Selendang Batik Penyeka Air Mata
Tantangan Hari ke - 387
#Tantangan Gurusiana
Selendang Batik Penyeka Air Mata
Berbicara tentang ayah, terlintas sosok yang tidak bisa dipisahkan dari kepala keluarga dan pekerja keras. Memiliki bahu terlapang, tulang pugung terkuat, pelindung terkokoh. Tidak pandai bicara cinta dan tidak mahir mengurai air mata. Sosok yang tugas utamanya memastikan bahwa keluarganya hidup bahagia tidak kekurangan satu apapun. Disetiap tengadahnya tak pernah lupa mendoakan keluarganya.
Ayah memilih hijrah meninggalkan rumah pemberian nenek. Beliau memilih hidup di desa yang jauh dari keramaian.Hidup di rumah sederhana bersama ibu dan putra-putrinya. Kepedulian ayah terhadap pendidikan masyarakat desa menjadikan tekat bulatnya semakin membara.
Hasrat ayah semakin bulat menjadi guru mengaji. Desa tersebut jauh dari sekolah dan tidak ada yang mengajar mengaji. Ayah terpanggil nuraniya berjuang di desa tersebut. Mengangkat harkat dan martabat masyarakat agar lebih baik dalam menjalankan agamanya.
Membuat tempat mengaji “ Cangkruk” berupa bangunan panggung terdapat beberapa kaki penyangga dari kayu. Dinding gedek dari anyaman kulit bambu. Bangunan tersebut terkenal dengan nama “Langgar Cangkruk”. Tempat ayah mengajar Alquran dan ilmu agama . Setiap malam ayah mendampingi anak-anak belajar mengaji dan ilmu agama. Seminggu sekali ibu-ibu dan bapak-bapak berkumpul untuk belajar agama.
Waktu ayah banyak tersita untuk masyarakat, namun tanggung jawab sebagai kepala keluarga tidak terabaikan. Sebagai petani dan pedagang ditekuni sepenuh hati. Ayah menjual dagangan hasil karya jahitan ibu. Seperti taplak meja, seprei, mukena, kerudung dll. Seraya bersilaturrahmi ke teman dan sanak saudaranya ayah menjajakan dagangannya.
Pendidikan yang ditanamkan pada putra-putrinya untuk selalu taat beribadah. Salat berjamaah tak pernah ditinggalkan. Ditengah malam selalu membangunkan keluarganya untuk bermunajah melaksanakan salat tahajud. Suara klompen yang berirama khas mampu membangunkan dari lelap tidurku. Yang pada akhirnya salat tahajud menjadikan kebiasaan.
Saat Idul fitri tiba menjadi tradisi hampir semua orang memakai baju baru . Terutama bagi anak-anak merupakan momen yang menyenangkan. Ayahku juga ingin melihat anak-anaknya bahagia seperti yang lain. Beliau ingin membelikan baju baru untuk putra-putrinya. Namun sampai malam ke 28 Ramadhan ayah belum bisa membelikan baju baru.
Mendengar rengek-an dan tangisan mereka, ayah dan ibuku hanya tersenyum. Matanya berkaca-kaca seraya mempercepat kerdipannya untuk menahan agar air matanya tidak menetes. Dipeluknya semua putra-putrinya seraya berucap,
“Semua sudah ayah siapkan, kalian tenang saja , ayah akan memberi sebuah kejutan untuk kalian ”. ucap ayah dengan suara parau. Sesulit apapun kondisi, ayah adalah sosok yang akan selalu berusaha mengatakan "ada" saat anaknya membutuhkan sesuatu."
Ayah dan ibu tampak berungding saat putra-putrinya terlelap tidur. Tampaknya beliau tidak bisa tidur karena tidak ingin melihat mereka tidak memakai baju baru saat hari raya . Tiba-tiba ibu membuka lemari pakaian. Ibu menghampiri ayah yang sedang merenung di ruang tengah. Ibu membawa beberapa potong kain jarit batik dan kain sarung yang masih terbungkus plastik.
Kain tersebut hasil pemberian masyarakat sekitar atau orang-orang yang putranya mengaji di rumah. Ayah dan ibu merinisiatif untuk membuat baju dari kain tersebut. Kain jarit batik dibuat gaun untuk putrinya dikombinasi dengan kain polos. Kain sarung kotak-kotak dibuat baju “hem” untuk putranya. Dalam waktu dua hari ibu dan ayah menjahit baju mereka dengan sekuat tenaga. Baju hasil karya ayah dan ibu sudah rampung.
Saat hari raya tiba semua masyarakat ke masijid untuk salat Id. Kami sekeluarga memakai baju baru seragam dan kelihatan kompak sekaki. Senyum bahagia dan senyum kepedihan beradu menjadi satu dalam benak ayah. Antara bahagia dan haru membuat tetesan air mata ayah dan ibu mengalir deras. Kami putra putrinya hanya merasakan bahagia bisa memakai baju baru sama dengan teman yang lain. Masyarakat sekitar yang melihat kami memakai seragam tidak mengetahui kalau ayah sebenarnya tidak mampu membelikan baju baru untuk putra–putrinya. Mereka beranggapan bahwa keluarga kami sangatlah rukun dan kompak.
Terima kasih ayah, kau telah gagah melawan ombak kegigihan dan perjuangan hidup. Demi kebahagiaan keluargamu.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar