Sepertinya pernikahan Kahar dengan Sinta sudah berada diujung tanduk, karena setiap hari Kahar hanya uring-uringan dan tidak memperdulikan Sinta dengan bayinya, sampai pada suatu waktu Kahar betul-betul ingin mengahiri pernikahannya, masalahnya sebenarnya sepele, kedudukan, kekuasaan, kekayaan, sedangkan saat ini Kahar sedang berada pada posisi tersebut, sehingga dia lupa dengan orang-orang yang menyayangi dan mencintainya.

Meski sudah diperingatkan bahwa hal-hal yang bersifat keduniawian bukanlah segalanya, Kahar tetap tidak bisa menerima dengan pandangan tersebut, yang ada dalam pikirannya hanyalah harta, dan Kahar beranggapan tentang Sinta bahwa dia hanya memberikan bebang padanya saja, karena Sinta tidak bekerja, sungguh pemikiran yang sangat picik.

Akhirnya pernikahan mereka betul-betul hancur, dan Sinta keluar dari rumah Kahar bersama anaknya, karna sudah tidak ada yang bisa dipertahankan dengan hati hancur Sinta meninggalkan semuanya, dia ingin segera melupakan kesedihannya.

Melihat Sinta seperti itu, Kahar tidak ada perasaan menyesal ataupun bersalah sedikitpun pada Sinta dan anaknya, Kahar malah merasa senang bangga dengan kepergian Sinta dari rumahnya.

Di hari-hari selanjutnya, Kahar hidup seperti tidak terkendali, dia menghambur-hamburkan hartanya dengan hidup berfoya-foya, seolah-oleh hartanya tidak akan habis, sedangkan Sinta sudah mulai bangkit dalam menata kehidupannya, di bantu orang tuanya Sinta membesarkan anaknya.

Sudah lima tahun Sinta berjuang dalam mebesarkan anaknya, dengan ketulusan hatinya dalam menjalani hidup, Sinta mulai mendapatkan kesuksesan dari usahanya berjualan makanan, awalnya hanya sebatas makanan ringan yang dia titipkan di warung-warung, lama kelamaan ada beberapa pesanan nasi kotak dan kue-kue yang lainnya, sungguhkan perjuangan yang luar biasa yang dilakukan Sinta demi anak semata wayangnya.(BERSAMBUNG)