Bagian 4. Tetap Bertahan

Tuti kawanku dari kampung memutuskan untuk pulang kampung, meskipun awalnya mau pulang setelah minimal tiga tahun bekerja di Jawa. Aku tak bisa memaksa karena itu adalah hak pribadinya. Kini aku harus tetap melanjutkan bekerja di pabrik garmen walaupun tanpa Tuti. Masing-masing orang punya keputusan terbaik untuk dirinya sendiri.

Seperti biasa pagi itu aku berangkat kerja. Pabrik garmen yang dipenuhi ribuan orang pekerja dari berbagai daerah yang sudah bekerja bertahun-tahun. Aku berjalan gontai agak kurang semangat karena kawanku telah pulang kampung lebih dahulu. Ini juga membuatku rindu kampung halaman.

Sedang berjalan menuju pabrik tetiba ada yang menepuk bahuku dari belakang sambil bertanya. “Yuni...ada apa kok kelihatan kurang gairah? Teman yang biasa sama kamu kemana kok tidak kelihatan?” Demikian pertanyaan Monik asli dari Jawa Tengah.

“Biasa aja kok. Tuti temanku pulang kampung kemarin. Makanya aku sedikit kurang semangat,” ucapku sambil terus berjalan beriringan.

“Gak usah sedih gitulah. Kan masih banyak kawan di sini. Jadi gak usah terlalu dipikirin,” ucap Monik beruasah menghiburku.

“Iya Nik...terimakasih ya sudah perhatian sama aku,” jawabku sambil tersenyum padanya.

“Ayo lari jam telah menunjukkan pukul 7.55. Jam kerja akan segera mulai. Nanti kalau terlambat bisa kena semprot supervisoor.” Sambil tangan menggandeng tanganku ngajak berlari.

Seperti terhipnotis, aku nurut saja diajak lari. Tak lama kami sudah menempati tempat masing-masing sesuai dengan tempatnya.

Apapun godaannya aku harus bertahan hingga tiga tahun pertama. Selepas itu aku harus pulang kampung nengok keluarga.

Maguwoharjo, 8 Februari 2022