siti mutawarridah,s.pd

Kepala SDN Pancuran 1 Bondowoso, Lahir di Jember 07 Desember 1971, MI Al-Islah Mayang. SDI Salafiyah Gondanglegi, MTs Khairuddin, MA Khairuddin Gondanglegi Mala...

Selengkapnya
Navigasi Web
Permata Mulia dari Surga

Permata Mulia dari Surga

Permata Mulia dari Surga Oleh Siti Mutawarridah, S.Pd

#LOMBA MENULIS MEDIAGURU PEREODE JANUARI 2021#

Sulit rasanya bagi saya merangkai kalimat mengisahkan tentang seorang ibu. Kata demi kata kutulis diiringi deraian air mata. Entah sudah berapa tetes air mataku yang mengalir selama merangkai kata. Ibu adalah sosok wanita yang tangguh laksana permata dari surga. Dari beliau saya belajar segala aspek kehidupan. Belajar hidup bersama menghadapi segala permasalahan.

Ibuku memang tidak mempunya ijazah. Namun dalam jiwanya penuh ilmu berkualitas. Sejak dalam kandungan saya sudah diajari melaksanakan ibadah. Usia kandungan yang sudah sembilan bulan ibu tetap menjadi imam shalat taraweh. Sebulan penuh saya diajak taraweh bersama jamaah. Saya lahir tanggal 2 Syawal, itu berarti awal saya melihat dunia tepat dihari kedua Idul fitri.

Di desa yang jauh dari keramaian ayah dan ibu menjadi guru mengaji. Di mushala kecil berdinding anyaman bambu. Diterangi cahaya lampu templek yang berbahan bakar minyak tanah. Suara lantunan ayat suci Alquran selalu terdengar setiap malam. Setiap sore hari anak-anak pergi mengaji sampai bakda isya mereka pulang bersama cahaya obor dari buluh bambu.

Pendidikan komplit kuperoleh dari sosok ibuku. Mulai dari doa makan, doa tidur, semua bacaan shalat, dan membaca Alquran. Ibu selalu menanamkan perilaku yang baik, bagaimana sikap saat makan, saat bertemu dengan orang lain, sampai cara hidup dengan orang lain. Penanaman dasar pendidikan karakter yang kuat akan terbawa sampai dewasa.

Sebagai guru mengaji di kampung yang tak ada gaji sepeserpun. Kedua orang tuaku harus membanting tulang menghidupi putra-putrinya dan beberapa anak yatim piyatu. Dari hasil bertani yang hanya beberapa petak sawah tentu tidak mencukupi. Ibuku menjadi penjahit dan membuka warung kecil-kecilan. Kadang membuat kue jajanan desa yang dijajakan di sekitar kampung oleh anak-anak.

Semua putra putrinya dimasukkan ke pesantren agar bisa mengenyam pendidikan agama. Ketika saya duduk di bangku kuliah semester tiga, ayah meninggalkan kami semua. Allah mengambil ayah saat semua keluarga masih membutuhkan sosok ayah. Dari sebelas bersaudara hanya empat yang sudah berkeluarga. Tujuh anak yang masih membutuhkan biaya hidup dan biaya pendidikan hidup tanpa ayah.

Sungguh perjuangan yang sangat sulit. Menghidupi ketujuh putranya sendirian. Beliau tetap ikhtiyar dan berdoa. Di tengah malam yang sunyi beliau bangun bermunajah shalat tahajud. dengan sisa-sisa tenaga yang ada beliau tetap istiqomah. Karena disiang hari sudah bekerja keras mencari nafkah. Ibu masih tetap menjadi guru mengaji di malam hari. Di sela-sela kesibukan bekerja ibu tetap melaksanakan shalat dhuha di pagi hari.

Ibu berhasil mengantarkan putra-putrinya menjadi orang yang berguna. Dari sebelas putranya hampir semua menjadi guru mengaji dan sebagian hafal Alquran. Diusia senja ibu masih menjalani kehidupan dengan mandiri walau semua putra-putrinya sudah tuntas. Setiap hari mengaji Alquran. Penglihatannya masih cukup tajam, terbukti beliau membaca Alquran tanpa kacamata. Beliau selalu sehat walafiah

Semenjak saya menikah, saya ikut suami di luar kota. Hampir setiap bulan saya sempatkan pulang mengunjungi ibu. Ibu selalu menolak kalau diajak pindah hidup bersama dengan putranya yang di luar kota. Beliau bersikukuh tetap hidup di rumah induk bersama putra bungsu. Saudara yang lain selau bergiliran bersilaturrahmi menemani ibu. Terpancar di wajahnya selalu berseri saat anak cucunya berkumpul bersenda gurau.

Kini ibuku sudah tiada, meninggal dua tahun yang lalu. Beliau tidak sakit saat akan meninggal dunia. Sore harinya beliau masih sempat minta dibelikan rujak. Malam harinya beliau tetap menunaikan shalat tahajud sampai mejelang subuh. Nah, saat mau shalat subuh di mushala ibu sudah tidak kuat lagi. Badannya lemas dan pegal-pegal. Ibuku minta izin untuk tidak ke mushala. Di pagi hari sekitar pukul tujuh ibu melaksanakan shalat dhuha dengan kondisi berbaring. Tenaga yang tiba-tiba hilang, tak mempunyai kekuatan, namun dalam kondisi lemas ibu tetap shalat dhuha. Disaat itu malaikat hadir untuk mencabut nyawa ibuku. Innalilahi wainna ilaihi rojiun Ibuku wafat dengan posisi tangan bersedakep. Jari telunjuk beliau seperti posisi melaksanakan tahayat. Beliau wafat dalam keadaan suci. Semoga husnul khotimah.

Biodata Penulis

Siti Mutawarridah, S.Pd lahir di Jember 7 Desember 1971

Kepala SDN Pancuran 1 Bondowoso Jawa Timur

email [email protected]

WA 081233649592

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post