Hadiah Indah dari Putra Mahkota
Hari ke-53
Hadiah Indah dari Putra Mahkota
Anak sulungku, Aiman bersekolah di pondok pesantren sejak kelas satu SD. Meskipun jauh dari rumah, Aiman tampak menikmati kehidupannya di pondok. Pengelola pesantren betul-betul memperhatikan kebutuhan santri, secara fisik maupun psikis.
Setiap kamar di asrama berisi delapan belas santri, diasuh oleh empat orang ustadz. Satu ustadz wali asrama dan tiga ustadz santri pengabdian lulusan pondok. Sebulan sekali santri diajak menikmati kegiatan di luar pondok, misalnya berenang.
Pagi hari mereka belajar di kelas, siang hari istirahat sholat dan makan. Sesudah itu santri tidur siang dan dibangunkan menjelang asar. Para ustadz menyiapkan buah atau susu sebagai penyemangat mengikuti kegiatan sore, yaitu salat Asar dilanjutkan belajar Al-Qur’an. Malam hari mereka berkumpul di masjid mengulang hafalan sambil menunggu azan Isya.
Santri boleh ditengok sepekan sekali saat libur Kamis siang sampai Jumat sore. Sesekali juga boleh diajak menginap di luar pondok, selagi bersama orangtua. Bagi santri yang rumahnya dekat boleh pulang sebentar.
Karena jarak Cileungsi-Solo lumayan jauh, suamiku hanya bisa menengok ke pesantren dua bulan sekali. Keponakanku yang kuliah di Universitas Muhammadiyah Solo, Zaidan, mengunjungi Aiman dua pekan sekali. Meskipun jarang bertemu, rindu terobati karena kami berbincang melalui telepon sepekan sekali.
Singkat cerita, menjelang lulus SD Aiman baru menyelesaikan program hafalan Al-Qur’an sebanyak dua puluh juz. Aku menawarinya untuk melanjutkan sekolah dekat rumah. Tapi dia memilih melanjutkan di pondok.
“Aku pengen lanjut menghafal sampai tiga puluh juz,” demikian tekadnya.
“Kira-kira tercapainya kapan, Mas?” tanyaku.
“Targetku insyaallah pas kelas dua Mtw,” jawabnya dengan semangat,”Umi doakan aku, ya.”
Di pondok Aiman, Mtw(Mutawasitah) itu setingkat SMP, sedangkan tingkatan SMA dinamakanTsanawiyah.
“Umi selalu doakan di waktu-waktu mustajab. Asalkan Mas semangat dan bersungguh-sungguh insyaallah tercapai.” Aku memberi dukungan padanya.
Dua tahun kemudian, target Aiman tercapai. Dia menyelesaikan program menghafal Al-Qur’an sebanyak tigapuluh juz pada usia tiga belas tahun. Aiman memberi kabar ini melalui telepon. Aku langsung menangis mendengarnya.
Sejenak aku teringat bagaimana pengorbanannya menahan rindu di tahun awal belajar di pesantren. Terkenang tangisan bocah umur enam tahun yang terpisah dengan ibunya. Perihnya hatiku setiap melihat anak laki-laki seusianya bermain dekat rumah.
Akhirnya, tujuh tahun pengorbanannya membuahkan hasil. Masyaallah tabaarakallah.
Belakangan, aku mendapat anugrah indah dari perjuangan putra mahkotaku itu.
Mau tahu?
Kuceritakan besok, insyaallah.
Stay tune….
Cileungsi, 7 Maret 2020
Siti Alimah Sofyan
Ibu yang sering mendapat kejutan indah, Alhamdulillah.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Ditunggu Bu ,khabarnya .Keren Bu .Sehat dan sukses selalu
Terimakasih ibu. Semoga ibu sehat juga
Ma syaa Allaah....