Siti Nuroifah

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Konflik Si Sulung dan Si Bungsu

Pembagian harta tidak bergerak oleh Sang Bapak yang memiliki dua orang anak yaitu Si Sulung laki-laki dan Si Bungsu perempuan sudah dirasa adil saat itu. Dua bersaudara tersebut sekarang dalam konflik harta peninggalan Sang Bapak. Sang Bapak yang telah lama berpulang sekitar 13 tahun lalu, serasa dibangunkan Si Sulung yang kini mengungkit-ungkit harta bapaknya. Padahal harta Sang Bapak sudah dibagi secara adil oleh Sang Bapak sewaktu masih hidup.

Mereka sudah mendapat harta haknya sebagai anak Sang Bapak. Masing-masing anak Sang Bapak mendapat sebidang tanah beserta rumahnya. Selain sebidang tanah beserta rumah, sawah pun masing-masing mereka dapatkan. Tanah tegal yang berbeda lokasi dan luasnya juga mereka dapatkan. Untuk pembagian tanah tegal ini sebelum Sang Bapak membagi secara adil, Sang Bapak memberikan pilihan untuk anaknya.

“le… kowe pilih endi, tegal Balekambang ombone patang ewu meter karo tegal turi rong ewu meter opo tegal turi kidul bendungan sing ombone sewelas ewu meter, tapi dijupuk rong ewu meter gawe pujulan tegal balekambang maeng?” Sang Bapak bertanya dihadapan kedua anaknya.

“ Aku pilih tegal turi ae pak..” jawab Si Sulung.

Akhirnya pembagian secara hibah yang saat itu hanya lisan tanpa ada hitam di atas putih pun diputuskan. Dan selang beberapa waktu Si Sulung menjual tanah pembagian dari Sang Bapak yang sudah menjadi haknya. Sedikit demi sedikit dijualnya. Tanah yang masih atas nama kepemilikan Sang Bapak, mau tidak mau Sang Bapak menandatangani persetujuan jual tanah. Hingga akhirnya tanah peninggalan Sang Bapak pun habis. Hanya tinggal sebidang tanah di atas rumahnya. Dan masih belum dibalikkan nama. Iya, tanah yang ditempati rumahnya masih atas nama Sang bapak.

Hasil penjualan tanah yang bertahap itu digunakan untuk merenovasi rumah, membelikan anaknya motor yang saat itu masih sekolah SMP/SMA dan juga untuk keperluan hidup sehari-hari. Sedangkan Si Bungsu masih menjaga merawat dan mengolah tanah pemberian Sang Bapak dengan sebaik-baiknya. Untuk masa depan anak-anak dan cucunya. Dan atas saran Pak Carik saat itu, tanah hak Si Bungsu sudah dibalikkan nama kepemilikkannya. Yang semula atas nama Sang Bapak sudah berubah menjadi nama Si Bungsu dengan surat petok D. Tanahnya masih utuh. Hanya menjual dua ribu meter tanah yang di Tegal Turi. Saat itu yang kekurangan biaya untuk anaknya yang sekolah di pesantren.

Memang kehidupan dua bersaudara tersebut sangat berbeda. Si sulung memiliki dua anak laki-laki yang kini sudah beranjak dewasa. Namun keduanya masih belum berkeluarga. Si Sulung juga seorang petani. Si Sulung juga berdagang hasil pertanian. Kondisi ekonominya cukup. Sedangkan Si Bungsu memiliki tiga orang anak. Ketiga anaknya mengenyam bangku kuliah. Salah seorang anaknya juga menjadi ASN. Dua anaknya sudah berkeluarga dan seorang yang masih lajang. Konflik ini dimulai ketika anak pertama Si Bungsu akan lamaran. Sekitar enam bulan yang lalu. Si Sulung bukannya ikut bersenang karena keponakannya akan menikah malah menggugat saudara kandungnya, adiknya sendiri untuk meminta bagian tanah. Bukankah tanah sang bapak sudah dibagi secara adil? Dan… sudah habis dijualnya. Astaghfirullahal’adzim…

Dan sampai detik ini konflik ini semakin memanas. Bahkan pihak Si Sulung sudah menyewa pengacara untuk menggugat secara hukum. Tanggal 1 September kemarin Si Bungsu mendapat somasi dari pengacaranya. Dan isinya benar-benar ngaco. Semoga pak pengacara cepat sadar mana yang benar dan mana yang salah. Bukan karena iming-iming “fee” semata.

Sebelumnya Si Sulung sudah membuat pengaduan ke kantor Kepala Desa. Kurang lebih tiga kali surat panggilan sudah Si Bungsu terima dan penuhi. Kalau memang ingin meminta tanah pembagian dari Sang Bapak yang sudah menjadi hak Si Bungsu, kenapa tidak dengan cara baik-baik? Sudah diadukan ke Kepala Desa, sesampai di kantor Kepala Desa malah Si Bungsu dimaki-maki, mengungkit-ungkit zaman dulu, bahkan almarhum Sang Bapak juga. Sang Bapak yang memilih tinggal dengan Si Bungsu, kata Si Sulung tanah gantungan Sang Bapak dikuasai Si Bungsu. Padahal tanah gantungan Sang Bapak sudah dijual untuk berangkat haji. Bahkan untuk biaya tasyakuran haji pun Si Sulung tidak mau tahu. Bahkan saat Sang Bapak terserang stroke yang merawat adalah si bungsu beserta suami dan anak-anaknya. Sang Bapak terserang stroke selama dua tahun dan akhirnya meninggal dunia. Selama itu cucu Sang Bapak dari Si Sulung tak pernah menjenguknya. Hanya Si Sulung dan istrinya sesekali menjenguknya sebentar saja. Selama Sang Bapak hidup saat lebaran pun cucu Sang Bapak dari Si Sulung tidak pernah berlebaran ke kakeknya. Barulah saat sang bapak meninggal alhamdulilah cucunya mau ikut memandikan jenazah Sang Bapak kakeknya.

Si sulung yang sudah habis harta peninggalan sang bapak kalap, ketika melihat hak sang adik masih utuh. Si sulung meminta. Tapi cara dia keliru. Kenapa harus memaki di depan umum kalau ingin meminta. Kenapa tidak berbicara secara baik-baik dan kekeluargaan. Padahal Si Bungsu sebenarnya bersedia memberikan sedikit haknya untuk Si Sulung yang memang sedang kesulitan ekonominya. Namun Si Bungsu sudah terlanjur sakit hati dicaci, difitnah dan dipermalukan dihadapan perangkat desa. Si Bungsu sekeluarga sudah mencoba beritikad baik. Setiap lebaran juga bertandang ke rumah Si Sulung. Namun lebaran tahun ini keluarga Si Bungsu disambut cacian bahkan dicuekin. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya.

Kini Si Bungsu mau tidak mau harus menghadapi permasalahan dengan saudara kandungnya sendiri. Dan ini sangat menguras pikiran dan perasaan. Kalau lah merasa pembagian atas tanah Sang Bapak dirasa tidak adil, kenapa tidak meminta saat masih hidup mendiang Sang Bapak? Toh, pembagiannya saat Sang Bapak masih hidup. Wallohua’lam.

Seandainya ini terjadi pada keluargamu, apa yang harus kamu lakukan? Serba iwuh pakewuh jika yang dihadapi adalah keluarga sendiri. Semoga Allah memberikan yang terbaik untuk Si Bungsu. Aamiin…

**

Ini adalah kisah nyata dialami penulis saat ini. Mohon doanya semoga konflik ini berakhir dan mendapat hasil yang terbaik untuk kedua belah pihak.

Sidoarjo, 7 September 2018

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post