka. Paling kepepetnya cuma dapat sertifikat diklat penulisan saja. Itu pun sudah sangat bermaanfaat. Toh, berangkat tidak mandiri, saya ditugaskan untuk mengikuti kegiatan dengan biaya ditanggung sekolah.

Terakhir, terima kasih untuk tim redaksi Suara Merdeka. Bapak Triyanto Triwikromo, Saroni Asikin, dan Gunawan Budi Susanto. Beliau bertiga merupakan orang-orang hebat dengan karya-karya tulisannya. Terima kasih sekali lagi untuk ilmu dan pencerahannya. Tetap maju jurnalistik Indonesia. Salam literasi tiada henti.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Tetap semangat mengikuti diklat...

20 Oct
Balas

Siap, makasih apresiasinya.

20 Oct

Mantap, inilah garangnya tulisan.. Ups... Maksudnya telisik dunia kepenulisan yg hebat! Lanjut Kang, tidak hanya sampai diklat!

20 Oct
Balas

Makasih bu Min, apresiasi yang menyejukkan, jadi vitamin penyemangat!

20 Oct

Sayangnya saya tiidak ikut dikirim dari sekolah untuk kegiatan tersebut. Maklum sekolah minim murid, ada yang lebih penting dibiayai oleh sekolah.

20 Oct
Balas

Moga suatu saat nanti ada lagi Bunda. Moga sukses dan sehat selalu.

20 Oct

Sukses untuk diklatnya

20 Oct
Balas

Makasih Pak. Salam literasi!

20 Oct

Keren pak, mantab!

20 Oct
Balas

Makasih, moga Bunda sehat dan sukses selalu. Oh ya, cerpenya tadi keren, moga segera dimuat.

20 Oct

Paparan yg luar biasa, barakallah

20 Oct
Balas

Makasih apresiasinya. Salam kenal!

20 Oct

Analisis yang dalam. Mantap tulisannya Pak.

20 Oct
Balas

Makasih apresiasinya, salam kenal!

20 Oct



search

New Post