Siti Fatimah

Alumnus PPS UNNES bekerja di SMP 2 Kudus sejak tahun 1995 Mata Pelajaran IPA...

Selengkapnya
Navigasi Web

Gadis Pemimpi....

Namaku sering berganti-ganti. Awal dilahirkan aku diberi nama oleh orang tua Sri Sukatmiati. Ketika itu katanya aku sering sakit-sakitan, sehingga namaku diubah menjadi Siti Sholikati. Nama inipun tak bertahan lama, aku masih juga sakit-sakitan sehingga namaku diubah lagi Siti Fatimah dan kupakai hingga sekarang. Mungkin dengan menggunakan nama ini aku tumbuh menjadi anak yang lebih sehat dan tidak sakit-sakitan lagi. Aku tinggal di sebuah desa yang letaknya jauh dari perkotaan. Namanya desa Gembleng Mulyo. Desaku mungkin tidak terdeteksi di google maps, karena saking kecilnya. Bila ingin bepergian ke kota, aku harus berjalan kaki atau naik sepeda unta. Tidak ada becak atau angkutan yang melintasi desaku, apalagi bus. tambah tidak mungkin lagi. Selain jauh dari jangkauan, desaku juga susah air bersih. Di depan rumahku ada sumur, tetapi baru ada airnya ketika musim penghujan. Saat kemarau tiba, sumur menjadi kering kerontang. Itu tidak hanya terjadi di sumur depan rumahku saja, tetapi semua sumur di dekat rumah penduduk kering, seolah sumber air lenyap ditelan bumi. Meski begitu aku tetap bersyukur, karena masih ada dua sumur yang selalu melimpah airnya, walaupun harus naik turun bukit untuk mengambil airnya. Lumayan jauh jaraknya, sekitar 2 km dari rumahku. Karena kesulitan air, aku jadi jarang sekali mandi saat mau berangkat sekolah, paling hanya gosok gigi dan membasuh muka. Hemat, hemat, hemat, karena mengambil airnya jauh. Aku biasanya mandi di sungai saat sore hari, bersama teman sepermainanku saat itu. Suwarti, suparmi, sulaikah dan hartatik. Kami bersama – sama pergi ke sungai sambil membawa baju kotor untuk mandi dan mencuci. Jaraknya cukup jauh dari rumahku kira-kira hampir 30 menit jalan kaki. Kami berjalan menyusuri jalan yang berdebu dan berbatu sambil bercanda, sehingga tak terasa sudah sampai di sungai. Mandi, berenang, membuat rakit dari pohon pisang dan mencari udang di sela-sela tanaman hidrilla yang baru blomming. Itulah aktivitasku sehari-hari di masa kecilku. Masa kecil yang sungguh menyenangkan.

Penduduk di desaku rata-rata petani yang kolot. Mereka tidak pernah mengutamakan pendidikan anak-anaknya. Bisa-bisa sekolah itu nomor seribu. Suatu hari temanku Sulaikah bermain ke rumahku. Dia bercerita kalau ayahnya sudah mencari jodoh untuknya. Anak dari tetangga desa. Lha kamu gimana? Mau gak dikawinkan? Umur kamu kan baru 12 tahun. Baru saja lulus SD. Masa mau nikah? Apa kamu gak melanjutkan sekolah ke SMP Ik? “Gimana ya mbak Siti?” Jawabnya. Kulihat wajahnya tertunduk lama sekali, dan akhirnya dia menangis sesenggukan di hadapanku. Kudekati dan kupeluk dia. Aku berusaha menenangkan hatinya yang sedang bergejolak. Dia berkata, “aku masih pingin sekolah seperti kamu mbak Siti, tapi kalau akau nolak dinikahkan nanti Bapak marah-marah”. Ya dicoba dulu Ik, bilang baik-baik sama bapakmu. Siapa tahu bapakmu membolehkan kamu melanjutkan sekolah lagi, begitu saranku kepada Sulaikah. Dia kemudian pulang dan bilang kepada bapaknya kalau ingin melanjutkan sekolah dan tidak mau dikawinkan. Benar apa yang diprediksikan Sulaikah. Bapaknya marah tak terkira. Sekolah tinggi-tinggi untuk apa? Paling nanti kamu ya di sawah, menanam padi, mencabuti rumput. Jadi petani. Kamu pakai apa ijasah tinggi-tinggi? Menghabiskan uang saja!, begitu kata bapaknya Sulaikah. Dia tidak hanya dimarahi dengan kata-kata kasar tetapi tubuhnya juga dipukuli sampai membekas merah. Akhirnya temanku itu menyerah dan menerima perjodohan di usia yang sangat muda. Dua temanku yang lain Suwarti dan Suparmi dia juga tidak melanjutkan ke SMP hanya lulus SD saja, sedangkan Hartatik melanjutkan sekolahnya hingga SMEA.

Beruntunglah aku, orang tuaku mengizinkan aku melanjutkan sekolah di SMA. Alhamdulillah, saat lulus dari SMP nilai ebtanasku tergolong bagus, jadi aku bisa melanjutkan sekolah di SMA favorit di Kotaku. Jaraknya sangat jauh dari rumahku. 15 Km. Setiap hari aku berangkat jam 5.15 naik sepeda jengki bersama temanku Hartatik yang sekolah di SMEA sampai di jalan raya. Sepeda kami titipkan di rumah pak Bambang, kemudian kami berdua menunggu angkutan lewat. “Mbak Tatik ada angkutan” teriakku kegirangan. Ayo stop mbak. Kami berdua melambaikan tangan untuk menghentikan angkutan. “Dah penuh mbak, tunggu belakangnya ya”, kata kenek angkutan. Waduh gimana nih, angkutan penuh terus. Kulihat arloji mbak tatik sudah menunjukkan pukul 06.00. “Gimana mbak tatik? Telat nanti kalau begini terus”, kataku. Gimana kalau kita naik sepeda sampai terminal bis mbak? Ya, gak apa- apa. Daripada telat nanti aku kena hukuman disiplin. Akhirnya kami berdua bersepeda sampai terminal bis. Kami sampai terminal bis pukul 06.15. Keringat bercucuran sampai membuat baju kami basah. Napasku terengah-engah. Setelah menitipkan sepeda kami berlari mengejar bis yang sudah mulai melaju. Kami naik bis berjejal-jejalan, bergelantungan karena terlalu penuh. Tapi gak masalah, yang penting sampai sekolahan tidak terlambat, begitu kata hatimu. Bau keringat pun sangat menusuk hidung. Aku nikmati saja, karena kalau tidak kapalaku bisa pusing dan mabuk darat. Akhirnya aku sampai disekolah dan dengan tenang dapat mengikuti pelajaran karena tidak terlambat. Teng teng teng…bel pulang pun berbunyi. Yah harus ngantri bus lagi. Sabar…..kataku dalam hati. Aku harus mengantri dapat bus hingga jam 14.00. Perutku pun sudah mulai berbunyi, lapar sekali perutku. Tapi uangku tinggal Rp. 1500. Hanya cukup untuk bayar angkutan. Aku kencangkan ikat pinggang dan kudkap tas di depan dadaku untuk menahan rasa lapar. Aku sampai di rumah jam 15.00. Begitulah runitas yang kualami selama SMA, pergi pagi pulang sore selama 3 tahun. Sangat melelahkan tapi menyenamgkan. Wawasan dan ilmuku bertambah. Selain itu aku juga dapat banyak teman. Aku punya empat dekat selama SMA, Endah, Sulis, Anjani dan Antik. Kami selalu pulang bersama-sama walau saat berangkat kami tidak pernah bersama.

Sekarang aku sudah lulus SMA. Suatu hari ada teman ibuku dari desa sebelah bertandang ke rumahku. Namanya bu Sukijah. Mereka berbincang secara serius di ruang tamu. Aku jadi penasaran ingin mendengarkan pembicaraannya. Kutempelkan telingaku di dinding yang terbuat dari papan sambil mataku mengintip dari celah dinding kayu. Aku tercengang bukan kepalang. Ternyata bu Sukijah menawarkan keponakannya untuk dinikahkan denganku. Gimana nih. Apakah nasibku harus seperti Sulaikah? Kawin muda? Aku ingin kuliah. Teman-teman dekatku semua melanjutkan kuliah. Aku tidak mau kawin muda, apapun akan aku lakukan agar aku tidak jadi dinikahkan sama ponakan bu Sukijah, kataku dalam hati. Ti…Siti… ke sini Nduk, ini Bulik Sukijah mau bicara, aku kaget mendengar ibu memanggilku. “Ya bu,” jawabku. Ada apa bu? Ini lho…bu Sukijah punya keponakan. Ia guru SD lho Nduk. Kamu mau menerima pinangannya apa tidak? Tanya ibu. Kemudian aku mendekati ibu. Aku peluk dia. Dengan wajah memelas aku memohon pada ibu, bu aku tidak ingin menikah dulu bu. Aku ingin sekolah lagi. Teman – teman SMA ku pada kuliah semua. Ibu mengelus rambutku, sambil berkata ya Nduk. Gak apa apa kalau tidak mau. Ibu ya gak maksa. Kemudian ibuku bicara sama bu Sukijah, bu Maaf ya, Siti masih ingin melanjutkan sekolah lagi. Ingin jadi sarjana. Biar desa gembleng ada yang jadi sarjana. Mendengar percakapan ibuku dengan bu Sukijah, aku merasa lega. Plong rasanya. Alhamdullilah aku boleh melanjutkan sekolah lagi.

Akhirnya aku ditemani bapakku pergi ke Semarang untuk ikut UMPTN. Di semarang aku menginap di rumah saudaraku mas Slamet. Dia sangat menghormati bapakku dan sangat sayang padaku. Beberapa hari aku dan bapak menginap di rumah mas Slamet. Aku berusaha belajar mandiri dengan membeli buku soal tes tahun kemarin. Saat ujian tiba, aku diantar bapakku pergi ke tempat tes. Di SMA Wiyatatama Semarang. Ku buka lembar – lembar soal, aku kerjakan soal yang aku bisa dan Alhamdulillah soal yang kupelajari kemarin banyak yang keluar. Aku optimis diterima di salah satu perguruan tinggi. Saat pengumuman tiba, aku pergi ke terminal mencari koran untuk melihat pengumuman penerimaan UMPTN. Kubolak- balik koran berkali, kucari namaku tidak ada. Aku hampir menyerah dan pasrah tidak diterima di perguruan tinggi. Tapi hatiku seolah memerintahkan aku untuk melihat hasil pengumumanya sekali lagi. “Yang teliti melihatnya”, kataku dalam hati. Alhamdulillah …..aku diterima di salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Semarang, S1 Jurusan Pendidikan Biologi. Dengan sekejap aku balik ke rumah. Pak…aku di terima…aku di terima kuliah. Bapakku sangat senang mendengar berita itu. Kapan mulai kuliah Nduk? Besok September Pak.

Akhirnya aku kuliah di Semarang. Aku jalani dengan sungguh-sungguh dengan harapan kuliahku cepat lulus. Aku kasihan sama Bapakku, karena setiap kali mau bayar SPP Bapak selalu ke Bank untuk mencari pinjaman. Sembilan semester sudah aku menempuh pendidikanku di perguruan tinggi. Dengan melewati ujian berbagai mata kuliah, PPL, KKN dan ujian skripsi, aku dinyatakan lulus dengan IPK terbaik di Jurusanku. Segera kuberitahu bapak tentang berita ini. “ Pak aku sudah lulus, aku sudah menjadi sarjana dan aku menjadi lulusan terbaik di Jurusan” Terima kasih Bapak, terima kasih atas semua pengorbanan yang Bapak berikan untuk ananda.” Bapakku terharu hingga tidak bisa berkata apa-apa. Ya Nduk…. Semoga kamu menjadi sarjana yang sudjana, bermanfaat ilmunya dan dapat menginspisari orang – orang di desa kita agar menyekolahkan anaknya. Aku jabat tangan bapakku, kupeluk dia sambil berkata “ Terima kasih Bapak, Bapak memang Bapak yang hebat”. Akhirnya Siti si gadis desa dapat mewujudkan impiannya menjadi sarjana.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Kereenn... Jadi terharu..

19 Aug
Balas

Mksh Bu Endang. Barakallah

19 Aug

Cik fat, pengalaman nya wow..banget, sangat memotivasi. Teruslah berkarya cik fat.

19 Aug
Balas

Insyaallah..... pengalaman gadis desa Bu. Mksh

20 Aug

Kisah mengharukan dan inspiratif Bu. Lanjutkaan menulis Bu.

19 Aug
Balas

Insyaallah... semoga Istikomah nulisnya

19 Aug



search

New Post