sholikul Hardy Girinatakusumadihard

sholihul Hardi gurunatakusuma_ tukang pijat alternatif dan spiritual hubungi 082325958964...

Selengkapnya
Navigasi Web
kurang asin

kurang asin

GARAM (1) Kondisi Alam Kurang Mendukung Meski memiliki garis pantai terpanjang kedua dunia, Indonesia masih bergantung pada garam industri negara lain. Selain pragmatisnya industri garam dan lemahnya dukungan negara terhadap industri garam, kondisi geografis, terbatasnya luasan tambak garam, hingga budaya petani garam menjadi penyebabnya. Indonesia memiliki panjang garis pantai 99.093 kilometer. Sebagai negara tropis, Indonesia dilimpahi sinar matahari sepanjang tahun. Namun, itu tak otomatis membuat Indonesia bisa memproduksi banyak garam. Produksi garam di Indonesia umumnya dengan menguapkan air laut di atas lahan luas memakai energi panas matahari. Di sejumlah negara produsen garam dunia, seperti Amerika Serikat, Kanada, Jerman, dan China, garam didapat dari penambangan deposit gunung garam. ”Deposit gunung garam itu belum ditemukan di Indonesia,” kata ahli garam yang juga Direktur Kawasan Iptek Garam Universitas Trunojoyo Madura Makhfud Efendy, Minggu (13/8). Australia dan India, produsen utama garam dunia, juga mengandalkan produksi garam dengan teknik penguapan air laut seperti di Indonesia. Dengan teknik penguapan air laut, jumlah produksi garam tergantung luas lahan dan panas matahari. Lahan luas diperlukan karena dari 1 kilogram air laut hanya menghasilkan 30 gram garam. Jadi, jika ingin produksi 100.000 ton garam, butuh 3,3 juta ton air laut. Lahan luas saja tak cukup. Tambak garam harus ada di pesisir landai, tanah tak poros atau tak tembus, air lautnya bermutu baik, dan lautnya tenang dengan variasi pasang surut tak terlalu besar. ”Itu membuat tak semua pesisir dan garis pantai Indonesia bisa jadi tambak garam,” kata ahli garam dari Balai Pelatihan dan Penyuluhan Perikanan Tegal, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Dradjat. Karakteristik lahan itu membuat di selatan Jawa tak ada tambak garam. Data KKP menyebut, dari 34 provinsi, hanya 9 provinsi punya tambak garam pada 2015. Lahan itu tersebar di 44 kabupaten atau kota seluas 25.830 hektar dan produksi 2,9 juta ton garam. Kurang asin Selain lahan, mutu air laut yang baik dengan tingkat salinitas atau kandungan garam tinggi dan cemaran logam berat rendah jadi syarat produksi garam dengan mutu dan kuantitas baik. Saat musim kemarau tanpa hujan, kadar garam laut Indonesia 33 bagian per seribu (ppt). Sementara di Australia bisa mencapai 35-36 ppt. ”Bahan baku air laut dengan salinitas lebih tinggi lebih menguntungkan. Sebab, produktivitasnya lebih tinggi dan mengurangi waktu penguapan air laut,” kata Makhfud. Penguapan air laut butuh kuantitas pemanasan tinggi, curah hujan rendah, kelembaban udara rendah, dan kecepatan angin tinggi. Meski Indonesia termasuk negara tropis, sebaran dan tingkat intensitas sinar matahari guna mendukung penguapan lebih rendah dibandingkan dengan sejumlah negara di area subtropis, seperti Karibia, Meksiko, Afrika Utara, India, dan Australia. Selain itu, musim kemarau dengan paparan panas tinggi di Indonesia hanya 4-5 bulan per tahun. ”Di negara penghasil garam utama seperti Australia, China, dan Meksiko, panjang paparan sinar matahari 11 bulan setahun,” ungkap Makhfud. Itu membuat penguapan air laut di negara-negara itu lebih cepat. Dengan laju penguapan 1.850 milimeter (mm) permukaan air per tahun dan curah hujan tinggi, 1.300 mm permukaan air per tahun, maka selisih antara laju penguapan dan curah hujan di Indonesia hanya 550 mm permukaan air per tahun. Itu jauh lebih rendah dibandingkan selisih penguapan dan curah hujan di Australia dan Perancis sebesar 3.300 mm dan 1.150 mm permukaan air per tahun. Negara subtropis juga memiliki beda suhu tinggi antara puncak musim panas dan musim dingin, mencapai puluhan derajat celsius. Kelembaban udaranya pun rendah, 20-30 persen. Iklim itu membuat laju pengendapan pengotor dalam pembuatan garam dan kristalisiasi kandungan natrium klorida (NaCl) lebih cepat. Berbagai keuntungan kondisi alam itu membuat produksi garam dengan teknik penguapan air laut di negara-negara subtropis lebih baik dibandingkan Indonesia. ”Jadi, iklim tropis dan garis pantai terpanjang kedua di dunia bukan keunggulan komparatif Indonesia untuk produksi garam,” kata Makhfud.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post