BERBAKTI KEPADA ORANG TUA
#H19
By Dias Toeti
Di bawah cahaya lampu kamar yang redup, Pak Tarno menghempaskan pantatnya di kursi kayu di pojok kamar. Matanya yang tak lagi normal menatap sejumlah rupiah di tangannya. Empat lembar seratus ribuan. Uang pemberian Febri, anak lelakinya yang nomor dua. Tiba-tiba buliran bening menganak sungai di pipinya yang keriput.
Tiga puluh lima tahun yang lalu…
"Bapak, bulan depan aku mau piknik. Ini suratnya." ujar Febri seraya menyodorkan surat pemberitahuan dari SMP-nya.
"Wajib ikut?" sahut Pak Tarno.
"Yaaa…. I-i-iyaaa...."
"Bapak nggak punya uang!"
Tidak sekali itu saja, Febri mendengar jawaban seperti itu dari bapaknya. Setiap minta dibelikan sepatu, tas, buku, dan kebutuhan sekolah lainnya, alasannya selalu tidak punya uang. Padahal bapaknya seorang pegawai swasta yang gajinya juga tidak sedikit.
Febri tidak berani mengeluh pada ibunya. Ia tahu ibunya juga diberi 'jatah' pas-pasan oleh bapaknya. Bisa jadi 'jatah'-nya pun tidak cukup sampai akhir bulan.
Pernah suatu ketika sepatu Febri rusak.
"Mas, kamu jadi mau beli sepatu?" tanya ibunya pada Febri.
"Iya, Bu."
"Besok pagi jual ayam dulu ya, Mas…" bujuk ibunya.
Febri hanya menganggukkan kepalanya.
*
Dengan jatah yang pas-pasan, Bu Tarno pun terpaksa memutar otak agar dapurnya tetap 'ngebul'. Memelihara ayam menjadi pilihannya. Di samping modalnya sedikit, resikonya juga kecil.
Awalnya, Bu Tarno hanya memelihara dua pasang ayam kampung. Diambil telornya untuk dijual. Lama-lama berkembang biak menjadi berpasang-pasang. Alhamdulillah, hasilnya lumayan. Bisa untuk membantu menyekolahkan Febri dan dua kakak perempuannya hingga lulus SMA.
Sementara Pak Tarno, masih tetap dengan kebiasaan buruknya. Uangnya habis untuk berjudi dan berjudi lagi. Namun, meski Pak Tarno tabiatnya begitu, Bu Tarno menanamkan pada anak-anaknya agar tetap berbakti pada bapaknya.
*
Seiring berjalannya waktu, berkat jerih payahnya berjualan buku, Febri bisa merampungkan kuliah. Ia berhasil menyandang gelar sarjana. Dan langsung diterima di perusahaan ternama. Semua itu tentu tidak lepas dari doa ibunya.
"Bu…. Mulai saat ini ibu tak usah bersusah payah melihara ayam lagi yah… Nanti semua kebutuhan ibu, aku yang tanggung." ucap Febri sambil bersimpuh di hadapan ibunya.
Mata Bu Tarno berkaca-kaca. Sembari mengelus-elus kepala Febri, ia menggumam lirih, "Alhamdulillah…"
Febri tak hanya mencukupi kebutuhan ibunya saja, tetapi juga bapaknya. Meski Febri kecil kebutuhannya jarang dipenuhi oleh bapaknya. Bukan berarti ia harus dendam. Yang ia tahu kewajiban seorang anak tetaplah berbakti kepada orang tua.
*****
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar