Hikmah luar biasa yang saya rasakan setelah mengikuti kelas Sagu Sabu adalah keinginan yang menggebu-gebu untuk tetap menulis. Menulis apapun yang saya rasakan, amati, dan saya dengar. Pengalaman saya atau orang lain.

Ada banyak hal yang harus saya sampaikan terkait ilmu dan profesi yang saya jalani yang. Tanggung jawab yang luar biasa besar untuk menyampaikan ilmu yang saya miliki dan ketahui. Bukan bermaksud untuk merasa lebih pintar, lebih hebat, lebih tahu, atau untuk sekedar membuktikan bahwa saya mampu menulis. Bukan. Namun, semata hanya untuk berbagi apa yang saya rasakan.

Bahwa virus menulis yang ditularkan oleh mentor rekan-rekan alumni Sagu Sabu begitu kuat menggerogoti jiwa saya. Penularannya begitu masif, sampai-sampai saya tak sadar bahwa saya telah terbang jauh melewati ekspektasi dan motivasi awal saya. Di awal kegiatan, saya hanya ingin sekedar melepaskan tanggung jawab saja agar tidak terus dirongrong untuk mengikuti kelas Sagu Sabu.

Di hari keempat setelah kelas Sagu Sabu, ide-ide liar semakin berkecamuk di kepala saya. Ibaratnya sekumpulan kupu-kupu yang terperangkap dalam sebuah botol, mereka menari ke sana ke mari untuk bisa lolos dari kungkungan botol tersebut. Begitu juga ide-ide di kepala saya, menari-nari bebas di tiap aktivitas saya. Mulai dari bangun tidur sampai tidur lagi, bahkan dalam mimpi pun ide-ide itu tak pernah berhenti bergejolak. Luar biasa.

Semoga ini tak seperti “si bisu barasian” saja, ada terasa, tersampaikan tidak. Semoga.