Siti Fatimah

Alumnus PPS UNNES bekerja di SMP 2 Kudus sejak tahun 1995 Mata Pelajaran IPA...

Selengkapnya
Navigasi Web

Jejak Pioneer (Bagian 2)

Bagian 2.

Its time to begin the first lesson. Saatnya jam pertama dimulai.” bunyi tanda pelajaran dimulai terdengar dari komputer pengatur jam pelajaran yang terletak di sudut ruang guru. Kulihat jam dinding yang tertempel di tembok depan ruang guru menunjukkan pukul 06.45. Segera kuberanjak dari tempat dudukku, sambil melirik jadwal yang kutempel di atas mejaku yang terbuat dari kayu jati tua. Jam pertama dan kedua aku mengajar di kelas 7G. Kulangkahkan kakiku menuju ke kelas 7G yang terletak di ujung barat dekat laboratorium IPA. “Pagi Mam” sapa muridku ketika berpapasan denganku. “Pagi” jawabku. Dia kemudian mengulurkan tangannya menyalamiku sambil tersenyum. Senyuman yang sangat manis diberikannya kepadaku. Akupun membalas senyumannya sambil kuusap-usap rambutnya.

“Kamu mau ke mana?” tanyaku. “Ke ruang guru Mam, dipanggil Mam Ana”. Jawabnya. “Ooo begitu, nanti setelah selesai dengan bu Ana, segera masuk kelas ya” balasku. “Ok, Mam. Mari”. Jawabnya.

Dia pun bergegas menuju ke ruang guru dan aku melanjutkan langkahku menuju ke kelas 7G. Kupegang gagang pintu yang terbuat dari stainless yang berwarna metalik, kudorong daun pintunya yang terbuat dari kaca, dan wuusss….kurasakan semburan udara dingin mengenai seluruh tubuhku. Sejenak aku berhenti menikmati segarnya udara dari AC di kelas 7G. kutarik napas panjang secara perlahan, dan kuhembuskan pelan – pelan. Dalam hatiku aku bergumam “Enak banget ya, sekolah full AC, dulu aku kuliah saja gak pernah ada AC di ruangan. Ini masih SMP kelas sudah full AC. Yah itulah wolak walike jaman.: Aku melanjutkan langkah ke meja guru yang terletak di pojok kanan bagian depan ruang kelas. Keletakkan laptop yang kubawa di atas meja yang terbuat dari kayu partikel berwarna coklat, dan kupandangi seluruh sudut kelas, kupandangi satu persatu muridku.

“Ketua kelas, pimpin berdoa.” Kataku mengawali pembelajaran. Ketua kelas kemudian memimpin teman-temannya berdoa sebelum pembelajaran dimulai “Stand up! Let’s pray together. Pray begin! Finish. Greeting! Good Morning, Mam. “good morning, Students. How are you today? I am fine. And you. So am I.” Begitulah percakapan yang biasa kami lakukan pada awal pembelajaran. Berdoa, mengucapkan salam dan menanyakan kabar. Karena sudah hampir 3 bulan terbiasa mengucapkan salam dalam bahasa inggris saat pembelajaran, otak kami seperti sudah terprogram. Mudah sekali mengucapkan kata-kata itu, seolah terucap begitu saja tanpa dipikir terlebih dahulu.

Aku memulai pembelajaran ku dengan memberi motivasi pada siswa agar tertarik dan semangat untuk belajar. Aku menunjukkan sebuah benda.

Ok students, look at me. What is this? Kataku. Semua mata memandangi apa yang aku pegang. “batu Bu…batu Bu…”. Terdengar riuh jawaban yang keluar dari mulut mereka. Aku pun tersenyum sambil berkata “In English, Please.” Suara riuh pun terhenti sejenak. “Saya, Mam” teriak salah satu murid di kelas 7G sambil mengacungkan tangannya. “Yes, You Putri.” Kataku kepada Putri sambil memberikan isyarat untuk segera menjawabnya. “that is stone” jawabnya. “that’s right. Very good, Putri.” Jawabku sambil memuji Putri.

Kemudian aku mengambil satu benda lagi dari atas meja, dan kuacungkan ke atas sambil berkata “ and this one” langsung mereka serempak menjawab “water”. Rupanya mereka sudah mulai mengerti, setiap yang dikatakan dalam kelas diusahakan dengan berbahasa inggris. “Right,” Jawabku sambil mengacungkan jempolku untuk mereka.

“Ok class, today we are going to discuss about characteristic of matter . In elementary school, you have learnt about matter. Dou you still remember about matter?” Who still remember, what is matter? Rise your hand, please!” kataku mengingatkan kembali materi yang sudah pernah dipelajari ketika mereka masih di sekolah dasar. Kutunggu hampir 2 menit, tidak ada yang merespon. Mereka saling berpandangan, sambil berbisik-bisik. Tapi entah apa yang dibisikkannya, aku tidak tahu.

“Hai……”Ucapku mencoba memecahkan suasana kelas yang senyap . “Hallo……”Jawab mereka serentak. “ Hallo…” Balasku. “Hai….” Balas mereka lagi. “Kenapa kalian diam?” tanyaku pada mereka. “Mam, Kami tidak mudeng dengan yang diucapkan.” Kata mereka serempak seolah ada yang memandu. Dalam hati aku juga tersenyum dan berkata “He he….Aku juga sama dengan kamu Nak….Cuma bu Gurumu ini sudah belajar duluan semalam. Jadi seolah bisa cas cis cus berbahasa inggris. Beruntung saja tadi aku masih bisa menghafal dan mengucapkan dengan baik apa kupelajari semalam.” Kemudian aku berusaha memotivasinya, “tidak apa-apa gak paham, karena ini adalah hal yang baru. Tapi besok harus lebih rajin belajar ya. Oke….sekarang bu Sifat akan mengulanginya lagi. Perhatikan ya! Saat di SD kamu telah mempelajari tentang zat. Siapa yang masih ingat, apakah zat itu? Ulangku menegaskan maksud pertanyaanku tadi. Beberapa dari mereka langsung mengacungkan tangannya setelah mengerti apa yang kumaksudkan.

“ Hendra coba kamu jawab! What is matter? Aku tunjuk Hendra muridku yang hitam manis, berhidung mancung. Dia agak ragu-ragu ketika hendak mengungkapkan jawabannya. “Ayo Hendra, gak usah takut salah, salah juga tidak apa-apa. Yang lebih penting, kamu berani mengemukakan jawabanmu.” Aku memotivasi Hendra agar tetap berani menjawab.

“Ya, Mam. Zat adalah segala sesuatu yang memiliki massa.” Jawab Hendra sambil menggaruk-garuk kepalanya yang berambut hitam agak ikal, “Bagus Hendra. Bagaimana anak-anak, jawaban dari Hendra?” Betul, atau kurang betul? Any other opinion?” Sebagian besar menjawab betul bu. “Bagus, tapi masih ada satu ciri zat lagi, ayo siapa yang bisa menambahkan lagi?” Pancingku. Aku jadi lupa berbahasa inggris lagi. Bukan lupa sih, tapi memang belum bisa. Apa yang kupelajari semalaman seolah habis, hilang, ditelan kesunyian murid-muridku yang diam seribu bahasa. Aku berusaha memberikan contoh zat dengan menunjukkan batu, air, buku dan benda-benda lain yang ada di dalam kelas, agar mereka ingat bahwa zat itu tidak hanya mempunyai massa, tetapi juga menempati ruangan. Usahaku kiranya membuahkan hasil. Ada salah satu muridku yang mengacungkan jari. “ Saya Mam, zat selain mempunyai massa, juga menempati ruangan.” Ucap Salma. “TOP BGT. Salma. That”s good answer.” Pujiku ke Salma. Dia pun tersemyum, sambil berucap “Thank you Mam.” “You are welcome.” Balasku.

Ok students, now, We are know, that matter in something that have mass and oocupy space.” Kusimpulkan jawaban mereka dengan bahasa inggris sebisaku, . “Matter divided into three kinds i.e. solid. liquid and gas. What are the differences among three kinds of matter? Please you discuss with your group. I give you thirty to discuss.” Perintahku kepada murid-murid. Seperti biasa muridku banyak yang masih bingung dengan aku katakan.

Kulihat Hendra berbisik-bisik dengan teman sebangkunya Soni. “Bu Sifat itu menyuruh kita untuk melakukan apa ya?” “Apalagi aku Hen…kamu yang pintar saja gak paham, aku yang pas-pasan gini ya malah blas, gak paham. He ..he…” kata Soni sambil tertawa kecil.

“Mam, Tanya.” Kata Mutia yang duduk di bangku pojok belakang. Dia berdiri sambil mengacungkan jarinya dan bertanya. “Tadi itu kita disuruh apa? Saya tidak mengerti artinya Mam.”

Good question Mutia.” Akhirnya kujelaskan ulang perintahku agar mereka bekerja secara berkelompok mencari perbedaan antara zat padat, cair dan gas. “Any Question?” kataku memancing mereka untuk bertanya. “Nothing? Very Good. Ok. Now Please discuss. You can find the material from your text book or internet. Aku berkeliling melihat mereka sibuk membuka alfa link untuk mencari terjemahan bahasa inggrisnya. Dalam hati aku berkata “kalau begini terus, kapan selesainya materi? Baru pembukaan sudah hampir 30 menit sendiri.” Sebenarnya materi ini tidak termasuk materi yang sulit, tapi karena harus mempelajarinya menggunakan bahasa inggris, yang mudah pun bisa menjadi sulit. Tetapi semangat belajar mereka yang sangat besar, membuatku tetap optimis.

Lima belas menit telah berlalu, kulihat mereka masih asyik berdiskusi. Tiba-tiba dari mikrofon yang tertempel di dinding depan tembok terdengar bunyi “ting tong ting tung…tung ting ting tung…..” itu bunyi pertanda akan ada pengumuman.

“Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh… Mohon maaf kepada Bapak dan Ibu guru yang sedang mengajar di kelas. Ditujukan kepada Bapak dan Ibu guru pengampu mata pelajaran IPA, Matematika, Bahasa Inggis dan TIK diharap segera menuju ke ruang Kepala Sekolah, karena ada rapat koordinasi. Terima kasih.” Mendengar pengumuman itu, aku segera bergegas ke ruang kepala sekolah. “Asyik, bu Sifat ada rapat ya? Yang lama ya Bu, karena kami belum selesai diskusinya.” Celetuk salah satu murid yang duduk di bangku paling depan sambil berjingkrak kegirangan. Aku bergumam dalam hati, “murid-muridku berarti lebih suka kalau aku tidak masuk. Kalau begitu besok saya gak masuk lagi saja. Konyol banget aku, Mereka seperti itu, tertekan, bukan takut pelajaran IPA, bukan karena IPA sulit, atau gurunya galak, tapi karena mereka tidak bisa bahasa inggrisnya. Iya…ya… “ Gumamku menasehati diriku sendiri.

Ok class. Saya ada undangan rapat ke ruang kepala sekolah. Saya tinggal sebantar, dan kamu lanjutkan diskusinya.” Kataku sambil bersiap meninggalkan kelas. Aku berjalan menyusuri teras depan yang bersih dan hijau. Di perjalanan aku berpapasan dengan temanku guru TIK, namanya pak Slamet. Aku bertanya kepadanya “Ada masalah apa ya Pak, kok ada rapat mendadak?”

“Kemarin ada surat dari Direktorat, memerintahkan tiap sekolah mengirimkan guru IPA, Matematika, Bahasa Inggris dan TIK mengikuti Workshop di LPMP Semarang.” Jelasnya padaku. “Lama gak Pak?” timpalku. “Belum tahu Bu, nanti lah dijelaskan pak Kasek.” Jawabnya sambil terus berjalan ke ruang Kasek.

“Tok..tok…tok.. Kuketuk daun pintu yang berwarna coklat dan terbuat dari kayu jati itu secara perlahan. Kuputar gagang pintu yang berwarna metalik dan kudorong daun pintunya perlahan. Kulihat di ruang Kepala Sekolah sudah berkumpul banyak guru. “Ayo bu Fat, masuk! Ini tinggal menunggu Jenengan saja lho. Kereta segera berangkat.” Sambut bu Ana sambil berkelakar. Bu Ana adalah guru bahasa Inggris di Sekolahku yang sangat mahir. She has fluent English. “ Ya bu, tadi menyelasaikan tugas dulu di kelas, Maaf kalau agak terlambat.” Jawabku. “Gak apa – apa, sini duduk di dekatku.” Katanya sambil menggeser pantatnya dari shofa yang berwarna hijau.

Aku duduk di sebelah bu Ana. “Nyah, ada apa ini?” tanyaku. “Ada pelatihan Nyah, di LPMP. Sabar …. Tunggu saja infonya.” Jawabnya. Saat itu di ruang Kepala Sekolah sudah berkumpul delapan guru dari mata pelajaran Matematika, IPA, Bahasa Inggris dan TIK. Dari Mapel IPA yang diperintahkan mengikuti workshop aku dan temanku pak Maryudianto. Tegang sekali rasanya menunggu informasi yang akan disampaikan oleh bapak Kasek.

Akhirnya informasi yang kutunggu-tunggu datang juga. Bapak Kepala Sekolah mulai membuka rapat terbatas ini,”Ibu dan Bapak Guru yang saya hormati, Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Untuk memfasiltasi pembelajaran di sekolah RSBI, direktorat mengadakan bimbingan teknik pembelajaran Matematika dan IPA (MIPA) dalam bahasa Inggris. Pelaksanaannya besok tanggal 19 – 25 Mei 2008 di LPMP. Saya harap Ibu dan Bapak yang saya delegasikan untuk mengikuti pelatihan tersebut dapat mengikutinya dengan baik. Dampaknya nanti guru Matematika dan IPA akan semakin baik dalam melakukan pembelajaran di kelas dengan berbahasa Inggris.” Kami semua diam sambil tersenyum kecut.

“Lha terus guru bahasa Inggris disuruh apa Pak di sana. Kan yang dilatih guru Matematika dan IPA.” Tanya bu Ana penuh selidik. “Guru bahasa Inggris nganggur Bu.” Kata pak Kasek sambil tersenyum. “Bercanda bu Ana. Tugas guru bahasa Inggris di sana nanti nyinauni guru Matematika dan IPA kalau ada kesulitan dalam berlatih berbicara dengan bahasa Inggris.” Jelas pak Kasek. Sambil memegang kepala bu Ana merespon “Wah….Berat poro rawuh, ini lebih berat dari tugas guru MIPA.” Canda bu Ana. Mungkin bu Ana tahu kalau kemampuan kami, aku dan teman-teman guru MIPA dalam berbahasa inggris seperti tipe rumah jaman now, sangat minimalis.

“Tahu saja bu Ana. Tapi benar juga, lidah kami sudah kaku untuk bicara kaya touris asing, paling nanti bisanya hanya good morning dan good bye.” Candaku menimpali. Guru yang lainnya ikut “Geerrrr….” Tertawa bareng.

“Gak usah dipikir jero-jero, sementara asal dijalani saja dengan niatan yang sungguh-sungguh. Saya yakin kalau kita sudah terbiasa menggunakannya setiap hari, semua akan menjadi mudah.” Kata pak Kasek menashati kami. Kami semua hanya mengangguk – anggukkan kepala, pertanda setuju. “Bagaimana Bapak dan Ibu, siap ya?” Tanya bapak Kasek memastikan kesiapan kami melaksanakan tugas negara itu. “Siap Pak.” Jawab kami semua secara bersamaan.

Saat itu, dalam anganku terbesit hasrat menolak tugas itu, karena anakku yang bungsu masih kecil. Masih balita. Usianya baru 1 tahun tiga bulan. Belum genap dua tahun. Dia masih minum ASI.Kalau aku tinggalkan selama satu minggu pelatihan, bagaimana nasib anakku. Dia hanya minum ASI, tidak mau diberi minum yang lain. Tapi kalau aku menolak, berarti aku tidak loyal terhadap tugas, dedikasiku terhadap tugas negara dipertanyakan. “Bagaimana ini?” tanyaku dalam hati.

Selepas rapat selesai, aku kembali mengajar sesuai dengan jadwal mengajarku hari itu. Tapi hatiku masih gundah dan galau memikirkan bagaimana nanti nasib anakku kalau kutinggalkan seminggu. Selesai jam belajar hari itu, aku mendekati bu Ana untuk curhat t entang masalah yang kuhadapi. “Nyah…. Gimana nih, anakku masih minum ASI itu gimana kalau tak tinggal seminggu. Apa gak kasihan yang ngemong nanti.” Begitu curhatku padanya. “Gampang nyah….disapih saja. Setelah disapih sementara ganti pakai susu formula.”jawabnya. Ringan sekali dia menjawab seolah tiada masalah ketika meninggalkan anak balita di perantauan. “Oooo…gitu ya Nyah.” Jawabku meresponnya dengan nada datar.

“Memang menyapih anak gampang ya? Dalam waktu satu minggu bisa gak Nyah? Terus dimana tempat menyapihkan anak-anak?” tanyaku bertubi – tubi kepadanya. Aku memang buta tentang masalah sapih-menyapih anak. “Bisa nyah. Anakku dulu bawa sekali di rumah mbah jilah langsung besoknya gak mau minum ASI kok.” Jelasnya sambil menyakinkan aku. Mbah jilah itu nama orang yang biasa dimintai ibu-ibu bila mau menyapihkan anaknya. Akhirnya kuucapkan terima kasih pada bu Ana yang sudah memberi saran “Makasih ya Nyah, semoga saja bisa, Aamiin.” Kemudian aku bergegas pulang, dan sepanjang perjalanan aku berdoa semoga solusi yang diberikan temanku dapat memecahkan masalahku.

To be continue....

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post