JUARA PERTAMA
#H22
By Dias Toeti
Sore itu, selepas asar Mono bersiap diri untuk melakukan latihan.
"Latihan lagi?" tanya Nomo.
"Iyalah.... Aku pingin menjadi yang terdepan!" ujar Mono seraya mengangkat kedua tangannya dengan jari-jari mengepal. Begitu jawaban Mono setiap ditanya Nomo, teman sekamarnya.
"Mo, sini tolongin aku!" kata Mono.
"Males ah! Aku capek!" Nomo yang seharian membersihkan kamar mandi menolak.
'Bug!'
Seketika kepalan tangan Mono melayang ke dada Nomo. Sontak Nomo pun terlempar ke lantai.
"Aaarrgh…" Sambil memegang dada, Nomo mengerang kesakitan.
"Cepat berdiri!" bentak Mono.
Raut muka Nomo tampak ketakutan. Ia pun bangun. Lalu berjalan terhuyung mendekati lelaki berbadan tegap itu sembari menggumam, "Dasar orang gila…"
"Ini pegang!" Tangan Mono menyodorkan karung besar, tali rafia, dan helm.
Sesaat kemudian Mono dan Nomo berjalan beriringan menuju ke lapangan. Di sana sudah banyak orang. Ada yang sedang berlari mengitari lapangan. Ada yang bermain sepak bola. Ada yang sekadar duduk-duduk.
Mono dan Nomo berhenti di pinggir tanah luas itu. Tepatnya di bawah pohon Bintaro.
"Sini!" kata Nomo dengan karung terbuka di tangannya.
Satu per satu kaki Mono masuk ke dalam karung yang dipegang Nomo. Pria berambut keriting itu membenamkan diri di dalam karung. Hingga kelihatan rambutnya saja, eh kepalanya saja. Posisinya tidak berdiri tegak. Agak-agak jongkok.
Lantas Nomo menarik simpul rafia yang telah melingkar di bahu Mono. Untuk menahan biar karungnya tidak melorot. Tinggal satu tugas Nomo. Memakaikan helm.
Usai memasangkan helm di kepala Mono, Nomo memberi aba-aba, "Satu… Dua… Ti… Gaaaa!"
Mono mulai beraksi. Badannya yang terbungkus karung itu meloncat-loncat seperti katak. Sebentar-sebentar jatuh. Meloncat lagi. Jatuh lagi. Hingga berkali-kali. Nomo dan orang-orang yang berada di situ terbahak-bahak melihat aksi Mono. Mereka seperti mendapat hiburan gratis.
Namun, Mono tak putus asa. Ia tetap semangat. Ia ingin menjadi juara dalam lomba balap karung pakai helm dalam peringatan hari Pahlawan nanti.
Latihan itu dilakukan Mono tidak hanya sekali, dua kali. Bahkan sampai puluhan kali. Nomo, teman satu-satunya yang menyemangati. Meski tidak jarang ia dibikin babak belur, bila tak menuruti kemauannya.
*
Perlombaan yang dinanti-nanti Mono sudah digelar. Semua kamar mengirimkan satu orang sebagai peserta lomba.
Sejak dulu, Mono selalu mengajukan diri mewakili kamarnya. Dan selalu juara pertama. Tetapi belum pernah menjadi yang terdepan. Kadang ia berada di urutan kedua atau ketiga. Itulah mengapa kali ini ia berjuang keras.
Perlombaan siap dimulai. Semua peserta telah mengenakan karung dan helmnya. Mereka sudah menempatkan diri di setiap lintasan. Mono berada di lintasan paling kiri.
"Tiga! Dua! Sa.. Tu!" Juri memberi aba-aba dengan mengangkat bendera segitiga berwarna biru.
Mono dan peserta lainnya berlomba untuk mencapai finish. Supporter yang berada di sekeliling lapangan memberikan spirit pada perwakilannya masing-masing.
"Mono.. Mono.. Mono.." Nomo berteriak-teriak sambil tepuk tangan.
Supporter yang lain pun tidak kalah lantangnya.
"Nano.. Nano.. Nano.."
"Agit.. Agit.. Agit.."
"Gito.. Gito.. Gito.."
"Tora.. Tora.. Tora.."
Suasananya heboh. Teriakan supporter terdengar bersahut-sahutan. Sesekali mereka berjingkrak-jingkrak sambil terpingkal-pingkal.
Beberapa menit kemudian supporter yang berjejer di sebelah kiri tampak girang. "Horeeeeee….!!"
Rupanya peserta yang didukungnya berada paling depan. Mono, iya Mono berhasil mencapai garis finish dengan waktu tercepat.
"Yess! Akhirnya aku berhasil yang terdepan." gumamnya sambil melangkah ke arah Nomo.
*
Tibalah saatnya pembagian hadiah. Kepala Rumah Sakit Jiwa di mana Mono dan kawan-kawan dirawat telah berdiri di atas panggung. Pria berperawakan kurus dan tinggi itu akan membagikan hadiah berupa satu dus makanan ringan dan minuman.
Tak berselang lama, dewan juri memanggil para peserta lomba untuk menerima hadiah, "Juara pertama diraih oleh… MONO. Iya, Mono silakan naik ke atas panggung."
Sambil senyum-senyum, Mono menapaki tangga satu per satu. Diiringi tepuk tangan yang meriah.
"Kemudian juara pertama lagi, diraih oleh Gito."
"Dan… Juara pertama berikutnya diraih oleh Nano."
*
Salah seorang perawat baru yang ikut menyaksikan pembagian hadiah itu heran. Ia mencolek teman perawat lain di sebelahnya sambil bertanya, "Kenapa juara pertama semua?"
"Dulu pernah diumumkan juara lomba. Saat dewan juri menyebutkan juara pertama, kedua, ketiga, mendadak yang menjadi juara kedua dan ketiga mengamuk. Akhirnya sejak saat itu Kepala Rumah Sakit menyarankan agar semua dijadikan juara pertama."
***
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Kereeen cerpennya, Bunda. Salam literasi
Terima kasih, Pak Dede...