"Ciiiiiit...prakkk! "Sepeda motor yang melaju cukup kencang itu oleng lalu tumbang di tengah jalan. Pengendaranya terjerembab, pingsan sesaat. Untung saja truk di belakangnya pelan jalannya, jadi tidak menabraknya. Meskipun memakai helm, namun gigi - gigi depannya berdarah. Dia sadar saat datang tiga orang yang akan menolongnya. Dia berusaha berdiri, tapi tumbang lagi. Mungkin engsel lutut kanannya agak bergeser. Untung saja truk di belakangnya pelan jalannya, jadi tidak menabraknya.

Apa penyebab terjadinya kecelakaan itu? Ternyata dia terpeleset oleh seonggok bangkai tikus yang dagingnya mulai berceceran. Ya, bangkai tikus. Mungkin saja sebelumnya tikus itu menyeberang jalan, lalu tertabrak kendaraan yang melintas. Kucing, ayam dan ular juga sering mengalaminya. Baunya kadang menyeruak. Innaa lillaahi wainnaa ilaihi rooji'uuun.

Namun ternyata kadangkala bangkai itu ada bukan merupakan hasil kecelakaan di jalan, melainkan dibuang oleh seseorang ke jalan. Mungkin dia mati di rumah atau kebun. Bisa jadi pembuangnya beranggapan bahwa bangkai itu akan pipih terlindas banyak kendaraan, lalu lenyap tak berbekas. Dia tidak peduli, apakah itu membahayakan pengendara motor atau tidak. Mungkin belum kena batunya. Kalau dia sendiri yang terpeleset, mungkin baru sadar.

Sebenarnya, kalau bangkai itu dimasukkan ke liang dalam tanah di kebun malah lebih banyak nilai positifnya. Dia akan terbiodegradasi atau terurai menjadi unsur - unsur hara yang akan menyuburkan tanaman. Juga lebih etis dan tidak mengganggu lalu lintas di jalan raya. Dua jempol bagi insan yang sudah melakukannya. Syukur bukan hanya tidak membuang bangkai ke tengah jalan raya, tapi juga memungut bangkai yang ada di jalan raya lalu menguburkannya di tanah pekarangan rumah atau kebun. Saya yakin, ini termasuk upaya penyelamatan lingkungan dan juga bernilai ibadah.