Siti Fatimah

Alumnus PPS UNNES bekerja di SMP 2 Kudus sejak tahun 1995 Mata Pelajaran IPA...

Selengkapnya
Navigasi Web

Rahasia Angka 26

Rahasia Angka 26

Aku sangat heran. Setiap kali masuk ke kelas 8D, muridku yang bernama Rani selalu dipanggil dengan angka 26, sampai-sampai papan ekspresi karya siswa yang tertempel di bagian belakang pun dituliskan angka 26. Ada apa dengan angka 26? Tanyaku dalam hati. Karena rasa penasaran alias keponya, aku coba mendekati teman karibnya Sharla namanya.

“Sharla…, kenapa Rani selalu dipanggil dengan 26. Rahasia apa yang tersimpan dibalik angka 26 itu?’” tanyaku dengan suara sangat pelan pada Sharla.

“Hehe….ada deh…mau tahu saja atau mau tahu banget? Jawabnya sambil nyengar-nyengir.

“Mau tahu banget sih.” Jawabku.

“Apa itu angka keberuntungan Rani ya? Tanyaku semakin dibikin penasaran sama Sharla.

“Enggak angka keburuntungan, tapi malah angka sial bagi Rani.” Jawab Sharla.

“Bukannya angka sial itu angka 13. Dimana-mana angka kesialan angka 13.” Sanggahku.

“Iya….itu bagi orang lain, tapi bagi Rani angka sialnya angka 26.” Jawab Sharla sambil menatap dalam mataku.

“Emang kenapa dianggap angka sial? Bagi ceritanya boleh?” pintaku pada Sharla.

“Ok..” Kata Sharla

Rani pun memulai ceritanya tentang rahasia angka 26 itu. Dia memulai ceritanya sejak awal kejadian hingga akhirnya.

Cerita begini, “ Siang itu hari sangat terik. Matahari seolah ingin mambakar bumi yang mulai tua. Hal ini membuat Rani seharian berdiam diri di rumah, membantu Ibunya menyiapkan acara 40 hari kepergian kakeknya. Sebenarnya sudah banyak tetangga yang membantu Ibunya memasak, membuat kue apem, membuat nagasari, dan aneka macam makanan untuk acara itu, tapi Rani masih bersikukuh membantu menyiapkan acara itu.

“Rani, kamu belajar saja. Besok kamu masih ujian tengah semester kan.” Kata ibu pada Rani.

“Ya, Bu, tapi Rani sayang sama kakek. Kalau Rani tidak membantu menyiapkan acara mendoakan kakek, nanti kakek marah sama Rani, Bu.” Jawab Rani sambil menstaples kardus-kardus yang akan digunakan untuk berkatan.

“Besok pelajaran yang diujikan apa? Tanya ibunya.

“Besok tesnya Matematika dan Bahasa Jawa, Bu.” Jawabnya Rani sambil merapikan kardus-kardusnya yang masih berserakan.

“Hah…..Matematika? Itu kan mata pelajaran yang sulit Rani…apalagi ditambah bahasa jawa. Ibu tahu, kamu tidak begitu bisa kedua pelajaran itu. Kamu angka 26 saja bacanya kalih dasa enem, padahal yang bener nem likur. Udah ….sana belajar. Nanti kalau nilai jelek, mewek, nyesel, terus yang disalahkan Ibu. Ibu gak mau begitu.” Ujar ibunya menasihati Rani.

Mendengar nasihat Ibunya itu, Rani tidak beranjak dari tempatnya. Dia masih meneruskan menstaples kardus-kardus itu.

“Bu, Rani sudah bisa matematika, ya. Ibu jangan under estimate sama Rani. Besok lihat saja hasilnya. Pasti nilai Rani bagus.” Kata Rani dengan percaya diri.

“Beneran….sudah bisa? Oke….Ibu pegang omonganmu. Kamu boleh meneruskan membantu, tapi ingat….kamu tidak boleh tidur terlalu malam.” Kata Ibunya sambil meninggalkan Rani yang terus bersikukuh membantu dan tidak mau belajar.

“Oke Bu.” Jawab Rani.

Keesokan harinya Rani berangkat sekolah. Ibunya mengantar hingga di depan pintu gerbang.

“Sudah sampai Rani, ayo turun, terus kamu ke kelas, buka catatan matematikamu dan pelajari lagi. Jangan lupa berdoa sebelum mengerjakan ujianmu.” Kata Ibu pada Rani yang sedang turun dari boncengan.

“Insyaallah..”jawab Rani sambil menjabat dan mencium tangan Ibunya.

“Assalamu’alaikum.” kata Rani berpamitan pada Ibunya.

“Waalaikumus salam.” Jawab Ibunya seraya memutar motornya untuk kembali pulang.

Rani berjalan gontai di sepanjang koridor sekolahnya. Langkahnya santai tanpa beban, seolah hari ini tidak ada ujian.

“Hai …Rani.” Panggil Sharla dari kejauhan.

Rani menoleh, tangannya dilambaikan ke arah Sharla teman dekatnya. Langkahnya dihentikan.

“Halo….Sharla. Gimana dah siap? Aku padamu ya.” Sapanya sambil bercanda.

Seperti biasa, dua sahabat itu bila bertemu, akan bicara ngelantur entah kemana tiada ujung. Tawanya membuat peka telinga teman-temannya satu kelas.

“Dasar Rani dan Sharla, kalau dah ketemu kaya ember jatuh. Mereka itu punya lelah apa enggak ngomong terus.” Gumam teman satu kelasnya sambil menggeleng-gelengkan kepala keheranan.

“Teet….teet…..teet…..” terdengar bunyi bel tanda masuk dari sudut kelasnya. Rani dan Sharla pun mengakhiri obrolannya. Mereka segera mengambil tempat duduk sesuai dengan nomor tes yang tercantum di kartunya. Rani mendapat tempat duduk di bangku depan tepat di depan pengawas.

Tes matematika pun dimulai. Waktu yang disediakan untuk mengerjakan 40 soal selama dua jam.

Rani mulai membuka-buka soal yang sudah diberikan oleh pengawas. “Soal kok kayak gini, gimana ngerjakannya. Waduh….aku lupa semua rumusnya.” Kata Rani dalam hati sambil memijit-mijit kepalanya.

Ball poinnya dari awal digigit hingga belepotan dengan air liurnya. Beberapa kali dia memukul-mukulkan tangan di dahinya. “Susah amat sih soalnya. Kemarin aku bisa mengerjakan soal kayak gini, tapi kenapa sekarang susah sekali? Bener-bener ngebleng otakku.” Kata Rani terus menggerutu karena tidak bisa mengerjakan tesnya.

“Anak-anak, waktu tinggal sepuluh menit, silahkan di cek pekerjaannya sekali lagi. Jangan lupa tulis identitasmu dengan jelas.” Kata pengawas ujian pada semua peserta ujian.

Mendengar peringatan pengawas itu Rani menjadi semakin panik. Dia berusaha menoleh ke kanan dan ke kiri dengan harapan ada temannya yang melihatnya minta bantuan. Tapi semua temannya masih terpaku dengan pekerjaannya sendiri-sendiri. Dia menengok kepada Sharla, tapi Sharla pun memberi kode dengan gelengan kepala.

“aduuhhh, gimana nih, masih ada 20 soal yang belum kujawab. Saking pusing kepalanya, Rani akhirnya mengambil penghapusnya yang terbuat dari karet warna putih. Dia menuliskan huruf A, B, C, dan D di setiap sisi penghapusnya. Kemudian dia lemparkan penghapus karet tersebut ke atas, dan setelah penghapus jatuh ke meja huruf yang tertera pada sisi atas penghapus dianggap jawaban yang paling tepat. Begitu akhirnya Rani mengerjakan ke-20 soal yang masih belum terjawab dengan teknik gambling.

“Akhirnya selesai juga, walaupun banyak ngawurnya.”kata Rani.

Tes matematika pun sudah berlalu, tinggal menunggu hasilnya. Rani sudah memprediksikan kalau hasil ulangan bakal jelek, karena dia mengerjakannya banyak dengan teknik gambling. Hampir separuh soal dijawab dengan gambling.

Seminggu setelah ulangan berlangsung, hasil tes pun dibagikan. Ketika itu guru matematika Rani membagikan satu-persatu hasil ulangannya dan harus dimintakan tanda tangan orang tua. Giliran Rani yang di panggil bu Ocy guru matematikanya.

“Rani…ke depan.” Panggil gurunya sambil mengacungkan lembar jawab Rani.

“Ya, Bu.” Jawab Rani dengan wajah tegang.

“Nih, hasil ulanganmu kemarin, jangan lupa dimintakan tanda tangan orang tuamu.” Kata bu Ocy sambil memberikan lembar hasil ulangan pada Rina.

Rina langsung mengambil kertas hasil ulangannya, dan melipatnya. Secara perlahan-lahan dibuka lipatan kertas tadi, untuk melihat nilai ulangannya. Dengan spontan Rani langsung meremas-remas kertas hasil ulangannya. Melihat ulah Rani, bu Ocy pun marah. Dia kembali memanggil Rani ke depan kelas.

“Rani….kamu itu tidak menghargai bu Ocy ya. Bu Ocy sudah dengan susah payah mengoreksi pekerjaan kamu, setelah diberikan malah kamu remes-remes sampai tak berbentuk. Kenapa? Kata bu Ocy dengan nada tinggi.

Mendengar suara bu Ocy yang geram itu, Rani kemudian secara perlahan-lahan membuka kembali lembar hasil ulangannya. Dengan mata yang berkaca-kaca dia menunjukkan hasil ulangannya kepada seluruh teman sekelasnya sambil berkata “ini lho hasil ulanganku dapat 26”.

Dia kemudian minta maaf pada bu Ocy atas perilakunya yang tidak terkontrol itu, dan sejak saat itu Rani dipanggil dengan angka 26.

Aku mendengarkan cerita Sharla dengan serius, sambil sesekali mengangguk-angguk.

“Oooo….jadi begitu ceritanya.” Kataku pada Sharla

“Ya, itulah kenangan terjelek Rani, dapat nilai ulangan 26.” Kata Sharla.

“Apakah sekarang Rani pernah dapat nilai 26 lagi?” tanyaku.

“Enggak…dia sudah kapok, sudah jera. Sekarang dia sangat rajin belajar agar nilai ulangannya selalu baik.” Jawab Sharla.

Ok. Sharla. Terima kasih ya, ceritamu sangat menarik. Semoga jadi pelajaran bagi teman-teman Rani yang lain.

Cikfat.11.09.2018

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Kemasan ceritanya menarik cik, slalu saja ada ide, sukses terus y cik.

11 Sep
Balas

Mksh. Aamiin

12 Sep

Ceritanya asyik bu....

11 Sep
Balas

Hihihi....angka 26 yang bikin pusing..

11 Sep



search

New Post