Siti Fatimah

Alumnus PPS UNNES bekerja di SMP 2 Kudus sejak tahun 1995 Mata Pelajaran IPA...

Selengkapnya
Navigasi Web

Ambigu

Ambigu

Menurut KBBI ambigu mempunyai makna lebih dari satu, atau bermakna ganda, sehingga kadang-kadang menimbulkan keraguan, kekaburan, maupun ketidakjelasan. Dalam pembuatan soal, salah satu syaratnya adalah tidak boleh mempunyai makna ganda atau ambigu, karena akan meninbulkan ketidakjelasan, dan perbedaan penafsiran. Tapi tulisanku ini tidak mengupas tentang bagaimana teknik menyusun soal yang baik, tetapi hanya menceritakan kejadian yang terkait dengan ambiguitas.

Kemarin bertepatan dengan tahun baru 1 Muharam 1440 H, aku mengalami dua kejadian yang terkait dengan ambiguitas. Kejadian yang pertama kualami ketika aku belanja di pasar jember Kudus. Saat itu, pagi-pagi aku pergi ke pasar jember utuk membeli bahan mentah untuk lauk dan sayuran. Dan seperti biasanya, aku mampir untuk membeli jamu gendong. Banyak sekali macam jamu yang dijual, dari beras kencur hingga pahitan. Aku bilang sama Ibu penjual jamu “Bu tumbas kunir asem kalih godong sirsak.” Bila diartikan dalam bahasa indosesia “Bu beli Kunyit asam dan daun sirsat.”

“Nggih, “ jawab ibu jamu.

Kulihat ibu jamu itu mengambil plastik kecil dan menuangkan jamu kunir asem. Dia membuat dua bungkus. Dalam hatiku berkata “Ibu jamu ini membuat jamu untuk siapa? Yang membeli kan aku saja. Tadi aku pesannya beli kunyit asam dan daun sirsat, tapi kok malah dibuatkan dua bungkus kunyit asam.”

Setelah membungkus dua plastic kunyit asam, ibu jamu bertanya lagi “kalih napa Bu?”

“Kalih daun sirsak Bu.” Jawabku.

Mendengar jawabanku itu, ibu jamu itu membuat dua bungkusan plastic jamu daun sirsat. Aku semakin bingung dibuatnya.

“Bu jamu, aku tadi pesannya kunyit asam dan daun sirsat. Biasanya Ibu membuatkan dalam gelas, terus dicampurkan antara kunyit asam dan daun sirsat, tapi kenapa sekarang dibungkus pakai plastik. Jumlahnya banyak lagi.”kataku pada ibu jamu.

“Oo.. saya kira tadi beli 2 kunyit asam dan 2 daun sirsat Bu.”kata bu Jamu sambil tersenyum.

“Berarti saya salah tafsir, terus bagaimana? Saya buatkan yang baru Bu?”kata lebih lanjut sambil mengambil gelas kecil yang terletak di dalam ember berwarna hijau muda.

“Gak usah Bu. Sudah terlanjur, mungkin aku ngomongnya kurang jelas tadi, sehingga Ibu salah tafsir. Lagian bisa untuk cadangan di rumah.”Jawabku sambil mengambil bungkusan jamu yang terdiri dari dua bungkus kunyit asam dan dua bungkus daun sirsak.

Dalam hati kecilku aku ingin tertawa “gara-gara kata kalih, jadi salah tafsir”.

Kalih dalam bahasa jawa bisa bermakna dua dan bermakna dan. Aku menggunakan kata kalih dengan makna dan, tetapi ditangkap oleh ibu Jamu dengan makna dua. Itulah peristiwa terjadi karena ambiguitas, jadi beda makna.

Kejadian kedua terjadi saat malam hari sekitar pukul 07.00 WIB. Ketika itu aku keluar rumah untuk membeli sate ayam. Aku berkata pada pak Sate “Pak beli 15”.

Aku ulurkan uang 20 ribu pada pak Sate. Dalam hatiku aku berkata “lumayan, masih ada kembalian 5 ribu.”

“Jangan pakai jeroan ya Pak.” Kataku untuk memperjelas pesanan.

Aku duduk di sebelah pak Sate yang sedang membakar sate. Asap yang mengepul membuat dadaku agak sesak. Beberapa kali aku terbatuk-batuk karena asap yang keluar dari proses pembakaran. Agak lama juga aku menunggu hingga satenya matang, sehingga aku harus beradaptasi dengan lingkungan yang penuh dengan asap.

“Akhirnya satenya matang juga.” Kataku dalam hati.

Kulihat pak sate mengambil kertas minyak yang dilandasi dengan kertas koran. Ia mulai membungkus sate yang ku pesan.

“Ini pesanannya Bu. Pas nggih.” Katanya sambil memberikan bungkusan sate padaku.

“nggih Pak.” Jawab sambil menerima bungkusan sate.

Disepanjang perjalanan pulang aku bertanya-tanya “Kok bisa pas ya. Aku kan tasi bilang beli15, harusnya uangku kembali 5 ribu.”

Setelah berjalan agak lama aku kembali teringat kejadian tadi pagi di pasar jember. Berarti ini ambigu lagi. Aku bermaksud membeli sate lima belas ribu, tapi pak Sate menanggapi bahwa aku membeli lima belas tusuk. Lima belas tusuk seharga 20 ribu. Makanya uang 20 ribu yang kuberikan dia bilang pas.

Gara-gara ambigu jadi kacau. Aku jadi membayangkan bagaimana kalau ulangan soalnya bersifat ambigu. Pasti banyak siswa kepalanya pusing, dan banyak siswa yang protes karena jawabannya yang menurut penafsiran benar tetapi disalahkan salahkan oleh gurunya karena perbedaan penafsiran makna.

Tetap semangat belajar menulis, semoga bermanfaat pengalaman ambiguku.

Cikfat.12.09.2018

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Weh renyah cik, fenomena seperti itu memang sering terjadi dan aq juga pernah ngalaminya. Teruslah berkarya, barokallah.

12 Sep
Balas

Ya Bu Rita. . Pagi pagi menyapa gurusianer dengan ambigu. Sukses selalu Bu Rita

12 Sep



search

New Post