Siti Nurhikmah

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Rindu

"Cantik juga pacarnya nak Hendra," ujar Bu Galuh mengagetkanku.

"Pacar mas Hendra Bu?" ucapku menimpali dengan keterkejutan yang tak mampu kusembunyikan.

"Kok ibu tau," jawabku, mencoba menguatkan hati untuk melanjutkan pertanyaan yang menggelitik jiwaku.

"Ya, kemaren nak Hendra makan disini sama pacarnya, nak Hendra yang kenalkan langsung, katanya dari Surabaya," ucap Bu Galuh menegaskan ceritanya.

Bu Galuh adalah ibu pemilih warung nasi langgananku dengan Hendra.

Setiap sabtu sore aku dan Hendra akan menghabiskan waktu sekedar menikmati men-menu sederhana yang luar biasa nikmat buatan Bu Galuh.

Membeli nasi di tempat beliau adalah senjata terakhirku untuk menuntaskan rasa lapar dengan anggaran seadanya.

Memang bu Galuh sangat baik hati menampung pembeli seperti kami yang hanya bisa membeli nasi putih dengan sambel pecel setiap akhir bulan.

Sudah 2 tahun aku tinggal di kota ini untuk meneruskan pendidikan, kuliah di jurusan impian walaupun harus pergi ratusan kilometer dari rumah.

Kota ini mengenalkanku pada sosok Hendra, teman satu organisasi.

Dia sosok yang simpatik, cerdas dan selalu terdepan telah berhasil menguasai jiwa dan fikiranku.

Waktu dan hidupku dihiasai oleh cerita tentang kita berdua. Mencoba mengejar mimpi bersama.

Kufikir semua akan selamanya, tapi tidak semua impian bisa menjadi kenyataan.

🏵️🏵️🏵️

"Maaf aku tidak bisa," ujar Hendra ketika kuminta menemani ke toko buku mencari referensi untuk makalah yang harus segera selesai.

"Selfi memintaku menemani membuat tugas," ujarnya menjelaskan.

Ada rasa yang aneh menggangguku sejak itu, perubahan sikapmu dan waktu yang tak pernah ada lagi buatku.

Seluruh waktumu, seluruh energimu tak tersisa lagi.

Selfi telah berhasil menyerap semua konsentrasimu.

Kamu begitu jatuh cinta.

Dari awal aku memang bukan siapa-siapa.

🌹🌹🌹

Kata-kata Bu Galuh menjelaskan segalanya. Kalian bukan teman biasa lagi. Waktu akan benar-benar tak berpihak padaku.

Disinilah aku sekarang, di depan alun-alun kota. Ditemani temaram lampu pada malam yang mulai bergerak perlahan, pelan.

Di tengah gelak tawa mereka yang bergembira, ada sudut yang hilang.

Tiba-tiba aku begitu merindukan rumah, kampung yang jauh disana, rindu senyum ibu dan wejangan-wejangan bapak.

Hanya mendengar semua cerita sarat makna yang diungkapkan bapak, pasti cukup memenuhi kekosongan jiwa yang meraja.

Andai mereka ada di dekatku, pasti tidak sehancur ini rasanya.

Bali, 2 Desember 2020

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post