SISTEM FONOLOGI BAHASA MINANGKABAU DI HALABAN KEC. LAREH SAGO HALABAN KAB. 50 KOTA
Abstract
This article was written to describe the Minangkabau language phonological system in Kenagarian Halaban based on (1) the system and distribution of vowels, (2) consonant system and distribution, (3) diphthong and distribution, (4) form syllables. The method used in this research was method and analysis technic of language by Sudaryanto. The data was collected with basic techniques such “pancing” technique, followed by “cakap semuka” technique. The finding the Minangkabau language phonological system in Kenagarian Halaban research is 5 vocal, 18 consonant, 6 phoneme diphthongs, distribution vocal complete, while distribution consonant consisting of 5 consonants complete and 13 incomplete, distribution diphthong incomplete and form syllables consisting a vowel (V), a vowel and a consonant (VC), a consonant and a vocal (CV) and a consonant, a vowel, a of consonants (CVC).
Key words: phonological, phoneme, vocal, consonants, diphthongs, syllables
A. Pendahuluan
Bahasa merupakan alat komunikasi antaranggota masyarakat (Keraf, 1984: 15). Bahasa mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang arbiter yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berintekrasi, dan mengidentifikasikan diri (KBBI, 2008: 116). Tanpa adanya bahasa manusia tidak bisa saling berkomunikasi.
Bahasa pertama yang digunakan dalam melakukan komunikasi adalah bahasa ibu atau disebut bahasa daerah. Salah satu bahasa daerah yang digunakan untuk berkomunikasi adalah bahasa Minangkabau yang dipakai sebagai bahasa pertama oleh penutur asli dalam melakukan komunikasi di wilayah Minangkabau. Bahasa Minangkabau juga berfungsi sebagai alat pengembang kebudayaan Minangkabau. Isman dalam Ayub (1993: 13), mengatakan, bahwa bahasa Minangkabau sebagai bahasa daerah berfungsi :(a) sebagai lambang kebangsaan daerah Sumatera Barat dan pendukung perkembangan kebudayaan Minangkabau; (b) sebagai lambang identitas daerah Sumatera Barat dan Masyarakat Minangkabau sebagai salah satu suku bangsa di Indonesia; dan (c) sebagai alat perhubungan dalam keluarga dan masyarakat Minangkabau dalam berkomunikasi lisan. Di setiap wilayah Minangkabau ini mempunyai bahasa Minangkabau daerah tersendiri, yang disebut juga dengan bahasa daerah atau bahasa kampung. Bahasa daerah ini juga hampir mengalami kepunahan, yang diakibatkan karena kalangan penggunaan bahasa daerah telah
mengalami percampuran dengan bahasa Minangkabau umum dalam berkomunikasi, sehingga sedikit sekali penutur bahasa daerah asli.
Eksistensi bahasa bahasa daerah tergantung pada penutur asli bahasa tersebut. Bahasa daerah merupakan salah satu aset budaya Indonesia yang mesti dilestarikan. Agar bahasa daerah tidak punah, maka perlu dilakukan penelitian dan pengembangan terhadap bahasa daerah yang ada di Indonesia salah satunya di Kenagarian Halaban.
Bahasa Minangkabau di Sumatera Barat khususnya di Kenagarian Halaban Kecamatan Lareh Sago Halaban Halaban Kabupaten Lima Puluh Kota umumnya digunakan sebagai bahasa sehari-hari atau disebut juga bahasa pergaulan. Masyarakat di nagari Halaban, menggunakan bahasa Minangkabau daerah Halaban sebagai bahasa sehari-hari dalam berkomunikasi. Penelitian terhadap bahasa Minangkabau daerah Halaban dimaksudkan untuk inventarisasi salah satu bahasa daerah dari segi fonologi.
Fonologi adalah bunyi-bunyi bahasa sebagai satuan terkecil dari ujaran beserta dengan “gabungan” antarbunyi yang membentuk silabel atau suku kata. Serta juga dengan unsur-unsur suprasegmental, seperti tekanan, nada, hentian dan durasi (Chaer (2009:5). Lebih lanjut menurut Chaer, Fonologi adalah bunyi-bunyi bahasa sebagai satuan terkecil dari ujaran beserta dengan “gabungan” antarbunyi yang membentuk silabel atau suku kata. Fonologi dibedakan atas dua, yaitu fonetik dan fonemik. Fonetik merupakan cabang ilmu fonologi yang mempelajari bunyi bahasa tanpa menghiraukan fungsi masing-masing bunyi tersebut dalam ucapan. Fonemik berusaha menganalisis bunyi-bunyi yang berperan sebagai pembeda makna. Bunyi-bunyi tersebut dalam ilmu bahasa disebut fonem. Berdasarkan di mana beradanya bunyi bahasa itu sewaktu dikaji, dibedakan adanya tiga macam fonetik, yaitu fonetik artikulatoris, fonetik akustik dan, fonetik auditoris (Lyons, 1995: 100-102).
Ruang lingkup kajian fonologi tidak hanya mengkaji bunyi-bunyi bahasa dan fonem-fonemnya dalam bahasa yang diteliti tetapi lebih luas dari itu yakni termasuk mengkaji peran fonem itu dalam membentuk struktur suku kata dan penggabungan morfem dengan morfem yang lain dalam bahasa itu. Jadi ruang lingkup kajian fonologi berawal dari penemuan bunyi bahasa, yang menyelidiki alat ucap yang menghasilkanya dan pembentukannya sehingga ditemukannya bunyi-bunyi bahasa itu. Bunyi bahasa itu terdiri dari vokal, konsonan dan diftong.
Bunyi vokal dihasilkan dihasilkan dengan pita suara sedikit terbuka, tidak melibatkan hambatan, geseran, atau hubungan lidah atau bibir (Chaer, 1994: 113; Bloomfield, 1995: 99. Vokal diartikan juga sebagai bunyi bahasa yang dihasilkan dengan getaran pita suara tanpa adanya penyempitan dalam saluran suara di atas glotis (Kridalaksana, 1993: 228). Konsonan menurut adalah bunyi ujaran akibat adanya udara yang keluar dari paru-paru mendapatkan hambatan atau halangan (Chaer, 1994: 113; Lyons, 1995: 103). Konsonan menurut Kridalaksana merupakan bunyi bahasa yang dihasilkan dengan menghambat aliran udara pada salah satu tempat di saluran suara di atas glotis. Diftong atau disebut juga vokal rangkap karena posisi lidah ketika memproduksi bunyi dalam satu silabel pada bagian awal dan bagan akhirnya tidak sama (Chaer, 1994: 115). Diftong juga disebut sebagai bunyi bahasa yang pada waktu pengucapannya ditandai oleh perubahan gerak ldah dan perubahan tamber satu kali, dan yang berfungsi sebagai inti suku kata (Kridalaksana, 1993: 43).
Berdasarkan sistem vokal dan konsonan yang dikemukankan para ahli bahasa, dapat menjadikan sistem tersebut untuk mengkaji dan menganalisis suatu bahasa. Artinya jika kita menganalisis suatu bahasa daerah atau bahasa nasiaonal suatu bangsa tentu akan menemukan sejumlah fonem vokal, konsonan, dan diftong yang berbeda. Hal ini karena setiap bahasa mempunyai bunyi-bunyi bahasa yang berbeda dengan bahasa yang lain. Hal yang lebih menarik juga bahwa fonem-fonem vokal dan konsonan tersebut juga dapat membuktikan perannya sebagai pembeda makna.
Fonem-fonem dalam bahasa juga mempunyai kemampuan untuk berada dalam posisi tertentu yang disebut dengan distribusi fonem. Maksan (1994:45), menyatakan bahwa dalam suatu bahasa, fonem mempunyai distribusi tertentu, yang tidak sama dengan bahasa lain. Sebuah fonem dapat menempati posisi awal, tengah, dan akhir dari sebuah kata. Namun, dapat pula terjadi bahwa fonem-fonem tertentu hanya dapat menempati posisi tertentu saja, misalnya tidak dapat menempati posisi akhir, atau hanya mungkin pada posisi tengah saja, dan sebagainya. Chaer (2009:89), mengatakan bahwa distribusi fonem adalah kemampuan bagi fonem untuk berada pada posisi tertentu dalam sebuah kata dasar. Fonem dalam bahasa akan membentuk tuturan. Kombinasi beberapa fonem akan membentuk suku kata dan suku kata akan membentuk kata, serta kata akan membentuk kalimat dan tuturan. Fonem tersusun dalam kata akan memiliki posisi tertentu dalam kata. Misalnya dalam bahasa Indonesia fonem /i/ setidaknya mempunyai empat buah alofon bunyi yaitu bunyi [i] seperti dalam kata diri, bunyi [i] seperti pada kata asing, bunyi [i], seperti pada kata bunyi.
Silabel atau suku kata merupakan satuan ritmis terkecil dalam suatu arus ujaran atau runtutan bunyi ujaran (Chaer, 1994: 123). Satu silabel biasanya meliputi satu vokal dan satu konsonan atau lebih. Silabel sebagai satuan ritmis mempunyai puncak kenyaringan atau sonoritas yang menjadi puncak silabel.
Penelitian ini dimaksudkan sebagai salah satu cara pelestarian bahasa daerah, karena bahasa daerah adalah satu kebudayaan Indonesia. Kosakata ataupun suku kata bahasa daerah yang berkembang di wilayah tertentu harus tetap dipelihara keasliannya. Dengan demikian bahasa daerah akan tetap berkembang seiring perkembangan bahasa Indonesia dan bahasa asing lainnya.
Berdasarkan uraian di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan (1) sistem vokal bahasa Minangkabau di Kenagarian Halaban , (2) sistem konsonan bahasa Minangkabau di Kenagarian Halaban , (3) diftong bahasa Minangkabau di Kenagarian Halaban , (4) distribusi vokal, konsonan dan diftong bahasa Minangkabau di Kenagarian Halaban , (5) bentuk suku kata bahasa Minangkabau di Kenagarian Halaban .
B. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yang dikemukakan oleh Sudaryanto dalam bukunya Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa (1993).
Metode pengumpulan data adalah metode Cakap dan metode Simak. Metode cakap adalah percakapan langsung/lisan dengan informan, sedangkan metode simak adalah melakukan penyimakan terhadap penggunaan bahasa atau bunyi-bunyi yang diucapkan oleh informan. Metode cakap menggunakan dua teknik, yaitu: 1) teknik dasar, teknik dasar yang digunakan adalah teknik Pancing; 2) teknik lanjutan, teknik lanjutan yang digunakan adalah teknik Cakap Semuka. Sementara itu metode simak juga menggunakan dua teknik dalam penerapannya yaitu teknik Sadap sebagai teknik dasar dan teknik Simak Bebas Libat Cakap (SBLC), teknik Rekam, dan teknik Catat sebagai teknik lanjutan.
Metode analisis data yang digunakan adalah metode Padan, yaitu Padan Referensial dan Padan Fonetis Artikulatoris. Metode Padan Referensial alat penentunya adalah kenyataan yang ditunjuk oleh bahasa (referent) itu sendiri, sedangkan metode Padan Fonetis Artikulatoris alat penentunya adalah bahasa atau organ wicara.
Data yang telah diperoleh selanjutnya akan dianalisis berdasarkan analisis data sebagai berikut (1) melakukan transkripsi fonemis sesuai data yang dikumpulkan, (2) mengiventarsasikan bunyi bahasa yang ada pada daftar kosakata, dan rekaman, (3) mengklasifikasikan bunyi-bunyi bahasa yang sejenis, yaitu vokal sama dengan vokal, konsonan sama konsonan, dan diftong sama dengan diftong, dan (4) merumuskan kesimpulan.
C. Pembahasan
Di dalam penelitian ini, akan dijabarkan mengenai sistem vokal, konsonan dan diftong, distribusi fonem vokal, konsonan dan diftong bahasa Minangkabau di nagari Halaban , serta bentuk suku kata bahasa Minangkabau di Kenagarian Halaban.
1. Sistem Vokal Bahasa Minangkabau di Kenagarian Halaban
Fonem vokal yang ditemukan dalam bahasa Minangkabau di Kenagarian Halaban dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 1
Sistem Vokal Bahasa Minangkabau di Kenagarian Halaban
Fonem
Posisi
Awal
Tengah
Akhir
/a/
/asok?/
‘asap’
/lawua?/
‘daging’
/ola/
‘sudah’
/i/
/iso?/
‘hisap’
/sabi?/
‘arit’
/abi/
‘habis’
/u/
/uleR/
‘ular’
/idui?/
‘hidup
/sotu/
‘sabtu’
/e/
/elo/
‘tarik’
/kobe?/
‘ikat’
/pode/
‘pedas’
/o/
/obui/
‘rebus’
/tolueR/
‘telur’
/lado/
‘cabe’
Berdasarkan tabel (1) di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat 5 fonem vokal dalam bahasa Minangkabau di Kenagarian Halaban Kecamatan Lareh Sago Halaban, yaitu: /a/, /i/, /u/, /e/, /o/. Distribusi vokal dalam bahasa Minangkabau di Kenagarian Halaban adalah lengkap. Bahasa Minangkabau di Kenagarian Halaban memiliki persamaan dengan bahasa Minangkabau umum. Bahasa Minangkabau umum juga memiliki lima fonem vokal. Fonem vokal bahasa Minangkabau umum, yaitu fonem /a/, /i/, /u/, /e/, /o/.
Konfigurasi fonem vokal yang terdapat dalam bahasa Minangkabau di Kenagarian Halaban dapat dideskripsikan sebagai berikut:
a. fonem /a/ adalah: bawah, rendah, pusat, dan tak bundar;
b. fonem /i/ adalah: atas, tingg, depan, dan tak bundar;
c. fonem /u/ adalah: atas, tinggi, depan, dan bundar;
d. fonem /e/ adalah: tengah, tinggi, depan, dan tak bundar;
e. fonem /o/ adalah:tengah, tinggi, belakang, dan bundar.
2. Sistem Konsonan Bahasa Minangkabau di Kenagarian Halaban
Konsonan dan distribusinya dalam bahasa Minangkabau di Kenagarian Halaban dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2
Sistem Konsonan Bahasa Minangkabau di Kenagarian Halaban
Fonem
Posisi
Awal
Tengah
Akhir
1. /b/
/boňa?/
‘bodoh’
/kobow/
‘kerbau’
/Robob/
‘rebab’
2. /c/
/ciga?/
‘monyet’
/gaci?/
‘anjing’
-
3. /d/
/dondo/
‘denda’
/gadi/
‘cantik’
-
4. /g/
/gopua?/
‘gemuk’
/sogan/
‘malas’
-
5. /j/
/jawi/
‘sapi’
/kojo/
‘kerja’
-
6. /k/
/kondie?/
‘babi’
/Raki?/
‘rakit’
-
7. /l/
/lombie?/
‘lunak’
/kolom/
‘gelap’
-
8. /m/
/moko/
‘tamak’
/ghami/
‘ramai’
/domom/
‘demam’
9. /n/
/none/
‘nenas’
/nanaeR//
‘pusing’
/lomban/
‘lembek’
10. /p/
/poka?/
‘tuli’
/lapaeR/
‘rakus’
-
11. /s/
/sabi?/
‘arit’
/kosa?/
‘gerah’
-
12. /t/
/tarompa/
‘sandal’
/ato?/
‘atap’
-
13. /w/
-
/jawi/
‘sapi’
/kobow/
‘kerbau’
14. /y/
/yo/
‘iya’
/ayieR/
‘air’
/gulay/
‘gulai’
15. ň
/ňapu/
‘menyapu’
/oňa?/
‘henyak’
16. ŋ
/ŋaŋo/
‘tulalit’
/boŋa?/
‘bodoh’
/obaŋ/
‘azan’
17. ?
-
-
/poka?/
‘tuli’
18. R
/Rondom/
‘rendam’
/boRe?/
‘berat’
/uleR/
‘ular
Konsonan yang terdapat dalam bahasa Minangkabau di Kenagarian Halaban berjumlah 18 buah, yaitu: /b/, /c/, /d/, /g/, /j/, /k/, /l/, /m/, /n/, /p/, /s/, /t/, /w/, /y/, /ň/ ,/ŋ/, /?/, dan /R/. Dari 18 buah konsonan terdapat 5 buah konsonan dengan distribusi lengkap, yaitu: /b/, /m/, /n/, /ŋ/, dan /R/. Konsonan /c/, /d/, /g/, /j/, /k/, /l/, /p/, /s/, /t/, /y/ dan ň hanya mampu menempati posisi awal dan tengah. Konsonan /w/ hanya bisa berdistribusi di bagian tengah saja. Sedangkan konsonan /?/ hanya terdapat di bagian akhir saja.
Fonem /w/ dalam bahasa Minangkabau di Kenagarian Halaban memilki dua fungsi, yaitu sebagai konsonan dan semi vokal. Pada kata /jawi/ ‘sapi’ dan /gawi?/ ‘garut’, fonem /w/ merupakan konsonan. Sementara pada kata /lawua?/ ‘daging’ dan /kobow/ ‘kerbau/, fonem /w/ merupakan semi vokal.
Begitu pula halnya dengan fonem /y/. Pada kata /yo/ ‘ya’ dan /ayieR/ ‘air’, fonem /y/ merupakan konsonan, sedangkan pada kata /gulay/ ‘gulai’, fonem /y/ bertindak selaku semi vokal.
Fonem konsonan yang tedapat dalam bahasa Minangkabau di Kenagarian Halaban dapat dideskripsikan sebagai berikut:
1. fonem /b/: bilabial, hambat, bersuara;
2. fonem /c/: velar, aprikatif, tak bersuara;
3. fonem /d/: dental, hambat, bersuara;
4. fonem /g/: velar, hambat, bersuara;
5. fonem /j/: velar, aprikatif, bersuara;
6. fonem /k/: velar, hambat, tak bersuara;
7. fonem /l/: alveolar, lateral, bersuara;
8. fonem /m/: bilabial, nasal, bersuara;
9. fonem /n/: alveolar, nasal, bersuara;
10. fonem /p/: bilabial, hambat, tak bersuara;
11. fonem /s/: alveolar, aprikatif, tak bersuara;
12. fonem /t/: dental, hambat, tak bersuara;
13. fonem /w/: bilabal, hampiran, tak bersuara
14. fonem /y/: laminopalatal,hampiran, tak bersuara
15. fonem /ň/: nasal, laminopalatal, bersuara
16. fonem /ŋ/, nasal, dorsovelar, bersuara
17. fonem /?/: glotal, hambat, bersuara
18. fonem /R/: uvular, geseran, bersuara.
3. Diftong Bahasa Minangkabau di Kenagarian Halaban
Berdasarkan hasil penelitian, diftong dalam bahasa Minangkabau di Kenagarian Halaban berjumlah 6 buah dengan distribusi yang tidak lengkap. Diftong /ae/ berdistribusi di bagian tengah saja, diftong /ai/, /au/, /oi/ berdistribusi hanya di bagian akhir saja, dan diftong /ie/ dan /ui/ mampu berdistribusi di bagian tengah dan akhir.
Tabel 3
Diftong Bahasa Minangkabau di Kenagarian Halaban
Fonem
Posisi
Awal
Tengah
Akhir
1. /ae/
-
/nanaeR/
‘nanar’
-
2. /ai/
-
-
/potai/
‘petai’
3. /au/
-
-
/imbau/
‘panggil’
4. /ie/
-
/kondie?/
‘babi’
/podie/
‘perih’
5. /ui/
-
/ukui?/
‘kukus’
/peŋkui/
‘kurus’
6. /oi/
-
-
/letoi/
‘lelah’
Berdasarkan Tabel 3 di atas dapat disimpulkan bahwa, diftong dalam bahasa Minangkabau di Kenagarian Halaban berjumlah 6 buah dengan distribusi vokal yang tidak lengkap, yaitu: /ae/, /ai/, /au/, /ie/, /ui/, dan /oi/.
4. Pola silabel Bahasa Minangkabau di Kenagarian Halaban
Silabel atau suku kata dalam Bahasa Minangkabau di Kenagarian Halaban terdiri atas satu suku kata atau lebih. Suku kata dalam bahasa Minangkabau di Kenagarian Halaban mempunyai struktur dan kaidah yang sederhana. Suku kata dalam bahasa Minangkabau di Kenagarian Halaban terdiri atas (1) satu vokal/ V, misalnya pada kata /aso?/ ‘asap’: /a/-/so?/; (2) satu vokal dan satu konsonan/ VK, misalnya pada kata /ontom/ ‘sepak’: /on/-/tom/; (3) satu konsonan dan satu vokal/ KV, misalnya pada kata /bolui?/ ‘belut’: /bo/-lui?/; (4) satu konsonan, satu vokal, dan satu konsonan/ KVK, misalnya pada kata /kolam/ ‘gelap’: /ko/-/lam/.
Berdasarkan contoh di atas, suku kata dalam bahasa Minangkabau di Kenagarian Halaban sama dengan suku kata bahasa Minangkabau umum, yaitu terdiri atas satu vokal (V), satu vokal dan satu konsonan (VK), satu konsonan dan satu vokal (KV), dan satu konsonan, satu vokal, satu konsonan (KVK).
D. Simpulan dan Saran
Berdasarkan data yang telah diperoleh dalam penelitian Sistem Fonologi Bahasa Minangkabau di Kenagarian Halaban Kecamatan Lareh Sago Halaban Halaban Kabupaten Lima Puluh Kota dapat diambil simpulan sebagai berikut ini.
1) Bahasa Minangkabau di Kenagarian Halaban Kecamatan Lareh Sago Halaban Halaban Kabupaten Lima Puluh Kota memiliki 5 vokal yaitu vokal /i/, /u/, /e/, /o/, dan /a/ dengan distribusi vokal lengkap.
2) Bahasa Minangkabau di Kenagarian Halaban Kecamatan Lareh Sago Halaban Halaban Kabupaten Lima Puluh Kota memiliki konsonan sebanyak 18 buah, yaitu: /b/, /c/, /d/, /g/, /j/, /k/, /l/, /m/, /n/, /p/, /s/, /t/, /w/, /y/, /ň/ ,/ŋ/, /?/, dan /R/. Dari 18 buah konsonan terdapat 5 buah konsonan dengan distribusi lengkap, yaitu: /b/, /m/, /n/, /ŋ/, dan /R/. Konsonan /c/, /d/, /g/, /j/, /k/, /l/, /p/, /s/, /t/, /y/ dan ň hanya mampu menempati posisi awal dan tengah. Konsonan /w/ hanya bisa berdistribusi di bagian tengah saja. Sedangkan konsonan /?/ hanya terdapat di bagian akhir saja.
3) Fonem /w/ dalam bahasa Minangkabau di Kenagarian Halaban memilki dua fungsi, yaitu sebagai konsonan dan semi vokal. Pada kata /jawi/ ‘sapi’ dan /gawi?/ ‘garut’, fonem /w/ merupakan konsonan. Sementara pada kata /lawua?/ ‘daging’ dan /kobow/ ‘kerbau/, fonem /w/ merupakan semi vokal.
4) Bahasa Minangkabau di Kenagarian Halaban Kecamatan Lareh Sago Halaban Halaban Kabupaten Lima Puluh Kota memiliki diftong berjumlah 6 buah dengan distribusi vokal yang tidak lengkap, yaitu: /ae/, /ai/, /au/, /ie/, /ui/, dan /oi/.
5) Suku kata bahasa Minangkabau di Kenagarian Halaban Kecamatan Lareh Sago Halaban Halaban Kabupaten Lima Puluh Kota terdiri atas satu vokal (V), satu vokal dan satu konsonan (VK), satu konsonan dan satu vokal (KV) dan satu konsonan, satu vokal, satu konsonan (KVK).
Sehubungan dengan simpulan di atas maka peneliti mengemukakan saran bahwa pengembangan dan pendokumentasian bahasa daerah perlu dilaksanakan karena yang kita ketahui bahasa yang selalu berubah-ubah dan berkembang. Oleh karena itu penelitian bahasa daerah perlu dilakukan. Penelitian bahasa ini dapat bermanfaat bagi peneliti lain untuk melengkapi hal-hal yang berhubungan dengan kebahasaan salah satunya di bidang fonologi. Hasil penelitian ini dapat memperkaya kosa kata bahasa daerah bahkan dapat juga menambah kosa kata bahasa Indonesia, sehingga penelitian ini dapat menjadi pengembangan bahasa daerah dan Indonesia.
BIBLIOGRAFI
Bloomfield, Leonard. 1995. Language, Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
_________. 2009. Fonologi Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Departemen Pendidikan Nasional. 2008. KBBI. Jakarta: PT Gramedia
Kridalaksana, Harimurti. 1993. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Lyons, John. 1995. Pengantar Teori Lingustik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana University Press.
Penulis adalah Aumni Sagu Sabu Kemenag Liko 3
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Mantap ...
makasih kawan.....