shobirin slamet

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Guru terbaik, menciptakan siswa SMA Unggul

Suatu ketika saya membuka kembali buku lusuh yang berjudul Driyarkara tentang Pendidikan. Buku tipis yang cukup menggelitik sehingga saya tertarik membacanya. Buku terbitan era 70an tersebut mengunggah sebuah pemikiran tentang pendidikan menengah. Begitu jelas di dalamnya menyampaikan sebuah gagasan Langeveld, seorang pakar psikologi pendidikan yang mengatakan bahwa Dikmen adalah pintu gerbang kesuksesan seseorang atau sebaliknya. Mengapa demikian? Masa kritis dalam pendidikan menengah menjadi hal yang wajib dicermati oleh seluruh pemangku kepentingan, khususnya tenaga pendidik dan kependidikan. Lebih lanjut, Driyarkara mengungkapkan bahwapendidikan menengah memerlukan tenaga-tenaga profesional yang mampu menyelamatkan para peserta didik dari kegagalan. Secara tidak langsung, pendapat ini mengandung implikasi bahwa hanya guru-guru hebat yang berpotensi mendidik, mengajar, serta membimbing peserta didik sehingga mampu meraih cita-citanya. Di pihak lain, universitas atau institut penghasil lulusan tenaga pendidikan dan kependidikan juga harus mampu memroses para mahasiswanya menjadi tenaga-tenaga pendidik yang berkualitas. Dapat dibayangkan betapa mengerikan ketika guru-guru di sekolah menengah tidak mampu berbuat lebih untuk peserta didiknya.

Ada kalimat bijak mengungkapkan bahwa SISWA HEBAT BERASAL DARI GURU HEBAT. Potensi peserta didik tidak akan mengemuka jika kita tidak mampu menggalinya. Tidak ada yang bisa dilakukan oleh peserta didik kita tanpa uluran tangan-tangan guru dengan penuh keihlasan. Oleh karena itu, menjadi guru dikmen yang hebat adalah sebuah tuntutan kewajiban. Wajah muram pendidikan menengah harus dihindarkan. Gantilah dengan wajah penuh semangat untuk mencapai kesuksesan. Kesuksesn dalam meniti cita-cita perlu campur tangan kita sebagai pendidik. Jika sumber daya peserta didik adalah anak-anak yang pandai (di sekolah favorit) tentu lebih mudah mengantarkan mereka ke jenjang keberhasilan. Sebaliknya akan makin sulit dan memerlukan komitmen dan dedikasi tinggi untuk mewujudkan cita-cita peserta didik yang memiliki kemampuan atau potensi yang rendah. Pola pikir kita harus diubah, tentu menjadi sebuah harapan dan keyakinan bahwa setiap anak mempunyai kelebihan. Dari aspek manakah mereka bisa berbicara. Karena perbedaan inilah merupakan aset yang saling melengkapi dalam kehidupan. Marilah menjadi guri yang senantiasa menjadi teladan, motivator, dan inspirator bagi anak didiknya. Akhirnya menjadikan siswa SMA unggul. Aamiin

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Matur nuwun komentar Bapak yang menggugah semangat. Sukses pula buat panjenengan. Nuwun

26 Oct
Balas

Setuju...., perbedaan merupakan aset yg saling melengkapi. Nasihat Engku Syafeei (Menteri Pengajaran Indonesia Kabinet Syahril, 1946) : "Jangan meminta buah mangga kepada pohon rambutan, tapi jadikan semua pohon berbuah manis". Sukses sllu Pak Kepala Sekolah, Nuwun.

26 Oct
Balas



search

New Post