Siti Annisa

Guru MtsN Tanjung Pinang Sejarah Kebudayaan Islam ...

Selengkapnya
Navigasi Web

Bukan Takdir

Perasaan Hagia siang ini terasa hampa. Dia full senyum hari ini, tetapi seperti ada yang kosong dalam relung hatinya. Entah, dia tak banyak menyadari hal-hal aneh yang terjadi hari ini. Seperti biasa dia mengajar, berangkat tanpa hambatan sama sekali bahkan terkesan mulus-mulus saja. Anak didiknyapun begitu menyenangkan. Tidak ada yang aneh dengan hari dan hatinya. Tapi, ntah kenapa semua terasa kosong dan begitu hampa.

Dia memutuskan untuk beristigfar sepanjang hari, bertanya pelan pada relung hatinya. Apa sebenarnya yang terjadi pada hatinya. Dibawah pohon yang rindang ditemani segelas es teh di scroll status Wa yang sliweran dikontak Hpnya. Tanpa sengaja sepasang matanya memerhatikan status seseorang yang pernah ada dihatinya. Seseorang yang menyusup hadir ntah dalam imajinasinya, dalam harinya dulu, atau sekedar muncul bertukar kabar sekedar bertanya apakah sudah menghabiskan jatah obatnya hari ini ?

Iya, sesederhana itu perasaan Hagia terhadap orang yang dicintainya. Teman SMAnya dulu. Sama-sama dikelas IPS 2. Sama-sama suka tidur dikelas, sama sama susah ketika dipaksa menggunakan sepatu full seharian disekolah. Sama-sama suka ketinggalan pelajaran, dan ngebut kesetanan dengan meminjam catatan milik teman sebangku mereka. Hagia tau, bahkan semestapun tampak sengaja memeluk erat mereka sama-sama dalam kesamaan yang tak jauh beda. Hagia yang polos belum paham maknanya mencintai dulu. Yang dia tau, Hagia memberanikan diri untuk menelpon Hikam malam itu. Hagia tanpa piker Panjang meminta Hikam pulang, kembali kesekolah karena ujian kelulusan sudah berlangsung satu har dan Hikam terlambat.

“Nenek saya meninggal, ibu meminta saya untuk hatam Al-Qur’an mendokan nenek sampai seminggu. Maaf permintaan dari ibu adalah harga mati untuk saya !! “beber Hikam

Diujung telpon Hagia sudah hamper menumpahkan airmatanya, Hagia polos takut Hikam tidak lulus.

“Coba dipikirkan kembali, kamu masih bisa hataman kok setelah ujian selesai, nanti kalo kamu ga lulus gimana ? kan saying masa-masa SMA

Hikam diam. Lama baik Hagia dan Hikam taka da yang bersuara. Masing-masing dari mereka mendalami pikiran mereka masing-masing

“Sebentar ini siapa ya ? “ Hikam baru sadar bahwa dari tadi dia hanya mendengarkan orang sebrang yang menelpon tanpa tau siapa yang susah payah memintanya untuk pulang dan ujian. Hagia tersadar dari lamunannya. Buru-buru dia matikan telpon umumnya dan menghela nafas Panjang, lebih baik Hikam tidak tau bahwa yang menelpon adalah dirinya.

Hagia juga tidak menyadari menyukai Hikam sampai pada akhirnya dia tau Hikam hanya mirip dengannya. Hanya sebatas kesukaan yang sama dan sama sama suka tertawa sembarangan. Hikam jatuh cinta, dengan kakak senior yang cantik dan tajirnya minta ampun. Hagia ? tentu patah hati dan langsung ngacir seribu langkah sebab cemburu.

Hagia semakin tenggelam dengan kehidupan yang mengerikan yang tak pernah dia pikirkan selama ini. Dia yang pemalas dan tanpa arah tujuan hidup menjelma menjadi manusia yang penuh obsesi, gila kerja dan benar-benar memprioritaskan hal-hal yang benar-benar ingin dia miliki. Suatu malam, entah karena kelelehan, atau mabuk karena deadline administrasi mengajar yang semakin mengerikan dari hari kehari, Hagia teringat Hikam. Niat menyapa eh malah keterusan.

Malam itu, Hikam hanya menganggap Hagia adalah manusia yang dia sebut teman dari dulu hingga mereka dewasa. Baginya, Hagia adalah kiriman Allah untuk menumpahkan cerita pilunya tahun ini. Bertubi-tubi Allah mengujinya agar tau seberapa berani Hikam untuk tetap mengimani takdir yang Allah beri. Ayah Hikam 2 bulan lalu meninggal disusul ibunya 40 hari kemudian. Luka hatinya semakin menganga sebab Hikam sudah berjanji kepada ibunya dulu akan menikah setelah kepedihan ditinggalkan ayah nya berkurang. Tapi Hikam keliru. Hikam tidak berpikir bahwa luka atas kepergiaan ayahnya justru luka dalam untuk sang ibu. Mereka memang ditakdirkan sehidup semati. Bahkan sepakat menorah luka dalam setahun secara bersamaan kepada Hikam. Setelah keduanya pergi, Hikam akhirnya justru sakit parah. Hypertiroid.

Malam itu Hikam bilang berkali-kaliuntuk bantu mendokan agar Hikam ikhlas terhadap apapun keputusan Allah untuknya. Malam itu juga Hikam dengan kaki pincang dan sulit berjalannya menempuh perjalanan dingin menuju kerumah tunangannya. Disampaikanlah maksud dan tujuannya kerumah sang perempuan pujaannya. Hikam jujur agar tak memberatkan pihak perempuan untuk menerima dirinya yang penyakitan kelak setelah menikah.

Kalian tau ?

Allah uji Hikam untuk kedua ketiga kali. Tunangan dan keluarga menyampaikan bahwa tak akan sanggup menerima Hikam dan penyakitnya. Hikam cukup tau diri dan berpamitan. Melepaskan pujaan hati dan berpikir keras untuk dapat sembuh. Yang terpenting adalah sembuh terlebih dahulu.

Hari demi hari Hikam melakukan pengobatan dan ditemeni Hagia. Banyak hal yang pada akhirnya dilakukan Bersama meskipun terbatasi jarak yang jauh sekali. Mereka semakin intens bertanya kabar atau bergurau banyak hal yang dilalui setiap harinya. Hagia sedikit banyak adalah penolong Hikam untuk sembuh dan agar tak merasa kesepian.

Namun, lagi-lagi Hikam menghilang. Berbulan-bulan pergi dan akhirnya tanpa kabar. Hagia tetap lah Hagia yang gila kerja dan merasa tertipu atas jalan takdir yang Allah atur untuk mereka berdua. Dia tetaplah wanita yang selalu kegeeran akan hidup Bersama Hikam. Dia mengira Allah memang sengaja mengatur segalanya agar mereka dekat kembali dan tumbuh sebagai sepasang anak manusia yang saling mencintai. Salah besar !!

Hikam siang itu bilang dia akan menikah. Mendadak , dikenalkan oleh tetangganya. Hikam klop dan merasa sudah sembuh dan patut Bahagia atas apa yang terjadi padanya.

“saya terima kasih kekamu ya , sebab kamu udah nemenin saya selama sakit. Semoga berjodoh dengan orang yang hebat dan baik jangan seperti saya pengangguran!! Kamu hebat siapa yang ga mau sama kamu ?? hening suara Hagia hamper hilang

“ hahahha.. ada yang gam au saya aku, kamu buktinya !!! hahaah..

“Gia, saya ga pernah bilang tidak menyukaimu, tapi pantaskah saya berharap pada perempuan yang jauh disana dan hebat seperti kamu ??

Hagia menggigit bibir bawahnya. Sudah cukup Hikam memang bukan takdirnya. Sama seperti takdir dulu, hanya teman tak lebih dan tak kurang.

Hikam resmi menghilang dari peredaran hidupnya.

Hari ini Hagia justru tak sengaja melihat SW Hikam berpose mesra dengan sang istri. Merayakan wisuda sang istri. Hikam tampak serasi dengan stelan batik merah memadukan dengan kebaya yang digunakan sang istri.

Aneh, Hagia sudah tidak menangis.

Justru sebaliknya, dia tersenyum manis sambal berbisik lirih pada dirinya sendiri

“Kam, syukur kamu bisa berdiri tegak, dengan sepasang kaki yang dulunya sakit. Aku cukup bersyukur untuk takdir bisa melihatmu sehat dan Bahagia meskipun bukan dneganku.

Terima kasih untuk kesempatan bisa merasakan mencintai seseorang kam, meskipun tak berbalas.

Terima kasih sudah sehat dan Bahagia kam..

Hagia sadar bahwa, takdir Hikam bukan dirinya

Dan Hikam bukan takdirnya

Mereka hanya sepasang manusia yang hanya memiliki kesamaan bukan untuk hidup Bersama.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post