Shofi Mardhiastuti

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

IZINKAN AKU PERGI

Pasrah. Hanya itu yang bisa aku lakukan. Harapanku Cuma satu, aku bisa menemui-Mu tanpa meninggalkan beban. Berawal dari satu tahun yang lalu, saat pita suaraku tak lagi dapat berucap normal, entah karena apa, aku bertahan dalam keterbatasanku. Bahkan untuk sekedar berkomunikasi dengan ketiga putraku yang masih kecil, aku harus rela menggunakan isyarat tubuhku.

Waktu pun terus berjalan. Aku merasakan tubuhku semakin ringan. Kini tak hanya sulit berbicara, aku pun tak lagi kuat menopang tubuhku. Gerakanku semakin terbatas. Kursi roda lah yang selalu menemani aku kemana aku pergi. Ada apa ini ? Bahkan dokter dari berbagai rumah sakit belum mampu mendeteksi penyakitku.

Siang itu, di sebuah rumah sakit di kota Solo, kusaksikan ketiga buah hatiku duduk di samping pembaringanku. Memang aku yang khusus meminta kepada suster rumah sakit agar ketiga buah hatiku diizinkan masuk menemuiku di kamar perawatan. Alhamdulillah, atas izin pihak manajemen rumah sakit, akhirnya ketiga buah hatiku kini berada dekat denganku. Kuminta putra sulungku yang baru berusia tujuh tahun untuk menyetorkan hafalan Qur’annya kepadaku. Masyaallah, angin kesejukan seolah membelai tubuhku ketika kudengar putraku melantunkan surat Ar-Rohman dengan sempurna. Sekilas kulihat kedua adiknya tampak duduk tenang sambil berebut memainkan jemari tanganku. “Maafkan Bunda, Sayang. Mungkin Bunda tak bisa menemani kalian lebih lama lagi “, gumamku dalam hati. Siang itu ruang perawatanku seolah menjadi begitu sejuk.

Di suatu petang, aku merasakan tubuhku begitu ringan. Sayup kudengar adzan maghrib berkumandang. Segera suamiku mengusapkan air wudhu ke tubuhku dan mengimamiku sholat maghrib. Sungguh aku merasa bahwa inilah sholat terakhirku. Selesai sholat, lantunan murottal suamiku terdengar begitu indah. Namun entah mengapa suara itu kian lama semakin menghilang. Aku tak bisa lagi mendengar dengan jelas. Ujung jemari kakiku mulai terasa kaku dan dingin. Allah, aku ikhlas. Kulihat jelas wajah suami dan ketiga buah hatiku tampak begitu sedih. Ikhlaskan kepergian Bunda, Sayang. Bunda sudah sembuh selamanya.

(Penulis adalah peserta pelatihan literasi Surakarta, Juli 2017)

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Endingnya membahagiakan. Alhamdlillah. Luar biasa gaya nulisnya. Salam.

30 Jul
Balas

terimakasih...baru belajar menulis bu....mohon bimbingannya..

30 Jul



search

New Post