Siti Romlah

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Tagur  ke 9   'Hadapi kenyataan pahit'

Tagur ke 9 'Hadapi kenyataan pahit'

Di desa Sri Indah pagi itu, ada sesuatu yang lain dari biasanya. Surat undangan kepada setiap kepala dukuh telah sampai, dan kewajiban para kepala dukuh, untuk menyampaikan pada setiap warganya. Pak Lurah mereka akan mengadakan pesta pernikahan putra tunggalnya, dan akan mengadakan hiburan wayang kulit dengan dalang yang sangat terkenal seantero pulau Jawa. Dan mengundang kepada warga yang ingin hadir.

Berita besar sebagian warga menyambut dengan bahagia, tapi tidak dengan dukuh yang ada di rumah Sri Indah. Pak Dukuh Desa Sumber Ayu yang bernama Pak Gatot ini, ada yang mengiris pilu di balik kesumringahan warganya, ada rasa malu yang mengipasi hatinya, saat mendengar senda gurau para tetangganya, oleh pak gatot di anggap ejekkan, walau ia simpan dalam hatinya.

“Duh, ketiwasan yah Pak, calon mantunya dah keambil orang, wong gede lagi yang ngambilnya”,ucap salah satu warganya, saat ngobrol di salah satu warung kopi, saat itu Pak Gatot hanya senyum-senyum tanpa memberikan komentar. Walau jauh di lubuk hatinya ada rasa sakit yang menjalar.

Belum lagi ia melihat sikap anak tunggalnya, tampak jatuh terpuruk, hatinya belum dapat menerima bunga idamannya telah di sunting orang. Jauh jangkauannya untuk di saingi merebut kembali bunga itu.

Dika sakit yang tidak tahu sakit yang di derita itu apa, hanya yang ia rasakan seluruh sendi sendi tulangnya lemah lunglai,bahkan makanpun ia tak mau. Pak Gatot dan istrinya, sangat sedih tak tahu harus berbuat apa.

Mendengar slentingan dari tetangga bahwa Dika sakit, Sri Indah menyadari ini pasti ada kaitannya dengan dirinya. Ia segera meminta ijin pada ibunya untuk menjenguk Dika, selain tetangga , ia juga teman saat masih kecil dulu. Sri Indah bersyukur ibunya mengijinkan untuk menemui Dika yang tengah sakit, walau sebenarnya ia kini dalam masa pingitan (masa calon pengantin tidak boleh keluar rumah)

Saat melihat Sri Indah beserta ibunya datang bertamu, bapak dan ibunya Dika, sedikit kaget, tapi mereka segera mengerti apa yang hendak di lakukan Sri Indah, karenanya di biarkan Sri Indah menemui Dika yang tengah duduk di bawah pohon sawo kecik.

Sri Indah mendekati Dika, ia segera memberikan salam. Saat itu pula Dika menoleh mendengar suara yang sangat ia pahami sekali, siapa pemilik suara itu. Tapi sekejap ia lalu membuang muka kembali ia melihat ke depan memandangi rumput seakan tak perdulikan kehadiran dan salam Sri Indah.

“mas Dika, saya mohon maaf, jika kehadiran saya mengganggu,kalo gitu saya mohon pamit “, ucap Sri Indah, memancing respon Dika. Dan ia berpura-pura hendak melangkah.

“mau apa kamu kemari?, puas melihat aku jatuh terpuruk seperti ini”, ucap Dika, tanpa menoleh ke arah Sri Indah.

“loh, memang saya salah apa? Tanya Sri Indah kembali, untuk membela diri menyadarkan Dika.

“kamu ndak salah, aku yang salah, kenapa membiarkan kamu berkenalan dengan pemuda itu”,ucap Dika kembali, dengan nafas yang menahan gejolak marah.

“mas, sadarlah setiap pertemuan dan perpisahan ada yang mengaturnya, kita sebagai manusia hanya sebagai pelakon saja, ada dalang yang mengatur wayang nya, ada Allah yang mengatur hambanya”, kata Sri Indah sambil berjalan mendekat dan duduk di sebelah Dika. Tangannya mengambil rumput di salah satu dekat duduknya.

“kita ini hanya seperti, rumput ini, kapan waktunya tumbuh,kapan waktunya mati, rumput ini tidak pernah tahu, begitupun dengan pertemuan, jodoh, rezeki dan mati kita tak pernah tahu”,kembali indah berucap, sambil matanya memandang ke arah Dika. Saat itu Dika jadi salah tingkah. Kata-kata Sri Indah menghujam ke kalbunya.

“aku juga, ndak pernah duga, apalagi merekayasa, untuk bisa berjodoh dengan Mas “Yo”, semuanya berjalan seperti air mengalir, yang aku sendiri bingung untuk berontak dari arusnya yang Allah berikan padaku, begitu mudahnya aliran itu membawaku pada pernikahan ini, dan aku meyakini, mungkin ini yang namanya Allah pertemukan dengan jodohku”,kata Indah meyakinkan Dika.

“aku yakin mas, di luar sana pasti jodohmu sedang menanti, dan itu harus kamu cari, jika aku jodohmu, mungkin sudah sejak dulu Allah memudahkan kita untuk bersatu, tapi ternyata kita bukan berjodoh”, lanjut Sri Indah lagi.

Dika diam seribu Bahasa, tapi setiap kata yang terucap di bibir Sri Indah, terasa sekali di relung hatinya, ia mencerna setiap kata demi kata tanpa mampu membatahnya.

“Mas Dika,sadarlah, dan bengkitlah, kejar mimpimu raih masa depanmu, kasihan bapak dan ibumu, ia sudah tua,pengen lihat kamu maju dan membahagiakan mereka, siapa lagi kalo bukan Dika yang membahagiakannya”, ucap Sri Indah memtivasi Dika unatuk bangkit.

Kali ini, mata Dika menatap wajah Sri Indah, dan tampak dari bola matanya, sedikit tergenang air yang hendak tertumpah di pelupuk matanya, ia coba menahan tapi tak kuasa akhirnya butiran mengaliri sudut matanya dan butiran itu akhirnya menembus pipinya. Seketika itu pula Sri Indah berusaha mengusap air mata Dika.

“ga papa, Mas Dika nangis, agar beban di dada dapat tercurahkan setelah itu, ayo bangkit mas dunia tidak selebar daun kelor”, kata Sri Indah dengan senyum manisnya. Mengajak Dika bangun dan berdiri melangkah di atas rerumputan taman rumahnya.

Dika mengikuti ajakan Sri Indah, ia seperti mendapatkan sumber tenaga yang membawanya pada satu dunia, hidup ini ada yang mengendalikanNya.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post