Tak Ku Temui Surga Dalam Rumah
Namaku Aira dan aku mempunyai seorang adik yang bernama Amir. Sejak aku umur 5 tahun ayah dan ibu pergi meninggalkan kami, saat itulah aku dan adikku hidup bersama nenek. Masih ku ingat selalu saat ayah dan ibu berpisah. Pagi itu ayah membocengku dengan sepeda tua miliknya, aku duduk di belakang dan adikku duduk di depannya ia mengayuh sepeda itu dengan penuh kesabaran. Akhirnya sampai lah kami ke tempat yang dituju. Ternyata disana sudah ada ibuku, yang sudah menunggu disebuah ruangan besar yang ditiap sisi ruangan terdapat foto-foto lelaki besar,gagah dan berkopiah. Aku duduk di samping ayahku sedangkan Amir dipangku oleh ibuku. Saat itu aku tidak mengerti apa yang sedang mereka bicarakan tetapi dari nada bicaranya mereka sedang bertengkar menjelaskan maksud kedatangannya di depan petugas berkopiah yang ada di ruangan tersebut. Sejak hari itu ibu dan ayahku tidak pernah terlihat bersama lagi bahkan ayah pergi dari rumah meninggalkan kami. Selang beberapa hari ibu juga pergi entah kemana, tinggal lah hanya aku dan Amir dirumah. Saat itu kami yang belum mengerti apapun, hanya bisa menangis meminta agar ibu dan ayah kembali. Namun apalah daya sosok ibu kini tergantikan oleh sosok nenek yang harus mengurus kami, merawat kami dengan penuh kasih dan sayang. Sejak kepergian ibu disini lah aku mulai merasa titik kesedihan itu terus datang bertubi-tubi padaku. Apalagi pada saat nenekku meninggal dunia, saat itu usiaku masih 7 tahun dan Amir 5 tahun. Bayangkan saja anak seusiaku yang masih sangat kecil harus menanggung beban hidup seberat ini. Aku dan Amir tinggal di rumah paman Didi, terpaksa kami harus menyusahkannya. Seiring berjalannya waktu, tiba saatnya hari itu datang, dimana adikku Amir harus pergi meninggalkan ku, ia pergi bersama paman Sidiq yang sangat menyanyanginya. Tapi aku sedih karna harus terpisah jauh dengan Amir, rumah paman Sidiq sangat jauh dari rumah paman Didi. Aku takut kalau suatu saat nanti aku rindu dengan Amir dan itu akan menyulitkan aku untuk bertemu dengannya, cukup bagiku kehilangan ayah ibu dan nenek aku tidak ingin kehilangan Amir juga. Aku hanya bisa menangis dan terus menangis, tetapi Amir tetap saja pergi. Kini tinggalah aku sendiri disini, meski ada anak-anak paman yang usianya tidak jauh dari ku tapi aku merasa tidak nyaman dengannya. Mereka selalu membeda-bedakan dalam berteman aku selalu dijauhi dimarahi bahkan sampai dituduh. Paman Didi memang mengizin aku tinggal dirumahnya tapi itu semua tidak serta merta karna ia sayang kepada ku, setiap hari tubuhku yang kecil ini selalu dipaksa untuk membersihkan rumahnya dari mulai mencuci pakaian, meneriska, menyapu lantai, mengepel, mencuci piring bahkan memasak. Paman Didi selalu membeda-bedakan aku dengan anaknya, perlakuannya terhadap anaknya sangat jauh berbeda dengan perlakuannya terhadapku, ia sering memakiku memukulku bagai binatang, uang jajan pun aku tidak pernah dikasih olehnya kalau aku ingin jajan aku harus bekerja diluar sebagai kuli nandur disawah. Ini adalah kisah yang paling kelam dalam hidupku, disaat anak kecil diluar sana dimanja disayang dituruti segala apapun yang dia minta.Tapi aku.. aku harus bekerja dulu untuk mempunyai apa yang aku inginkan. Bahkan aku pernah dituduh memakan nasi yang sudah aku masak sendiri sampai aku dicaci dipukul juga ditertawakan oleh anak-anaknya paman, lebih parahnya lagi aku diusir dan tidak boleh tidur dirumah, karna memang dalam peraturan yang paman buat aku tidak boleh makan sebelum semua keluarga paman makan, aku hanya boleh makan dengan makanan sisa. Aku hanya bisa menangis tidak bisa melawan. Bagaimana bisa? aku dituduh melakukan sesuatu yang tidak aku lakukan dan semua orang saat ini nyudutkan ku, paman berkali-kali memukul ku menggunakan rotan pemukul kasur aku tak punya daya untuk membela diri, yang bisa ku lakukan hanya menangis, batin ku begitu hancur air mata ku terus mengalir tak tertahan, nafas ku tersengal-sengal tenggorokan ku begitu terasa sangat sakit karna harus menahan mulut yang ingin sekali berteriak kesakitan. Sudah dituduh, dipukul, diusir pula lengkap sudah penderitaan ku. Aku tidak tau harus kemana aku. Aku benar-benar bingung dan tidak punya tujuan, akhirnya aku putuskan untuk kembali kerumah paman dan menyelinap masuk. Aku mengumpat di loteng, inilah tempat tidurku saat ini dan bila pagi tiba aku harus lebih dulu bangun sebelum mereka, lalu pergi kesawah untuk menjadi kuli nandur. Di loteng sangat gelap tekadang tikus-tikus barlalu lalang di sampingku saat tidur. Tapi saat ini loteng adalah tempat yang aman bagiku. Setiap malam aku selalu menangis. Ini kah nasibku? seharusnya guling dan boneka yang menemaniku kala tidur, seharusnya kasur empuk dan lampu tidur yang membuat tidurku lebih hangat, bukan koran yang menjadi alas dan selimut tidurku, bukan tikus yang menjadi teman tidurku Seandainya ayah dan ibu tidak pergi dan tidak berpisah mungkin saat ini aku dipangku dan diciumnya bagai anak manis yang tak pernah melakukan kesalahan. Ibu aku sangat merindui kasih sayangmu, ayah aku sayang merindui perhatianmu. Kini anakmu harus tumbuh menjadi kuat disekeliling orang jahat. Jika aku mampu aku akan menjadi air jika tidak aku akan menjadi abu sungguh aku tak kuat ibu kalau saja ibu disini, aku ingin menangis dipangkuanmu mengadu tentang apa saja yang aku rasakan saat ini sakit, pedih dan hancur. Aku butuh sosok ibu aku butuh belaian lembut ibu aku ingin merasakan lagi pelukan hangatmu ibu, mereka jahat kepadaku. Aku sakit ibu. Aku tak kuat. Aku takut.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar