optimis di tengah tipisnya harapan

Saat menampung bekas air wudhu untuk menyiram tanaman, mengelola sampah ala kadarnya jadi beberapa kegunaan, saya tidak lupa bahwa mungkin yang saya lakukan tidak memberi dampak apa-apa dihadapan dampak industri multinasional yang membuat kita merasa tak berdaya ketika cuaca makin panas, para petani semakin sering merugi karena iklim tak pasti dan setengah pasrah menghadapi berbagai ancaman keridakpastian dari alam raya :.wabah dan bencana..siapa lah aku ini, kita ini..? Hanya wong cilik dan sekumpulan orang yang tak rela melepas harapan.

Untuk hidup sederhana harus tidak banyak bicara. Tidak bicara jadi bahan rumpian, bicara argumentasi jadi bahan nyinyiran. Mungkin berdamai dengan kesulitan adalah praktik sesungguhnya dari hidup sederhana ketika itu jadi perlawanan hadapi kultur hedonis yang tidak disadari sebagai sebentuk penghancuran dan perampasan warisan bumi bagi anak cucu.

Tapi sekurang-kurangnya mengurangi rasa bersalah, dengan berbuat sebaik-baik yang dapat dilakukan itu melegakan; setiap tanaman yang kita rawat dalam pot atau halaman, yang bertunas atau menghadiahi bunga dan dedaunan adalah hadiah untuk hati yang tetap berharap..mereka seperti berkata 'iya sudah benar, andai besok langit runtuh, tak sia-sia kamu melakukan''.

Merealisasikan tanggung jawab sekecil apa pun menjelaskan siapa kita.