Siswi Mardiastuti

Lahir di sebuah desa di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah 48 silam. Kesehariannya momong anak-anak umur belasan. Saat ini sedang bekah-bekuh nulis, nulis dan...

Selengkapnya
Navigasi Web
SECOND MARRIAGE

SECOND MARRIAGE

#H16

By Dias Toeti

Akhirnya datang juga hari yang kunanti-nantikan. Sungguh bahagianya aku, sebentar lagi akan ada seseorang yang menemani hari-hariku. Yang akan mengisi kekosongan hatiku selama ini.

"Ma, aku pake baju apa?" tanya Hera begitu keluar dari kamar mandi.

"Itu udah mama siapkan di atas tempat tidur, Dik." jawabku sambil membetulkan bulu mataku yang hampir lepas.

Hera, anak bungsuku memang tak pernah mau memilih sendiri baju yang akan dikenakan. Mungkin karena ia anak perempuan satu-satunya. Jadi apa-apa selalu aku yang menyiapkannya.

Tapi ini salahku juga, sejak kecil aku terlalu memanjakannya. Aku meladeni hampir semua keperluannya. Seperti makan, minum, memakai sepatu, mengambil tas, dan menyiapkan air panas untuk mandi.

Waktu itu aku tak pernah berpikir akan berbuntut seperti ini. Dan sekarang di usianya yang bisa dibilang sudah tidak kanak-kanak lagi, ia belum juga bisa mandiri.

"Ma, aku pingin mondok." ujar Hera ketika aku menyisir rambut ikalnya.

'Glodaaak'

Aku sangat terkejut mendengar kalimat yang diucapkan Hera. Hingga sisir yang kupegang pun melayang. Jatuh mengenai tempat sampah kecil yang berada bawah meja rias.

"Biar Hera yang ngambil, Ma." Hera mencengkeram ujung bajuku, menahanku untuk memungut sisir itu.

"Dik, mama tadi gak salah dengar kan?"

"Nggak, emang kenapa Ma?"

"Kenapa sih Dik Hera kok tiba-tiba pingin mondok?" Seraya mengikat rambut Hera, aku bertanya padanya. Aku masih tidak yakin dengan ucapan gadisku itu.

"Yah, pingin mondok aja." jawabnya dengan nada datar.

Orang tua mana yang tega melepas anak untuk hidup jauh darinya? Sedangkan selama ini apa-apa masih jarang dilakukannya sendiri. Begitu juga aku, sungguh merasa keberatan untuk memenuhi permintaan Hera.

"Kalo Mama nggak mbolehin, gimana?"

"Mama, sebentar lagi Mama kan ada Om itu. Nggak ada lagi yang mbantuin aku untuk begini dan untuk begitu. Biar aku tinggal di pondok aja. Itung-itung belajar mandiri, kan Ma."

Aku terhenyak menatap Hera. Sorot mata dan mimik wajahnya menyiratkan kesedihan. Lantas aku pun merengkuh tubuh mungil itu dan mendekapnya.

"Mbak Murni, pak penghulunya udah datang." Tahu-tahu adikku datang memberitahu.

"Iya, sebentar ya." sahutku.

"Sini! Hera ikut Tante." bujuk Sari, adikku sambil memegang pundak Hera.

"Nggak usah, Te. Hera biar sama aku aja."

Lalu aku menggandeng tangan kecil Hera menuju ruang depan. Ruang tamu yang disulap menjadi sebuah pelaminan sederhana.

Bersambung...

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Terima kasih, Pak Musdar.

03 Nov
Balas

Masya Allah.... Luar biasa. Salam sukses dan salam Literasi. Ditungu episode berikutnya

02 Nov
Balas



search

New Post