Pemanfaatan Internet dalam Strategi Pembelajaran Blended Learning
Berdasarkan survey yang telah saya lakukan empat tahun yang lalu terhadap 8 kelas yang saya ajar, diketahui bahwa semua siswa memiliki dan menggunakan smartphone. Sebagian besar dari mereka menggunakan smartphone-nya untuk berkomunikasi melalui media sosial (Twitter, Instagram, WhatApps, Facebook, dan sejenisnya) atau bermain game-game online. Sangat sedikit dari mereka memanfaatkannya sebagai pendukung untuk meningkatkan prestasi belajarnya. Oleh karena itu, saya pun mempunyai ide untuk mengubah strategi pembelajaran lama dengan strategi pembelajaran baru yang menggabungkan pembelajaran secara tatap muka/face to face (F2F) dan internet yaitu strategi pembelajaran Blended Learning (BL).
Pada kesempatan ini, saya ingin menegaskan bahwa BL bukanlah e-Learning. Selama ini apabila berbicara e-Learning itu identik dengan BL. Pada BL menggunakan internet sebagai pendukung kegiatan pembelajaran, sedangkan pada e-Learning menggunakan internet sebagai media utama untuk pembelajaran secara online saja. Kita dapat mengatakan bahwa internet adalah segalanya bagi program-program e-Learning, sedangkan internet dalam BL merupakan salah satu media yang membantu memfasilitasi proses pembelajaran.
Banyak model pembelajaran yang termasuk strategi pembelajaran BL ini. Namun, hanya beberapa model pembelajaran yang mudah dilakukan di ruang kelas yang ada di sekolah-sekolah Indonesia khususnya sekolah tempat saya mengajar, antara lain Station-Rotation Model dan Flex Model.
Station-Rotation Model, yaitu model pembelajaran yang terdiri dari tiga station besar yaitu station 1 siswa bertatap muka dengan gurunya untuk mendiskusikan materi yang sedang dipelajarinya kemudian dilanjutkan siswa berpindah ke station 2 yaitu station kelompok kecil berdiskusi untuk memecahkan masalah atau mengerjakan lembar kerja yang dibagikan oleh gurunya. Station 3, siswa belajar secara online sepenuhnya. Sedangkan Flex Model merupakan model pembelajaran yang memanfaatkan internet sebagai media pendukung utama pada proses pembelajaran, guru sepenuhnya hadir sebagai fasilitator. Guru memberikan lembar kerja atau penugasan proyek yang dikerjakan dan diselesaikan siswa secara mandiri hanya dibantu oleh sumber belajar dari buku referensi dan internet. Apabila ada hal yang tidak dipahami dari petunjuk pada lembar kerja/penugasannya siswa dapat berkomunikasi dengan gurunya.
Dalam proses pembelajaran, saya sudah menggunakan model pembelajaran Station-Rotation Model dan Flex Model. Pada awalnya model pembelajaran ini sangat sulit diterapkan di sekolah kami, banyak kendala yang harus saya hadapi karenanya. Pertama, tidak terbiasanya siswa belajar di kelas secara mandiri, guru hanya berperan sebagai fasilitator bukan sumber belajar sepenuhnya di dalam kelas. Jadi, kegiatan pembelajaran yang berlangsung ini lebih berpusat kepada siswa (student-center) daripada berpusat kepada guru (teacher-center). Kedua, ketidakpahaman pimpinan dan jajarannya pada model pembelajaran ini dan protes dari orang tua yang cukup dominan mempengaruhi sikap pimpinan dan para guru. Namun demikian, hal-hal tersebut tidak membuat saya menjadi patah semangat. Saya tetap menggunakan model pembelajaran ini supaya para siswa benar-benar memanfaatkan smartphone dengan segala kecanggihannya untuk meningkatkan hasil belajar mereka.
Berdasarkan penelitian yang saya lakukan, bahwa dari hasil pre-test dan post-test diperoleh peningkatan nilai rata-rata yang cukup berarti setelah kegiatan pembelajaran berlangsung dengan model-model BL. Nilai pre-test diperoleh rata-rata 51,42 dan nilai post-test diperoleh rata-rata 69,92 setelah proses pembelajaran dengan Station-Rotation Model. Demikian pula setelah proses pembelajaran dengan Flex Model diperoleh nilai rata-rata pre-test 64,92 dan nilai rata-rata post-test 70,75. Data ini menunjukkan bahwa siswa mendapatkan nilai rata-rata yang cukup tinggi ketika mereka belajar dengan Station-Rotation Model.
Saya dapat menyimpulkan dari kedua model pembelajaran ini, bahwa hasil belajar dengan menggunakan Station-Rotation Model lebih baik daripada dengan Flex Model karena telah terjadi peningkatan nilai rata-rata sebesar 18,5 poin sedangkan dengan Flex Model terjadi peningkatan nilai rata-rata sebesar 5,83 poin. Hal ini menunjukkan bahwa siswa masih membutuhkan kehadiran guru dalam proses pembelajaran, siswa masih perlu dilatih untuk disiplin, kemandirian dan percaya diri.
Tantangan Hari Ke-11
#TantanganGurusiana
#InternetPendidikan #MediaGuru #Indosat
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Alhamdulillah saya bisa masuk ke akun ibu ini. Bermanfaat makasih Bu
Masya Allah, alhamdulillah terimakasih juga ibu berkenan mampir ke akun saya. Salam kenal, Bu
Terimakasih, Bu. Semoga tulisan saya bermanfaat. AamiinSalam kenal juga ya, Bu
Keren Bu Sinta salam kenal sehat dan sukses sllu
Tulisannya sangat bermanfaat ibu, semoga bisa dibaca oleh khayalak umum
Terimakasih, Eman. Semoga dapat memotivasimu juga untuk menulis artikel terbaikmu yaa...