Siti Jamiatu Sholihah

Pengawas Madrasah (MTs) Kementerian Agama Kota Cilegon. Lahir di kota Garut, pernah belajar di IAIN SGD Bandung dan SMHB Banten. Pernah mengajar di MAS Assalam ...

Selengkapnya
Navigasi Web

Cerita Ramadan di Hari Kedua

H-952 Gurusiana

Bertepatan dengan hari Ahad, hari kedua Ramadan dijalani di rumah saja. Mengisi waktu dengan melakukan kegiatan rutin hari libur. Apalagi kalau bukan nginem (melakukan pekerjaan rumah). Lumayan, dua kamar mandi bersih, dan gosokan berkurang separuhnya. Tidak lanjut karena waktu sudah menunjukkan waktu Zuhur. Tanpa terasa.

Mengingat belum punya bahan masakan persiapan untuk buka puasa. Kami berangkat ke supermarket. Di areal pelataran supermarket mendapati dua orang sedang tidak puasa.

Yang pertama lelaki berumur sedang minum sambil berdiri. Di satu tangannya menenteng kantung plastik tembus pandang bermerk Mall di situ, diperkirakan isinya stelan pakaian. Mungkin baru saja berbelanja pakaian. Mungkin kecapaian sehingga dia perlu meneguk minum di tengah orang berpuasa.

Yang kedua, bertemu dengan lelaki yang usianya mungkin tidak beda jauh dari saya. Atau boleh jadi lebih muda dari saya. Dia sedang merokok di pelataran parkiran. Tak jauh dari tempatnya berdiri, lalu lalang para pekerja Mall yang terlihat kurang bertenaga. Mungkin sedang puasa.

Dari dua peristiwa itu saya teringat satu pernyataan yang pernah diungkapkan salah satu pejabat yang menjelaskan bahwa orang yang berpuasa harus menghormati orang lain yang tidak berpuasa. Akhirnya saya paham ketika seorang anak yang sedang asyik makan cemilan ringan, digandeng oleh orang tuanya sambil menjelaskan tentang puasa. Di tempat pembayaran, seseorang menjawil pipi anak itu sambil bicara "Ade makan sendiri ya, karena yang lain berpuasa. Besok kalau makan siang, ndak di tempat yang dilihat orang puasa yaa" katanya sambil kembali menjawil pipi mbemnya.

Tidak disangka jawaban anak itu, "Kalau Om puasa, jangan lewat di depan orang enggak puasa, nanti Om batal puasanya"

Sontak semua orang yang antre di tempat pembayaran itu tertawa semua. Namun saya tidak paham. Apakah tawa itu dagelan hasil pendidikan orang tuanya, atau memang murni menertawakan ungkapan lucu dari anak yang kira-kira berusia tujuh atau delapan tahun, atau kira-kira usia anak kelas dua atau tiga Sekolah Dasar. Ah, dunia memang terbalik.

Cilegon, 02032025

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Hehe...bgt lah dunia skrng ya, Ambu. Pd hal anak2 kcl di kls sy yg Kristiani diajak mkn mnm di tempat tersembunyi yg tdk dkt tmn yg puasa, jg bs lho. Malah mantan anak2 kadang bikin jengkel.

03 Mar
Balas

Nah itu dia Oma. Jadi begitulah, simalakama kita. Mendidik benar dianggap salah. Apalagi mendidik salah, pasti tak akan dimaafkan. Sedih dunia terbalik

04 Mar

hahaha jawaban yang cerdas, salam sukses bund

02 Mar
Balas

Anak yang pintar, pandai bersilat lidah hehehe ... Salam sehat selalu Bund.

02 Mar
Balas



search

New Post