Penulis Siswo Saroso

#Tagur Hari ke 399

Dalam perjalanan Probolinggo Malang, di jalur tol yang berbeda terdengar suara sirene mobil polisi. Dari sebelah terlihat beberapa mobil di belakangnya. Ada sekitar tiga mobil yang di kawal polisi. Di depan terlihat pintu pembayaran tiket tol. Tiba-tiba Aku berniat untuk memperhatikan mobil polisi di sebelah. Ingin tahu apakah polisi pengawal dengan sirene yang menyala juga bayar tol?

Istri yang duduk disamping saya suruh untuk memperhatikan. Terlihat sebelum masuk pos pembayaran, polisi melambaikan tangan kepada petugas jaga. Merekapun seakan paham. Sesaat kemudian palang penghalang mobil terbuka. Pertanda polisi dan mobil yang di kawal bebas melintasi tanpa harus bayar tol.

Kami saling pandang dengan istri yang duduk di sebelah. Kemudian tertawa sinis melihat kejadian. Tak bisa dihindari. Diskusi berdua terasa panas. Saling argumentasi mendebatkan kenapa mobil polisi pengawal bebas tanpa membayar tol. Padahal dari mobil yang di kawal juga berplat nomor hitam. Bukan mobil dinas dengan plat nomor merah.

Dalam perjalan Aku berfikir dan bertanya. Apakah semua mobil yang dikawal polisi selalu gratis di jalan tol? Bukankah jalan tol juga sebagai perusahaan. Ada yang milik BUMN dan ada yang milik swasta. Terlepas dari siapa yang punya. Contoh kasus di atas seakan membawa kita pada rasa tidak adil. Kita suruh bayar tol mahal. Sementara ada pihak lain gratis. Padahal semua tahu. Untuk membangun jalan di ambil dari dana hutang luar negeri. Entah sampai kapan hutang luar negeri kita bisa dilunasi.